"16 Juni 2006,
Hari ini aku duduk di kursi lapangan bola, jam 7 malam. Bekal ku tidak di makan olehnya, Johan bilang dia tidak hadir hari ini. Ini sangat langka, kenapa dia tidak bermain bola? Apa dia kelelahan? Tapi, selama ini dia tidak pernah mengenal kata lelah. Kecuali, pelajaran sekolah. Aku harap besok dia akan bermain lagi, semangat lah jovian. Aku pasti mendukung mu untuk menjadi pemain terkenal, seluruh dunia akan tahu tentang dirimu"
Setelah menuliskan itu Jia menutup bukunya dan mengambil bekal yang masih utuh. Ditatapnya dengan wajah lesu, sungguh ia ingin tahu apa yang terjadi sehingga jovian tidak bermain bola hari ini.
Saat menghela nafas, mata Jia tak sengaja melihat jovian duduk di tanah dengan badannya yang bertumpu pada kedua tangannya di belakang.Tatapan jovian hanya melihat langit gelap yang sedikit keunguan dengan bertaburan bintang-bintang. Jia hanya memperhatikan jovian, dengan tak sengaja mata mereka bertemu. Jia langsung memalingkan wajahnya, dirinya kembali gugup seperti sebelumnya.
Jovian tersenyum dan duduk mendekati Jia, "kau belum pulang?" Jia tidak menjawab.
"Kau begini lagi, padahal saat kita satu ruangan kau dan aku sudah begitu akrab" imbuhnya, perlahan Jia menoleh kearah jovian yang menatap langit.
"Kau...," Jia menghentikan perkataannya, ia melihat wajah jovian begitu lebam. Raut wajah Jia berubah sangat khawatir, "kau terluka" lontar Jia.
Jovian hanya tertawa, "coba lihat bulan disana," jovian menyuruh Jia melihat ke arah bulan yang berbentuk purnama indah, begitu banyak di kelilingi oleh bintang berkelap-kelip.
"Cantik, bukan?" Jia tidak mengerti maksudnya.
"Aku sangat suka melihat bulan dan bintang, bagaimana dengan kau?".
Jia kembali melihat bulan, ia membernarkan posisi duduknya dan tersenyum.
"Sangat suka, maka dari itu aku selalu pulang malam. Selain itu, aku juga merasa tenang dan nyaman saat melihatnya".
"Benar, mereka itu sangat indah. Tapi, sangat susah untuk kita gapai. Apa kau pernah terpikirkan untuk pergi mengambil bulan dan bintang itu?" Jia menelengkan kepalanya.
Jovian terkekeh, "maaf aku tidak tahu sedang berkata apa" terangnya.
"Luka mu, tunggu sebentar" Jia mengambil kotak obat di dalam tasnya, kemudian ia meminta izin untuk mengobati luka jovian dan di izinkan oleh jovian.
"Apa kau selalu membawa kotak obat kemanapun? Apa kau ingin menjadi dokter?".
"Tidak, aku ceroboh. Jadi, aku selalu membawa kotak obat kemanapun" jovian mengerti. Tidak ada suara, hanya deru nafas mereka yang beradu. Beriringan dengan suara katak, jangkrik dan hama kecil lainnya.
Lagi-lagi mata jovian menatap seluruh wajah Jia, jantungnya kembali berdebar kencang. Mata cantik, hidung mancung, bibir tipis berbentuk hati, serta kulit bersih yang membuat Jia semakin bersinar Dimata jovian.
Tangan Jia sangat telaten mengobati sisi bibir jovian, kemudian naik untuk membersihkan sisi mata jovian yang sedikit membiru. Namun, pergerakan Jia berhenti karena tatapan mereka bertemu. Kali ini mereka bertatapan sangat lama, angin lembut membelai helaian rambut Jia. Suasana sungguh mendukung untuk kedua insan kali ini.
Wajah mereka sangat dekat, lebih dekat. Namun, Jia tersadar. Berdeham memulihkan keadaan suasana saat ini, keduanya membuang muka kearah yang berlawanan. Canggung, suasana menjadi canggung seketika.
"Ka-kau, kau mau membersihkan sendiri?" Jia memberikan kapas nya kepada jovian, tangan jovian terulur menerima kapas tersebut. Dengan gugup ia membersihkan lukanya, tapi tangannya yang tidak pandai mengobati malah menekan daerah yang terluka.
Jovian meringis kesakitan, lantas Jia langsung mengambil kapas tersebut dan mengobati jovian dengan wajah yang serius.
"Aku tidak terbiasa, aku juga tidak tahu cara membersihkan luka" jelas jovian.
"Sudah selesai" kata Jia. Jovian mengucapkan terimakasih kepada Jia. Jia hanya mengangguk dan membereskan barang-barangnya.
Mata jovian tak sengaja melihat sebuah kotak bekal yang berlapis kain ungu di samping Jia, "oh? Kotak bekal ku" desaknya.
Jia gelagapan, ia langsung menyembunyikan bekal tersebut. Wajahnya menunduk ketakutan membelakangi jovian.
"Jia?".
"Tidak, aku tidak ingin dia tahu sekarang".
"A-ah, aku, aku, aku harus pulang sekarang. Ayahku sudah mencari ku, sampai jumpa kembali" Jia pergi berlarian meninggalkan jovian sendiri dilapangan. Jovian terus meneriaki namanya, tapi di acuhkan oleh Jia.
"Apa dia orangnya? Apa selama ini dia orangnya?" Jovian terus menerka-nerka apa benar Jia adalah orang yang memberikannya bekal sedari SD itu.
Entah kenapa hati jovian terasa menggelitik, sungguh aneh. Tapi ini nyata, ia tidak tahu apa yang ia rasakan saat ini. Jovian bingung untuk mengekspresikan perasaan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINTYA (2007) [ON GOING!]
Teen FictionJia jenica adalah anak kecil yang mencintai seseorang dari usia 6 tahun, ia memendam rasa itu sendiri. pria yang dia kagumi tidak peka terhadap dirinya selama bertahun-tahun. Berawal dari menolong Jia jatuh saat belajar bersepeda di lapangan, sehing...