Bab 20. Keputusan Bercerai

178 4 2
                                    

Hingga larut malam, Alisha tak bisa tidur. Kata-kata talak yang dilontarkan Faisal seolah terus berputar di kepalanya, menyiksanya tanpa henti. Alisha membolak-balikkan tubuhnya di atas kasur, merasa perutnya menegang dan agak sakit. Mungkin dia sudah terlalu stres, hingga janinnya pun mulai merespons karena merasa tidak nyaman.

Alisha mengelus perutnya dengan lembut, seolah ingin menenangkan janin yang ada di dalam sana. "Kenapa, Sayang? Kamu takut ditinggalin ayah?" Bisiknya dengan lembut. "Kita berdoa saja, semoga Allah memberikan jalan terbaik untuk kita berdua."

Sementara itu, di ruang tengah, Faisal duduk dengan serius bersama Nur dan Farida, mereka terlibat dalam diskusi yang mendalam.

"Sebenernya dari kapan hari aku udah mikir buat pisah sama Alisha, Bu," ungkap Faisal dengan nada tegang. "Tapi aku juga butuh pendapat ibu, sebagai orangtua, menurut ibu gimana?"

Nur terdiam sejenak, seolah tengah merenung. "Di dunia ini gak ada orangtua yang pengen rumah tangga anaknya berantakan," ujarnya akhirnya. "Tapi semua orangtua pasti pengen anaknya bahagia. Selama ini, yang ibu liat istri kamu memang cuma bisa bikin masalah buat kamu, jadi ibu juga gak akan halangi kamu, kalau memang kamu mau menceraikan dia."

Farida juga ikut memberikan pendapatnya, "Aku juga setuju aja sih, kalo mas Faisal mau cerai sama mbak Alisha, lagian aku ngerasa kurang cocok juga sama dia."

Di sisi lain, Farhan baru saja pulang kerja lembur dan tanpa sengaja mendengar pembahasan tentang 'cerai' dari kejauhan. Farhan memperhatikan situasi dengan perasaan tidak enak.

"Ada apaan? Kok kayaknya lagi bahas sesuatu yang serius?" tanyanya, mencoba mencari tahu apa yang sedang terjadi.

"Mas Faisal mau cerein mbak Alisha," sahut Farida.

Farhan terdiam sejenak, menatap keluarganya dengan ekspresi tak habis pikir. "Jadi semuanya pada ngumpul di sini buat bahas rencana mas Faisal mau cerein mbak Alisha?" Farhan menoleh pada Faisal. "Tega-teganya kamu, Mas. Mbak Alisha bahkan lagi hamil— masih hamil muda malah. Sekarang ini dia lagi butuh-butuhnya support dari suami, kenapa malah kamu cerein?"

"Kamu nggak ngerti masalahnya, Farhan. Aku ambil keputusan ini juga gak mudah, ini juga sulit buat aku," balas Faisal dengan nada yang tertekan.

Nur turut berbicara, mencoba memberikan sudut pandangnya, "Farhan, kamu itu belum pernah menikah. Jadi gak tahu sulitnya ada di posisi kakak kamu. Sekarang ini, sebagai keluarga kita cuma bisa kasih dukungan."

"Dukung mas Faisal? Dengan keputusan dia yang keburu-buru?" Farhan terlihat sangat kesal.

Farida tak bisa menahan diri untuk tidak ikut berbicara, "Mas Farhan ini sok tau banget sih? Siapa bilang mas Faisal ambil keputusannya keburu-buru? Mas Faisal itu udah sabar banget ngadepin mbak Alisha yang tiap hari ada aja ulahnya." Jelas Farida. "Tadi itu juga parah banget, mbak Alisha pergi ke pasar, tapi malah gak balik sampe jam satu siang. Mana baliknya gak bawa belanjaan lagi. Pake alesan gak masuk akal lagi, bilang lagi di rumah sakit, nganterin korban kecelakaan."

Farhan menarik napas panjang, berusaha menahan emosinya agar tidak meledak. "Jadi salah satu alasan keputusan buat cerein mbak Alisha gara-gara mbak Alisha telat pulang dari pasar?" tanyanya dengan penuh amarah. "Asal kalian semua tau, mbak Alisha nggak bohong, dia emang pergi ke rumah sakit. Aku saksinya! Tadi aku sempet nganter bos aku ke rumah sakit, buat nengokin temennya yang kecelakaan. Dan temen bos aku itu, yang nolongin mbak Alisha. Jadi dia nggak bohong."

Semua menatap Farhan, mendengarkan penjelasannya. Namun seolah penjelasan itu tidak memberi pengaruh apapun pada keputusan yang sebelumnya mereka diskusikan.

Farhan memandang Faisal dengan pandangan memohon, "Mas, mending dipikirin lagi. Jangan sampe mas Faisal nyesel udah nyia-nyiain istri kamu," ujarnya dengan suara bergetar.

"Apa kamu sekongkol sama Alisha? Tadi Alisha nggak kunjung balik karena ketemuan sama kamu di luar? Kalian selingkuh? Makanya saling nutupin?!" tanya Faisal dengan nada dingin.

Farhan tercekat, tak habis pikir karena kakaknya bisa menanyakan hal semacam itu. Kecurigaan tak berdasar membuatnya merasa tercabik-cabik. Seolah tak mampu menahan kemarahannya, Farhan menarik kerah baju Faisal dengan keras hingga Faisal yang semula duduk jadi terpaksa berdiri.

Dalam sekejap, pukulan keras dari Farhan terhujam ke wajah Faisal. Tubuh Faisal terhempas ke belakang, jatuh tersungkur dengan keras ke lantai. "BRENGSEK!" teriak Farhan.

Nur terkejut melihat kejadian tersebut, matanya tak berkedip, tak pernah membayangkan situasi ini akan terjadi di antara anak-anaknya. Farida pun terlihat sangat panik.

Alisha, yang berada di dalam kamar, terkejut mendengar teriakan dan suara benturan keras dari lantai. Hatinya berdegup kencang, merasa kekhawatiran yang mendalam. Alisha keluar dari kamarnya dengan cepat, langkahnya terburu-buru menuju ruang tengah, ingin mencari asal suara keributan yang terdengar begitu keras.

Sesampainya di ruang tengah, Alisha tersentak melihat pemandangan yang mengejutkan. Farhan dan Faisal sudah terlibat dalam baku hantam, pukulan mereka saling bertubi-tubi, menciptakan dentuman yang menggema di ruangan.

Farida dan Nur menjerit panik, berusaha keras melerai pertengkaran itu. Mereka berusaha keras memisahkan Farhan dan Faisal, tak ingin situasi semakin memanas.

Alisha buru-buru menghampiri mereka, lalu menarik lengan Faisal dengan keras. "Mas, jangan! Mas, udah cukup!" desaknya dengan suara gemetar, mencoba membujuk Faisal untuk menghentikan pertengkaran. Nur dan Farida juga berusaha keras memegangi Farhan dari sisi kiri dan kanan.

Faisal yang melihat kemunculan Alisha justru semakin marah. "Ini semua gara-gara kamu!" bentaknya dengan nada tinggi, jarinya menunjuk tajam ke arah Alisha.

Alisha terkejut mendengar bentakan Faisal. "Kenapa jadi gara-gara aku sih, Mas? Kenapa tiap ada kejadian apa pun, kamu selalu nyalahin aku?" tanya Alisha dipenuhi perasaan kecewa. Tatapannya mencari penjelasan dari Faisal yang kini tampak begitu marah.

Sebelum Faisal sempat menjawab, Farhan lebih dulu berteriak emosi pada Faisal. "Bajingan! Mulut lo emang minta diancurin!" Farhan berniat maju untuk menghajar Faisal lagi, namun Nur dengan cepat menarik Farhan, lalu menampar wajahnya dengan keras. "Cukup, Farhan! Kamu jangan keterlaluan!" tegurnya dengan suara tegas, menunjukkan bahwa dia sudah cukup kesal dengan pertengkaran ini.

"Mas Faisal yang keterlaluan, Bu! Mas Faisal yang nuduh aku selingkuh sama mbak Alisha, kenapa ibu juga selalu nyalahin aku?" protes Farhan, masih terbakar emosi.

Alisha yang mendengar kemarahan Farhan juga tampak tercekat, dia menoleh pada Faisal dengan pandangan berkaca-kaca. "Kecurigaan kamu itu dasarnya apa sih, Mas? Kenapa kamu tega banget nuduh aku sama adik kamu sendiri?" desaknya dengan nada penuh kesedihan, mencari kejelasan dari suaminya yang kini tampak begitu terombang-ambing dalam amarahnya.

*** 
Terima kasih sudah mampir, jangan lupa komen... 

Menikahi Mantan Kakak IparTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang