Setelah kejadian beberapa hari lalu, jovian tidak canggung. Walaupun ada sedikit rasa aneh menggelitik perutnya, Jia sendiri berusaha tidak terpengaruh oleh rasa gugupnya lagi. Apa yang Johan sarankan, Jia ikuti hanya untuk menunjukkan rasa cintanya kepada jovian selama ini.
Jovian dan teman-temannya sedang duduk di kursi kantin sambil bersenda gurau, "kau sendiri penasaran kan siapa orangnya? Tapi aku rasa kau sebenarnya tahu, kau hanya berpura-pura tidak tahu 'kan?" Kata Johan dengan rasa penasarannya.
Jovian mengerutkan dahinya, "untuk apa aku berpura-pura tidak tahu? Tapi aku yakin itu jessa" ucapnya penuh percaya diri, Mateo langsung memukul bahu jovian. Jovian sedikit terpental dan meringis sakit.
"Sudah berapa kali kau mengatakan 'jessa' dalam setiap menit? Sudah tahu jessa menyukai Surya" telak Mario, membuat jovian memajukan bibirnya. Sungguh dia tidak suka jika ada nama 'surya' di setiap obrolan mereka.
"Kau belum tahu 'kan, jika pria ini selalu membuntuti jessa kemanapun. Dulu saat SD aku tidak terlalu mengenal dirinya, karena jessa beda sekolah dasar dengan kami. Tapi, aku dan Jia selalu melihat dirinya pulang bersama dengan jessa. Sejak satu sekolah menengah pertama, dirinya terkenal dan terkena fitnah jika sudah berkencan dengan jessa" Johan menjelaskan secara detail tentang jovian dan jessa saat mereka satu sekolah dahulu.
"Tunggu? Fitnah kencan dengan jessa?" Mario bingung dengan perkataan Johan.
Johan mengangguk, "padahal jessa juga terkenal sebagai penggemar nomor satu Surya" lanjutnya lagi.
"Kalian terus saja mengucapkan nama pria lain, padahal teman kalian sendiri sudah menyukai jessa sejak lama" protes jovian.
Johan berdiri dari duduknya, ia mengantongi kedua tangannya di saku celana. Lalu, menghela nafasnya berat.
"Kau harus tau siapa yang mencintaimu yang sebenarnya" Johan menepuk bahu jovian, kemudian ia pergi membubarkan diri untuk masuk ke dalam kelas.
Bukan hanya Jovian yang bingung, Mario dan Mateo pun ikut bingung.
"Siapa yang Johan maksud?" Mario bertanya kepada Mateo.
"Kau bertanya kepada ku? Kau pikir aku otak Johan?" Mateo menjawab dengan nada yang sarkas, mereka masing-masing memasuki kelas, Untuk ujian terakhir.
Sedangkan jovian masih memikirkan perkataan Johan, selama ia ujian dirinya tidak terpikir untuk menjawab soal tersebut.
Sampai pulang sekolah pun dirinya masih memikirkan hal itu, "jovian" panggil panggil Johan. Jovian pun menoleh kearahnya.
"Kau tidak bersama Jia?" Tanya jovian karena ia sudah biasa melihat Jia pulang bersama Johan. Johan menggelengkan kepalanya.
"Jia sedang berangkat les untuk hari ini".
"Aku penasaran dengan hidupnya" Johan langsung berhenti, dia menatap jovian seakan bertanya.
"A-ah, ti-tidak, maksud ku, dirinya selalu datang sekolah tepat waktu, sepulang sekolah dia berangkat les, dan pulang saat jam 6 malam" Johan hanya memamerkan giginya, membuat jovian ketakutan.
"Kau memerhatikan Jia?" Goda Johan.
"Bukan memerhatikan, aku hanya tidak sengaja melihatnya. Kau tahu sendiri kita di lingkungan yang sama, rumahmu berhadapan dengan Jia. Sedangkan rumah ku hanya melewati 5 rumah dengan kalian, bagaimana bisa aku tidak tahu?" Jelas jovian.
"Sama saja kau memerhatikan dirinya, kau tidak mungkin sengaja melihatnya. Kalau kau tidak sengaja kau tak akan bilang Jia pulang jam 6 malam setiap harinya" jovian bungkam.
"Sejak kapan kau memerhatikan dirinya?".
"Entahlah, aku juga tidak tahu" ucapnya lesu.
"Coba kau tanyakan kepada dirimu kenapa kau memerhatikan Jia, juga apa alasannya" saran Johan.
Jovian dan Johan sekarang berdiri di halte bus, keduanya sama-sama mengantongi kedua tangannya di saku celana.
"Aku ingin mengatakan sesuatu".
Johan hanya berdeham untuk mendengarkan apa yang ingin disampaikan oleh jovian, "apa kau pernah merasakan sesuatu saat mendekati perempuan?" Johan langsung menoleh kearah jovian, keduanya saling menatap. Namun, dahi Johan mengerut.
"Maksudku, jika kita menyukai seseorang pasti sudah ada rasa menggelitik di perut, selain itu juga rasa dada berdebar lebih cepat. Tapi, apa kau pernah jantung mu berdebar lebih cepat, tubuhmu kaku, dan daerah perut yang menggelitik hanya karena seseorang memberikanmu pengobatan?".
Sungguh perkataan jovian membuat Johan bingung, sangat ambigu bagi dirinya.
"Siapa orang itu? Orang yang memberikan mu pengobatan".
"Jia".
Deg.
Jantung Johan sedikit sakit, entah seperti tertusuk suatu benda tajam. Namun, tidak terlalu dalam. Dirinya tersenyum, "kau mungkin menyukai Jia?" godanya lagi.
"Bagaimana bisa? Aku dan Jia saja tidak banyak komunikasi" kilah jovian.
Johan berdecak, "hei, suatu perasaan itu tidak muncul begitu mudah. Walaupun kau kurang komunikasi dengan Jia karena dia anak yang pemalu, mungkin dari tindakannya kau menyukai dia" jovian hanya diam dan memikirkan perkataan Johan.
"Bagus Jia, kau berhasil untuk ini. Kau harus bisa sampai jovian menyukai dan tidak menghindari perasaan nya sendiri . Sampai benar-benar dia menyatakan cintanya padamu Jia, aku yakin kau bisa. Walaupun komunikasi kalian kurang, kau wanita yang langsung bertindak. Maka dari itu aku yakin kau bisa membuat jovian mencintaimu".
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINTYA (2007) [ON GOING!]
Teen FictionJia jenica adalah anak kecil yang mencintai seseorang dari usia 6 tahun, ia memendam rasa itu sendiri. pria yang dia kagumi tidak peka terhadap dirinya selama bertahun-tahun. Berawal dari menolong Jia jatuh saat belajar bersepeda di lapangan, sehing...