"Untuk apa dana sebesar ini?"
Kali ini, Itachi dihadapkan dengan [Name] yang menggunakan kaca mata dan duduk di posisi tengah. Tangan [Name] terulur. Menyerahkan dokumen ke arah sisi kanannya.
Sosok itu meneguk ludahnya kasar. "Upah tenaga kerja, Bu."
[Name] tersenyum tipis. "Bukankah aspek ini masih dalam rentang tugas tenaga kerja kita? Upah tenaga kerja bisa dilakukan sesuai dengan kontrak. Jadi, revisi ini!"
Ruangan hening. Hanya ada satu sosok yang bersuara dengan anggukan lemasnya. "Ya, Bu."
"Rapat sampai di sini!"
[Name] mengundurkan kursinya. Ia mulai beranjak. Menatap manik mata sosok yang tepat ada di kanannya seraya berujar, "Oscar, tolong kirimkan salinan dokumen kepadaku! Lalu, kau sudah menyiapkan apa yang aku perintahkan?"
Oscar menganggukkan kepalanya. Ia mencekal lengan [Name] seraya berujar, "mau berangkat sekarang? Biar aku-"
[Name] tersenyum. "Tidak perlu! Aku bisa sendiri. Terima kasih! Istirahatlah!"
[Name] segera berlalu tanpa menunggu bagaimana reaksi dari sosok yang dipanggil Oscar itu. Itachi mengernyitkan dahinya tidak suka ketika melihat tatapan Oscar kepada [Name].
Itachi mengikuti langkah [Name]. [Name] bergerak ke arah bawah. Langkahnya mendekat ke suatu alat. Alat yang cukup luas. Itachi mampu masuk tanpa membuka knop pintunya.
Di sana, tangan [Name] terulur ke arah belakang. Meraih sebuah tas kertas dan melangkah ke arah belakang. Itachi mengikuti [Name].
Alangkah kagetnya Itachi kala ia mengetahui bahwa [Name] berganti pakaian di dalam alat yang cukup sempit. Membuat Itachi otomatis mengalihkan pandangannya di kala ada semburat merah di pipinya.
[Name] kembali ke bangku kemudi. Melepaskan kacamata miliknya. Tangannya terulur. Menguncir rambutnya ke atas. Lalu, menghapus riasan dan kembali memasang riasannya.
Itachi terkekeh melihat langkah [Name] yang begitu cepat dan mahir. Ia bergumam, "tanpa merias diri pun, kau tetap cantik, [Name]."
Sayangnya, ucapan Itachi tidak terdengar. Hal itu membuat [Name] tetap melanjutkan kegiatannya. Selama ia merias, tangan kiri [Name] bergerak cepat. Menekan sebuah nomor dan memanggil sosok di baliknya. Membuat nada tunggu terdengar.
"Mau ikut ke Tokyo? Sepuluh menit dari sekarang, kutunggu di bandara."
Tanpa mendengar omelan lebih lanjut dari pihak seberang, [Name] mematikan teleponnya. Ia tersenyum simpul. Sembari mengendarai mobilnya, ia berujar, "ulang tahun kali ini pasti akan lebih baik daripada ulang tahun kemarin, bukan?"
Itachi mengernyitkan dahinya heran. Ulang tahun?
✧
Itachi berganti tempat. Kali ini, ia melihat dirinya yang tengah bersujud di kamar [Name] masa lalu. Dengan tangisan yang mendera, ia melihat sosoknya yang bergumam, "maafkan aku yang terlalu tidak enak hati untuk menolak orang lain sehingga melukaimu tanpa sadar, [Name]! Maafkan aku!"
Ah, jadi ini? Alasan sepele inilah yang membuatnya kehilangan [Name]?
Itachi mengepalkan tangannya. Sebuah kesalahan fatal yang timbul hanya karena dirinya merasa tidak enak hati sehingga ia tidak mampu menolak permintaan orang yang mampu menyakiti istrinya sendiri.
Itachi berdecih. Sebuah pemikiran bodoh. Pemikiran yang tidak akan ia ulangi kembali! Ia berjanji itu!
✧
KAMU SEDANG MEMBACA
[On Going] Red Butterflies Soar [Itachi X Readers]
FanfictionJam berdenting. Ia melipat bibir tipisnya. [Name] Uchiha, keturunan tunggal sekaligus pewaris sah keluarga kaya raya Uchiha, membulatkan tekad. Ia memang berhasil menyelesaikan permasalahan rumit klan, mencegah kudeta, dan menjaga anggota klan tetap...