Bab 9. Istri Durhaka atau Suami Dzalim?

169 12 0
                                    

Minggu pagi, setelah shalat subuh berjamaah dengan Faisal. Alisha mencium tangan Faisal, "Mas, aku minta maaf kalau selama ini ada salah. Aku harap kamu bisa membimbing aku, biar aku bisa lebih baik."

Alisha memang masih sakit hati setelah mendengar pembicaraan Faisal dan ibu mertuanya tempo hari. Namun ia tak ingin terlalu fokus pada hal itu. Mengungkitnya di depan Faisal hanya akan menimbulkan konflik baru, atau bahkan lebih parah dari sebelumnya. Alisha lebih memilih mengalah, melupakan hal yang membuatnya terluka, demi keutungan keluarganya-- demi calon anak mereka juga.

"Iya, makanya kamu tuh yang nurut sama suami. Jangan banyak drama selama kita masih numpang di rumah orangtua aku," kata Faisal, seolah yang salah selama ini hanya Alisha.

Alisha menahan getir. Meski hatinya terluka, tapi dia tidak ingin memperbesar perkara dan memilih mengangguk.

"Iya, Mas. Aku berusaha kok," katanya Alisha, meski jawaban tersebut terasa pahit di lidahnya.

Faisal segera bangkit, sambil membenahi sarungnya. "Sekarang kamu bikinin aku kopi, gih."

Alisha segera melepas mukenanya. Lalu, dia memakai hijab khimarnya, sambil bicara pada Faisal yang berniat keluar dari kamar. "Mas, nanti bisa anter aku ke bidan kan? Waktunya aku periksa."

"Iya, nanti aku anter," kata Faisal sambil keluar kamar.

Alisha pun menyusul keluar kamar dan berjalan menuju dapur, berniat membuatkan kopi untuk Faisal.

Saat berjalan menuju dapur, Alisha berpapasan dengan Farhan yang baru pulang setelah jamaah di masjid. Alisha yang tidak ingin ada kesalahpahaman lagi, hanya mengangguk singkat pada Farhan, kemudian berjalan menuju dapur, menghindari pembicaraan yang tidak perlu.

Farhan pun nampaknya memahami itu dan melakukan hal yang sama. Dia melangkah menuju kamarnya tanpa memedulikan Alisha.

Tiba di dapur, Alisha segera merebus air untuk membuat kopi. Saat itulah, tiba-tiba terdengar suara teriakan Nur memanggil.

"Alisha!!" teriak Nur dengan keras.

Alisha kaget dan segera menghampiri sumber suara yang berasal dari kamar mandi. "Iya, Bu," jawab Alisha.

Sesampainya di kamar mandi, Nur tampak kesal berdiri di depan pintu kamar mandi.

"Kenapa, Bu?" tanya Alisha.

"Ibu barusan hampir aja kepleset di kamar mandi, masih untung gak sampai jatuh," keluh Nur dengan nada jengkel. "Kamu gimana sih? Kan ibu udah bilang, sering-sering nyikat lantai kamar mandi, biar gak licin."

"Iya, Bu. Maaf, aku lupa," kata Alisha, merasa tidak enak hati atas teguran mertuanya.

"Lupa terus kamu ini, sekarang kamu sikat sana," titah Nur dengan nada kesal.

"Sebentar ya, Bu. Aku bikin kopi buat Mas Faisal dulu. Mas udah nungguin soalnya," jelaskan Alisha, tetapi wajah Nur tampak tak sabar menunggu lagi.

"Ibu juga buru-buru, Alisha. Mau wudhu sholat subuh. Udah buruan kamu sikat sekarang," desak Nur.

Alisha tampak dilema, tapi akhirnya menuruti permintaan Nur. Dengan cepat, ia masuk ke kamar mandi dan meraih sikat untuk menyikat lantainya. Ia berusaha menghilangkan lumut-lumut samar yang membuat lantai kamar mandi jadi licin.

"Agak cepet nyikatnya," kata Nur, mulai tidak sabar.

"Iya, Bu," sahut Alisha sambil berusaha mempercepat kerjanya.

Alisha baru selesai menyikat setengah bagian dari kamar mandi yang cukup luas, namun saat itu ada aroma asap yang menguar di sekitar.

Nur menatap sekeliling dengan wajah bingung, "Bau apa ini?" ujarnya heran. "Alisha, kamu gak lagi masak kan?" tanyanya.

"Astaghfirullah, aku tadi ngerebus air buat kopi Mas Faisal, Bu," jawab Alisha panik, lalu segera bangkit dan bergegas menuju dapur.

Nur mengikuti dari belakang sambil menggerutu, "Kamu gimana sih?"

Setibanya di dapur, Alisha kaget melihat ceret yang sebelumnya digunakan untuk merebus air sudah menghitam legam seluruhnya karena terbakar api. Alisha dengan cepat mematikan kompor gas.

"Ya Allah, untung aja rumah kita gak sampe kebakaran, Alisha," keluh Nur. "Harusnya kalau lagi ngerebus air jangan ditinggal-tinggal!"

"Maaf, Bu. Tadi juga karena ibu yang manggil," kata Alisha. "Kan aku disuruh nyikat kamar mandi."

"Sekarang kamu nyalahin ibu?" Nur tidak terima.

"Ada apa ini? Kok bau asap?" Faisal muncul bersama dengan Farhan dan Farida. Mereka semua panik.

"Bau asapnya pekat banget, apa sih yang kebakar?" Farida heran.

"Alisha tadi ngerebus air, terus lupa. Liat itu ceret kesayangan ibu sampe item gosong gitu," jelas Nur.

"Ngerebus air doang, kok bisa lupa sih, Alisha?" tanya Faisal.

"Maaf, Mas. Tadi itu--"

Belum sampai Alisha menjelaskan, Nur lebih dulu menyela. "Tadi ditinggal ke kamar mandi, kelamaan sih makanya sampai gosong. Untung tadi ibu cepet nyium bau asap, jadi gak sampai kebakaran."

Alisha menatap Nur, antara kesal dan kecewa. Namun, ia merasa percuma mengatakan hal yang sebenarnya. Tak akan ada yang berpihak padanya—kecuali Farhan, mungkin.

"Tiap hari ada aja dramanya," ucap Farida sambil geleng kepala, lalu meninggalkan dapur.

"ibu mau solat subuh dulu," pamit Nur sambil melangkah pergi.

Farhan yang tak ingin berada di antara kakak dan kakak iparnya pun segera melengos pergi.

Tersisa Faisal yang menatap Alisha dengan kesal. "Disuruh bikin kopi aja jadi kayak gini, bisa gak sih kamu ngelakuin sesuatu yang bener?"

"Mas, tadi itu aku disuruh ibu nyikat kamar mandi," coba Alisha membela diri.

"Sekarang kamu nyalahin ibu aku?"

Alisha merasa terjepit. Dia tak ingin menyalahkan siapapun, hanya mencoba menjelaskan apa yang terjadi. Namun, jawabannya tampak tak cukup untuk meredakan amarah Faisal.

"Nggak, Mas. Emang semua salah aku, harusnya tadi aku matiin kompor waktu dipanggil ibu," ucap Alisha, berusaha menghindari perdebatan tak berkesudahan.

"makanya kalo mau ngapa-ngapain tuh otak dipake!! Jangan asal-asalan."

Alisha makin tersinggung dengan ucapan Faisal.

Suasana semakin tegang di antara mereka. Alisha merasa disalahpahami dan tak bisa menahan emosinya lagi.

"Mas, aku kan udah minta maaf. Kenapa kamu ngomongnya kayak gitu?" ucap Alisha, kecewa.

Faisal masih terlihat kesal. "Kamu itu bisanya cuma minta maaf. Emang maaf kamu bisa langsung nyelesein masalah?" ucapnya dengan nada menyalahkan.

Alisha merasa tak bisa menerima tuduhan itu. "Tapi kamu juga marah-marah tanpa ngerti kejadian yang sebenernya, itu gak adil buat aku," ujarnya dengan suara gemetar.

Faisal menggeleng, ekspresinya masih penuh dengan kemarahan. "Ini yang bikin aku makin eneg sama kamu, udah salah masih aja gak mau disalahin," tuturnya dengan penuh kekecewaan.

Alisha tak habis pikir dengan sikap suaminya--semakin dia mengalah, nyatanya Faisal makin tak bersalah.

"Oke! Emang aku yang salah, selalu aku uang salah, kamu gak pernah salah," sindir Alisha berharap suaminya cukup tahu diri untuk memahami makna yang tersirat dari ucapannya.

Menikahi Mantan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang