"Kau anak hasil hubungan yang terlarang, artinya kau haram".
Deg.
Mata jovian berlinang, dadanya sungguh sakit seperti tertusuk paku yang besar. Dirinya terkulai lemas. Wajahnya tertunduk sebentar, menarik nafas panjang dan mengangkat kepalanya. Entah apa yang ada di pikiran anak ini sekarang, Surya bingung karena jovian malah tersenyum lebar di hadapannya.
Jovian mendekati Surya, "apa kau sudah lama menyimpan ini?" Surya menautkan alisnya.
Jovian memegang bahu Surya dan terkekeh, "sepertinya banyak hal yang sudah kau tahu, mari diskusikan bersama ibu" jovian mengangkat sebelah alisnya sebentar.
"Ayo pulang bersama, aku jadi ingin tahu lebih banyak tentang hidupku" ajaknya.
Jovian mendahului Surya, Surya masih tidak habis pikir dengan adik angkatnya satu ini. Tidak seperti orang-orang pada umumnya yang jika di beritahu kenyataan akan bersedih.
Hari ini jovian terus tersenyum saat dirinya melihat Surya, tidak biasanya dia seperti ini dihadapan Surya. Sampai adik-adiknya bingung dengan kelakuan kakak keduanya ini, sebenarnya mereka semua memaklumi kelakuan jovian yang sangat tidak masuk akal selama ini. Namun, kali ini berbeda.
Jovian yang biasanya cemberut saat melihat Surya, kini malah tersenyum lebar.
Untuk hari ini jovian tidak bermain bola di lapangan seperti biasanya, ia ingin mendengar semua kenyataan yang sebenarnya. Tentang dirinya dan ayahnya, selain itu juga kenapa dirinya hidup dengan keluarga Surya.
Pukul 6 malam, ibu pulang dengan wajah yang lelah. Tapi dia masih bisa tersenyum dan menghempas semua rasa lelahnya saat melihat anak-anaknya yang menyambut kepulangannya.
"Bagaimana ujiannya? Apa anak-anak ibu bisa menjawabnya?" Tanya sang ibu.
"Ibu berganti lah pakaian dulu, dan istirahat lah sebentar. Ibu pasti lelah setelah bekerja dari subuh" saran Surya yang mendorong ibunya untuk pergi ke kamarnya.
"Baiklah baiklah, kalian ingin ibu masakan apa?".
"Aku ingin makan mie instan ibu" ujar Setyo dengan wajah penuh permohonan.
Ibunya hanya tertawa melihat tingkah anak bungsunya ini, dipeluknya dengan manja sang anak.
"Baiklah, yang lain setuju untuk makan mie? Atau mau makan yang lain?" Tanya ibunya lagi, semuanya menggeleng menandakan setuju dengan permintaan sang bungsu.
Sang ibu segera mengganti pakaiannya dan mulai memasak apa yang mereka inginkan tadi, "ayo berdoa" selesai berdoa mereka makan tanpa bersuara seperti biasanya. William selalu menjadi orang pertama yang menghabiskan makanannya, setelah itu ia mencuci piring dan pergi ke kamarnya.
Namun langkahnya terhenti saat suara jovian terdengar di keheningan ini, "dimana ibuku, ibu?" Semua aktivitas mereka terhenti, semuanya menatap jovian.
Jovian tertawa kecil, "maaf jika aku membuat kalian terkejut, aku hanya ingin bertanya dan berusaha tidak membuat kalian terkejut" ujarnya.
Jovian tersenyum kearah ibunya, "aku anak angkat ibu bukan? Tidak apa-apa, aku tidak terluka. Aku hanya ingin tahu tentang hidupku, mungkin hidup ibu juga".
Ibunya yang ingin menyuapkan makanan kedalam mulutnya kembali menaruhnya di piring, ia tertawa canggung terhadap jovian.
"Anak ibu sedang berbicara apa? Ibu tidak paham, lanjutkan makan mu. Kita tidak boleh berbicara sebelum makanan habis" imbuh sang ibu.
"Tadi sepulang sekolah kak Surya memberikan pernyataan kepada ku, bahwa aku anak angkat ibu. Tapi kita satu ayah, aku hanya ingin bertanya dimana ibu ku berada dan kenapa ia meninggalkan ku. Aku juga penasaran seperti apa bentuk ayahku dan ibuku, apa aku mirip dengan ibu atau ayah. Aku juga ingin tahu kena–".
"BERHENTI!" ucapan jovian terpotong oleh teriakan sang ibu, semuanya terkejut. Mata sang ibu telah memerah dan bergenang air mata.
"Cukup..., jangan katakan apapun lagi" kemudian sang ibu pergi ke kamarnya dan menguncinya dari dalam. Semua mata melihat gerakan sang ibu tanpa melewatkan sedikitpun, Semuanya khawatir.
Surya memukul meja makan dengan keras, rahangnya mengeras. Dengan cepat ia dekati jovian dan melayangkan pukulan kuat di wajah jovian, semua adiknya terkejut menyaksikan kejadian ini didepan mata mereka. Jovian terjatuh dari kursi makan nya.
Hidung dan bibirnya mengeluarkan darah, tanpa jeda Surya kembali memukul jovian sekuat tenaganya. Setelah beberapa pukulan, semua adiknya memisahkan mereka. Tenaga kuat hakim menarik Surya menjauh sedangkan William dan Setyo menarik jovian agar tidak di pukuli.
"DASAR TIDAK TAHU DIRI!! DENGAN MULUT ENTENG MU ITU MEMBUAT IBUKU MENGELUARKAN AIR MATANYA!! KAU MENYAKITI HATI IBUKU!!,"
nafas Surya terengah-engah mengeluarkan semua emosinya, "PERGI KAU DARI RUMAH INI!! PERGI!! KAU HANYA MEMBUAT LUKA DI RUMAH INI!! KAU HANYA TAHU MAKAN, TIDUR DAN BERMAIN!! TANPA KAU TAHU IBUKU DENGAN SUSAH PAYAH MENCARIKAN UANG UNTUK KAU BERSEKOLAH!!".
"LEBIH BAIK KAU IKUT MATI BERSAMA KEDUA ORANG TUAMU ITU!! MATILAH KAU!!" semua jeritan emosi yang ada di hati Surya begitu lancar keluar dari setiap kata-kata ia lontarkan.
Semuanya terdiam, mereka ikut menitikkan air mata. Entah karena pertengkaran kakaknya atau kenyataan yang mereka selama ini tidak tahu. Jovian berdiri, ia malah tersenyum kembali dan mendekati Surya.
"Kak, Apa kau tahu dimana Nisan ibu dan ayahku? Kalau kau tahu beritahu aku, aku akan tinggal bersama mereka".
Sungguh perkataan jovian membuat keempat saudaranya tak berpikir jernih, sang empu berjalan keluar rumah.
"Aku ingin pergi ke lapangan sebentar, tidak perlu mengkhawatirkan aku. Aku akan pulang sebelum jam 8 malam" ia tersenyum dan pergi melangkahkan kakinya kelapangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINTYA (2007) [ON GOING!]
Fiksi RemajaJia jenica adalah anak kecil yang mencintai seseorang dari usia 6 tahun, ia memendam rasa itu sendiri. pria yang dia kagumi tidak peka terhadap dirinya selama bertahun-tahun. Berawal dari menolong Jia jatuh saat belajar bersepeda di lapangan, sehing...