Bab 30. Tugas Pertama

202 7 0
                                    

Suasana pagi yang cerah menyambut kedatangan Alisha di butik Cantika— tempat kerja barunya sebagai penjahit akan dimulai. Ketika pintu butik terbuka, Alisha disambut oleh Maya, salah satu karyawan Cantika.

"Halo, Mbak Alisha, penjahit baru ya? Kenalin aku Maya, asistennya Kak Cantika," sapa Maya dengan ramah sambil mengulurkan tangannya untuk bersalaman. Alisha tersenyum, menyambut uluran tangan Maya. "Salam kenal, Mbak Maya."

"Udah siap kerja hari ini mbak Alisha?" tanya Maya basa-basi.

"Siap dong," jawab Alisha mantap.

"Kalo gitu, yuk aku anter ke ruanga mbak." Maya mengajak Alisha berjalan melintasi lorong butik yang dihiasi dengan bunga segar dan sentuhan seni di dinding. Mereka menuju ke ruang kerja Alisha, melewati rak-rak penuh dengan kain-kain berwarna-warni dan manik-manik berkilauan yang menggantung di sekitar mereka.

Setelah melewati lorong, mereka tiba di ruang kerja Alisha. Ruangan luas itu diterangi oleh cahaya alami yang masuk melalui jendela besar. Di tengah ruangan terdapat meja kerja Alisha yang luas, dikelilingi oleh berbagai mesin jahit modern dan perlengkapan menjahit lainnya. Di seberang meja Alisha, terdapat meja desain yang dikelilingi oleh berbagai macam kain dan alat desain.

Alisha terkesima melihat betapa terorganisirnya ruangan tersebut. Di sudut ruangan, juga terdapat rak-rak berisi gulungan kain berbagai warna dan tekstur, sementara di dinding terpampang gambar-gambar desain busana inspiratif.

"Kalau ada yang kurang, bilang saja, Mbak. Sebisanya nanti akan dipenuhi," ujar Maya, memecah lamunan Alisha yang masih terpesona dengan ruangan kerjanya.

"Terima kasih, Mbak," balas Alisha.

"Sama-sama. Selamat bekerja ya, mbak Alisha. Kalo gitu aku permisi dulu," kata Maya, sebelum pergi meninggalkan ruangan itu.

Setelah Maya pergi, Alisha duduk di meja kerjanya, masih terpesona oleh keindahan ruangan kerja yang baru saja ditempatinya.

Tak lama kemudian, Cantika memasuki ruangan dengan senyum ramah di wajahnya.

"Halo, Alisha! Maya baru aja ngasih tau kalo kamu udah dateng, makanya aku langsung ke sini. Gimana? Udah siap mulai kerja?" tanya Cantika sambil menaruh sebuah map berwarna-warni di atas meja Alisha.

Alisha tersenyum, "Siap dong, Kak."

Cantika mengangguk, "Good! Untuk tugas pertama kamu, aku pengen kamu bikin pola dan jahitin sebuah gaun cocktail buat klien kami. Ini detailnya," ujar Cantika sambil menunjuk map yang ada di atas meja.

Alisha membuka map tersebut dan memeriksa detail tugasnya. "Oke, Kak. Aku usahakan yang terbaik buat nyelesein tugas pertama ini," jawab Alisha sambil menatap pola dan spesifikasi yang ada di dalam map.

"Kalo ada pertanyaan atau misal kamu butuh bantuan, jangan ragu buat bilang ke aku atau ke Maya, ya," kata Cantika.

"Siap kak, Can."

Cantika tersenyum puas, sebelum pergi meninggalkan ruangan Alisha.

Alisha memperhatikan tugasnya dengan penuh antusias. Saat Alisha baru saja akan mulai mengerjakan tugas pertamanya, tiba-tiba pintu ruangan kembali terbuka. Alisha menoleh ke arah pintu dan kaget melihat Farhan yang masuk ke ruangan.

"Farhan?" desisnya, sedikit terkejut melihat pemuda itu.

"Pagi, Mbak," sapanya Farhan sambil berjalan ke meja yang berada di seberang meja Alisha.

"Itu meja kamu?" tanya Alisha agak canggung.

"Iya, ini meja aku. Kamu gak masalah kan? Kalo kamu kurang nyaman, aku bisa pindah sih," tawar Farhan sambil tersenyum canggung.

"Gak, kok. Sama sekali nggak," jawab Alisha, mencoba menyingkirkan rasa canggungnya.

"Syukur deh kalau gitu, semoga kedepannya kita bisa kerjasama dengan baik ya, Mbak," ucap Farhan sambil tersenyum.

"Aamiin," jawab Alisha.

Alisha dan Farhan pun mulai fokus pada pekerjaan masing-masing. Alisha duduk di depan mesin jahit, memilih benang yang tepat dan mengatur mesin jahit hingga sesuai. Alisha kemudian mulai menjahit potongan kain dengan presisi yang dibutuhkan untuk menciptakan pakaian yang sesuai permintaan klien.

Sementara itu, Farhan duduk di meja desainnya, sibuk mencoret-coret sketsa di atas kertas. Dengan setiap goresan pensil, dia menciptakan konsep yang akan menjadi koleksi terbaru dari butik Cantika.

Walaupun keduanya sibuk dengan pekerjaan masing-masing, terdengar sesekali percakapan ringan antara mereka. Mereka saling bertukar ide dan pandangan tentang proyek yang sedang mereka kerjakan, saling memberikan dukungan dan masukan yang membangun satu sama lain.

Hingga beberapa saat kemudian, jam istirahat tiba, Alisha mendekati Farhan sambil membawa tas lunch box di tangannya.

"Buat kamu," kata Alisha. Farhan menoleh dan memerhatikan sesuatu di tangan Alisha. "Apa ini, Mbak?" tanya Farhan, sedikit terkejut.

"Makan siang," jawab Alisha.

Farhan masih diam sambil memandang tas tersebut dengan bingung. "Terus, Mbak Alisha gimana?" katanya, tidak enak hati jika langsung menerimanya.

"Tadi aku sengaja nyiapin dua kok."

Mendengar jawaban Alisha, Farhan tersenyum senang. "Makasih, aku baru mau beli makan di warteg depan," ucapnya, menerima tas lunch box itu dengan penuh terima kasih.

Alisha tersenyum lembut. "Harusnya aku yang makasih. Karena kamu udah banyak bantu aku," katanya tulus. "Makasih juga karena kamu udah bantu aku dapat kerjaan."

Farhan terkejut. "Mbak dapet kerjaan ini kan karena mbak sesuai dengan yang dicari sama Kak Cantika."

"Tapi kamu yang pilih kan? Kamu juga yang nelpon aku buat wawancara," tebak Alisha.

Kaget, Farhan bertanya, "Kok mbak tahu?"

"Aku bisa ngenalin suara kamu, meski suara kamu disamarkan," jawab Alisha.

Farhan merasa sedikit malu.

"Udah kamu makan gih," kata Alisha, lalu balik badan untuk kembali duduk di balik meja kerjanya.

Farhan pun membuka lunch box yang dibawa Alisha, Farhan tersenyum melihat isi bekal yang dibawakan oleh Alisha. Meski sederhana, terdiri dari nasi goreng dan beberapa telur gulung, namun rasanya benar-benar cocok di lidah Farhan. Dia menikmatinya dengan lahap, bahkan meskipun nasi gorengnya sudah tidak hangat lagi, tetap terasa nikmat.

Sementara itu, Alisha juga sedang menikmati bekalnya sambil sesekali melirik Farhan yang sedang makan. Senyum lega terukir di wajahnya saat melihat Farhan begitu lahap menikmati makanannya. Namun, tiba-tiba dia terkejut melihat Farhan keselek dan batuk-batuk.

"Aduh, kamu gapapa?" tanya Alisha panik.

Tanpa berkata apa-apa, Alisha buru-buru mengambil tumblernya dan memberikannya pada Farhan. Farhan segera minum air dengan cepat untuk meredakan batuknya.

Setelah minum, Farhan menghela napas lega sambil mengusap dadanya.

"Pelan-pelan makannya," kata Alisha sambil menggelengkan kepala. Farhan jadi nyengir malu.

"Iya, maaf, mbak. Masakan mbak Alisha enak banget soalnya," puji Farhan dengan tulus.

Alisha terdiam sejenak. Pujian sederhana ini membuatnya merasa hangat di dalam, sesuatu yang jarang dia rasakan sebelumnya. Dulu, bahkan tidak pernah dia dengar pujian semacam itu dari Faisal. Justru sebaliknya, Faisal lebih sering memberikan kritik dan protes terhadap apa yang dibuatnya. Teringat akan hal itu, Alisha jadi merasa sedikit getir.

Melihat wajah sedih Alisha, Farhan jadi heran. "Kenapa, mbak? Kok mukanya sedih gitu?"

Alisha tersadar dari lamunannya dan menggeleng. "Gak kok. Kamu lanjut makannya deh," jawabnya, berusaha menyembunyikan perasaannya di balik senyumnya.

Menikahi Mantan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang