Bab 34. Merawat Semalaman

66 4 0
                                    

Orang-orang yang terdengar suara Alisha segera keluar dari kos, terkejut melihat Farhan yang tergeletak di tanah. Sorot mata mereka penuh kekhawatiran dan bertanya-tanya.

"Ada apa, Mbak Alisha? Siapa dia?" tanya salah satu penghuni kos dengan nada khawatir.

Alisha gemetar, berusaha menjawab sambil menahan rasa panik, "Ini... Ini adik mantan suamiku, mbak. Dia baru saja diserang oleh preman."

Pemilik kos, seorang wanita paruh baya bernama Rona, melangkah maju. Matanya penuh kekhawatiran. "Mending cepet dibawa masuk aja. Ada kamar kosong di pojok lantai satu. Setelah ini saya panggilin teman saya yang dokter," katanya tegas.

Dengan bantuan beberapa penghuni kos lainnya, mereka mengangkat tubuh Farhan dan membawanya masuk ke dalam kos, menuju kamar pojok. Alisha masih gemetar, berharap Farhan segera sadar.

***

Setelah beberapa saat menunggu dengan kegelisahan, seorang dokter akhirnya keluar dari kamar. Alisha dan Rona dengan cepat mendekatinya, wajah mereka terlihat cemas.

"Dokter, gimana keadaan Farhan?" tanya Alisha.

Dokter tersenyum, mencoba menenangkan Alisha. "Tenang, Mbak Alisha. Farhan cuma mengalami kelelahan— sepertinya dia juga kurang istirahat sebelumnya."

Alisha menarik napas lega, tetapi masih khawatir. "Lalu luka-lukanya, Dok? Apa ada yang serius?"

"Luka-lukanya di bagian luar tidak terlalu serius, hanya butuh perawatan sederhana dengan kompres air es untuk mengurangi bengkak dan memar. Namun, untuk memastikan tidak ada luka dalam yang lebih serius, saya sarankan Farhan untuk melakukan rontgen dan beberapa tes lainnya di rumah sakit."

Alisha dan Rona mengangguk mengerti.

"Saya sudah memberikan infus juga beberapa obat dan vitamin untuk membantu pemulihannya," tambah dokter.

Alisha dan Rona mengangguk lega. "Terima kasih banyak, Dok."

"Sama-sama. Kalau begitu saya langsung pamit, kalau ada sesuatu jangan ragu buat hubungi saya lagi," ujarnya sambil berjalan ke depan. Rona pun berjalan berniat mengantar dokter kenalannya itu. Sebelum melangkah jauh dia sempat menoleh pada Alisha, "Saya antar dokter ke depan dulu, ya. Kamu bisa ambil es batu di kulkas dapur, kalau kamu mau kompres Farhan."

Alisha mengangguk dan menjawab, "Baik, setelah ini saya langsung ambil." Dia segera bergerak ke dapur umum kos untuk mengambil es batu yang diperlukan.

Setelah menemukan es di dalam freezer, Alisha segera mengambilnya dan membungkusnya dengan kain tipis. Dengan hati-hati, dia kembali ke kamar tempat Farhan berada. Saat memasuki kamar, dia melihat Farhan masih tertidur tenang.

Alisha duduk di samping tempat tidur Farhan, menatap wajahnya yang tenang saat tertidur. Dengan hati-hati, dia menempatkan es yang telah dia bungkus dalam kain tipis di atas luka-luka Farhan, memberikan tekanan lembut untuk meredakan pembengkakan dan rasa nyeri.

"Kamu selalu bilang gapapa, tapi malah pingsan gini..." bisik Alisha pelan, meski tahu bahwa Farhan tidak akan mendengarnya dalam tidurnya. "Lain kali kamu gak boleh kayak gini, kamu gak perlu nahan diri, kalo sakit bilang aja sakit..."

Rona kembali ke kamar, menyusul Alisha yang tengah sibuk merawat Farhan. "Dia belum sadar?"

Alisha menggeleng pelan. "Dokter bilang dia kelelahan, mungkin besok pagi baru bangun."

Rona menghela napas, menatap Farhan dengan simpati. "Dia pasti cepet sembuh, apalagi ada kamu yang ngurus dengan baik," kata Rona sambil memperhatikan es yang mulai mencair di atas luka Farhan.

Alisha hanya tersenyum tipis. Rona kemudian menempatkan tangannya di pundak Alisha dan menepuknya pelan. "Saya mau istirahat dulu. Kamu juga perlu beristirahat. Mungkin lebih baik kamu kembali ke kamarmu," kata Rona dengan lembut.

Alisha menggeleng. "Nanti, Bu. Saya akan menunggui Farhan sampai dia bangun. Takutnya dia bingung kalau bangun sendiri."

Rona mengangguk memahami. "Ya sudah kalau kamu maunya gitu, tapi jangan terlalu capek ya, terutama karena kamu lagi hamil. Farhan pasti akan baik-baik saja."

Alisha mengangguk patuh. Setelah Rona keluar, dia melanjutkan untuk mengompres luka Farhan.

***

Farhan terbangun saat dia mendengar suara adzan subuh yang merdu. Suara itu menyusup perlahan ke dalam mimpi-mimpinya, membangunkannya dari tidurnya dengan lembut. Dengan gerakan pelan, dia membuka mata dan memperhatikan langit-langit kamar yang terasa asing. Farhan kebingungan sesaat, bertanya-tanya sedang berada di mana dirinya saat ini.

Setelah sejenak memperhatikan sekeliling, dia akhirnya menoleh ke arah lain, hanya untuk lebih terkejut melihat Alisha tertidur di sofa di sisi kamar.

"Mb... Mbak Alisha?" gumam Farhan, suaranya masih dipenuhi dengan kebingungan. Dia mencoba mengingat-ingat apa yang terjadi semalam, dan memori terakhir yang dia miliki adalah saat dia terjatuh di depan kosan.

Farhan memperhatikan wajah Alisha yang damai dalam tidurnya. Kemudian dia perlahan bangkit dari tempat tidur dan duduk di tepi ranjang dengan hati yang bingung, dia melihat ada baskom dan kain tipis di meja samping tempat tidur, sepertinya Alisha memang merawatnya semalaman.

Dalam keheningan pagi yang masih tenang, Farhan menatap Alisha yang masih terlelap tidur dengan wajah yang damai— tanpa sadar senyum tipis terukir di bibirnya, seperti ada sesuatu yang hangat yang menyusup di hatinya.

Yang terbersit di benak Farhan adalah ingatan tentang kejadian semalam, di mana Alisha telah menyelamatkannya dari serangan preman. Sekarang, di pagi hari yang tenang ini, Alisha masih ada di sampingnya, menjaga dan merawatnya dengan penuh perhatian. Wajahnya yang damai itu membuat hati Farhan tersentuh, dan dia mulai menyadari bahwa perasaannya terhadap Alisha lebih dari sekadar rasa terima kasih.

Farhan bangkit dari tempat tidur dengan perlahan, merasakan kekakuan di tubuhnya setelah semalaman terbaring. Dia memperhatikan tangannya yang masih terhubung dengan selang infus. Ketika melihat infus yang tergantung di tiang, dia menyadari bahwa infusnya sudah habis. Dengan hati-hati, Farhan memutuskan untuk melepas jarum yang masih terpasang di tangannya. Namun, saat jarum itu tercabut, dia merasakan rasa sakit yang menusuk di kulitnya, dan darah pun sedikit mengalir dari bekas jarum tersebut. Farhan meringis kesakitan, tapi segera mengatasi rasa sakitnya dengan menutup bekas luka itu dengan kapas yang tersedia di dekatnya.

Perhatian Farhan kembali tertuju pada Alisha yang masih tidur dengan posisi duduk di sofa. Merasa iba untuk membangunkannya, Farhan memutuskan untuk menarik selimut di ranjang, kemudian melangkah mendekati Alisha lalu menyelimuti tubuh wanita itu. Namun saat selimut itu baru saja membungkus tubuh Alisha, perempuan itu justru terbangun.

Alisha kaget melihat Farhan yang sudah berdiri di sampingnya. "Farhan? Kamu udah bangun? Gimana keadaan kamu sekarang? Udah enakan?" tanyanya cemas.

Farhan tersenyum berusaha menenangkan Alisha. "Aku udah ngerasa lebih baik sekarang, Mbak. Maaf banget udah ngerepotin kamu," kata Farhan, merasa tidak enak hati karena Alisha menjaga dan merawatnya semalaman. "Kamu pasti kecapean ya, Mbak?"

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 4 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Menikahi Mantan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang