01

80 9 0
                                    

Rambut lurus dengan potongan sebahu, warnanya hitam pekat, terurai begitu saja. Gadis kecil itu memakai dress hitam classic, ia duduk di kursi taman bermain, di bawah pohon rindang dengan angin sepoi-sepoi yang membuat helaian rambutnya menari-nari di wajahnya.

gadis itu memperhatikan satu anak laki-laki yang sedang bermain bola di taman itu.
"GOL!!!" suara teriakan mereka saat berhasil mencetak point pada lawan. Gadis itu ikut tersenyum melihat laki-laki yang ia pandang sangat bahagia saat ini.

"anak-anak! waktunya pulang!" Suaranya yang begitu lembut, dengan lantang ia memanggil kelima anak laki-lakinya untuk pulang.
Wanita itu melambai-lambaikan tangannya sebagai tanda tempat berkumpul. Kemudian, mereka satu persatu berlarian ke arah nya, lalu mereka berjalan pulang sambil bercerita kecil.

wajah gadis itu perlahan murung saat anak laki-laki itu telah pergi dari taman. Matahari mulai tenggelam, gadis itu tetap duduk di kursi taman sambil menatap indahnya langit yang tergambar di pandangannya.

"jia!" gadis itu terkejut mendengar suara berat yang menakutkan tiba-tiba saja datang dari belakang punggungnya. Seluruh tubuhnya gemetar, tatapan nya tidak lagi fokus ke langit.

"pulang!" Kemudian, langkah kaki terdengar menjauh dari pendengaran gadis kecil tersebut. Dengan perlahan ia mengatur nafas, menetralkan seluruh tubuhnya yang gemetar sebelum pulang ke rumah. Langkah kaki yang masih gemetar, ia menundukkan pandangannya sambil berjalan ke arah ruang tamu.

Pria bersuara berat itu duduk di sofa ruang tamu dengan tatapan mata yang tajam begitu menakutkan.
Ia mengenakan setelan jas kantor yang rapi, wangi parfumnya masih tercium meskipun ia berkerja selama 12 jam lamanya.

"Apa yang sudah kamu lakukan?" Pertanyaan dengan nada yang tegas, serta suaranya yang berat membuat gadis itu ketakutan setengah mati, dia terus saja menunduk dan memainkan jemari tangannya.

"ayah...,a-aku..." Ternyata pria ini adalah ayah dari gadis kecil itu. Perlahan dia berdiri dan berjalan ke arah meja kecil, pria itu mengambil sebuah rotan panjang. Lalu, ia kembali duduk dengan memegang rotan di tangannya.

"Menghadap lah ke kiri" gadis itu perlahan menghadap kiri, kini jantungnya berdetak lebih kencang. Ayahnya menarik tangannya ke atas, lalu mendaratkannya di kaki gadis kecil itu.

Dia terus mencambuk anak gadisnya dengan rotan, anak itu terus menangis sambil menjerit kesakitan. Air matanya tidak berhenti mengalir di pipinya.

"Ampun ayah..., jia minta maaf!,"

"jia janji akan les..., jia janji, tidak akan bolos lagi!" Seakan tuli, ayahnya terus saja memukuli anak gadisnya sampai kakinya membiru dan luka.

"pergi ke kamar mandi, sekarang!" Suara bentakan yang keras membuat tangisannya semakin pilu.

"ayah, aku mohon jangan mengunci ku lagi dari luar...,"
gadis itu memohon sambil menyatukan telapak tangannya. Tak kunjung bergerak, pria itu terpaksa menyeret anak gadisnya ke dalam kamar mandi. Kemudian, ia mengguyur tubuh kecil gadis itu dengan air dari bak mandi.

"ayah!, ku mohon bukalah!, aku mohon jangan di kunci ayah!" Mau sekuat tenaga pun, gadis itu tetap saja tidak bisa membuka handle pintu.

Setelah mengunci pintu, pria itu langsung pergi ke dapur dan mengambil secangkir air putih. Diminumnya dengan cepat, kemudian ia bersandar pada kabinet dapur. Perlahan tangan kirinya memijat pelipis keningnya dan menarik nafas dalam-dalam.

Gadis itu terduduk menangis di belakang pintu dengan mata yang sembab, isakan tangisnya terdengar sangat pilu. Dengan luka baru yang terkena air membuatnya sangat kesakitan.

ANINTYA  (2007) [ON GOING!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang