21

7 1 0
                                    

"20 Januari 2002,

Tiba-tiba saja aku teringat saat aku belajar bersepeda di lapangan belakang, di sana sepi. Hanya ada aku dan sepeda ku, tidak ada yang mengajari ku. Tapi, kau tiba-tiba saja datang saat aku terjatuh dari sepeda. Kau menolongku dengan memberikan ku obat di bagian kakiku, setelah itu kau mengajariku bersepeda. Walaupun tidak lama, itu sungguh membuatku merasa senang".

"09 February 2002,

Aku melihatmu duduk di terminal, memakai jaket hitam dengan pola yang unik. Wajahmu terlihat jelas sangat tampan saat kau baru memotong rambut mu".

"18 Juli 2003,

Saat kelulusan kau begitu banyak dikelilingi siswi, aku senang karena kau sudah mencapai dititik sekarang. Aku ingin mengajakmu berfoto, tapi itu tidak mungkin, kau pasti tidak mau melihat wajahku.

"Oh tidak, bagaimana bisa lembaran nya sobek?" Jia terkejut melihat buku hariannya sobek tanpa ada sisanya di dalam. Ia mencari di seluruh kamar, namun tidak menemukannya.

"Apa karena tertumpah air susu waktu lalu? Bagaimana ini, padahal kisah yang ku tulis disini sangat berharga" sudut bibirnya kebawah dengan raut wajahnya yang lesu.

"Ah, benar. Penyebabnya kucing itu mencakar di bagian ini, saat kertas nya melembut terkena air susu" ia baru ingat apa yang terjadi pada buku hariannya. Jia menghela nafasnya, kembali ia baca kenangan lama di buku itu.

"17 Maret 2005,

Aku  satu sekolah dengannya, ini sungguh keberuntungan ku yang luar biasa. Aku berharap bisa melihatnya setiap saat dan dia tetap menyukai bermain sepak bola. Agar aku bisa memberikan roti lapis setiap harinya".

"19 mei 2005,

Setelah bertahun-tahun aku menyukainya secara diam-diam, aku ingin sekali memberi tahunya bahwa aku mencintainya. Namun, aku tidak berani. Ini sungguh memalukan bagiku".

"22 Juli 2005,

Banyak yang ingin ku tulis di buku harian ku, tapi aku tidak mau menuliskan hal yang tidak istimewa. Karena buku ini aku tuliskan untuk kisah-kisah yang istimewa saat melihatmu".

"01 September 2005,

Aku sekarang jarang menemuinya, makanya selalu ku titipkan kepada Johan karena kalian berteman. Sebenarnya aku juga malu jika menitipkan ini kepada Johan setiap jadwal latihan mu".

"29 November 2005,

Tidak ada hal istimewa, aku hanya teringat saat dia merangkul wanita disampingnya ternyata itu jessa. Itu saat pulang mengambil raport, hatiku sangat kecewa. Tapi aku tidak menyangka jika jessa akan menjadi teman baikku. Aku menyukai jessa karena dia wanita yang ramah dan sungguh pemberani".

"03 Januari 2006,

Saat pertandingan antar kota, kau begitu semangat dan percaya diri kalau kau akan memenangkan pertandingan itu. Benar saja, kau memenangkan pertandingan akhir dengan hebat. Aku sungguh bangga, aku ingin memberikan ucapan selamat. Tapi siswi disana lebih dulu mengucapkan kepadamu, jadi aku urungkan niatku".

"25 Maret 2006,

Aku ingin kau datang secara tidak tiba-tiba, karena aku malu. Kau selalu saja datang tiba-tiba itu membuat jantung ku lemas, perutku terasa menggelitik. Kau sungguh tampan sekarang, tidak heran jika banyak sekali siswi menyukaimu".

Suara ketukan pintu terdengar dari luar kamar Jia, ia menyimpan buku hariannya di laci meja dan segera bangkit dari tempat duduknya. Jia membukakan pintu, ditatapnya sang ayah seolah bertanya ada apa.

Sang ayah menunjukkan kertas hasil latihannya di tempat lesnya, "apa ini? Kau ingin mempermainkan ku?" Tanyanya dengan sarkas.

Mata Jia membulat dan berbinar, "i-itu, maafkan aku ayah" ucapnya lesu dengan airmata yang berlinang.

"Jelaskan, setelah itu kau tahukan apa akibatnya?".

"A-aku, aku tidak fokus ayah. Karena tugas di sekolah terlalu banyak dan melelahkan" cicitnya.

"Lalu, bagaimana dengan ku? Apa aku tidak lelah mencari uang untuk kau bersekolah?".

"Maaf ayah, tidak akan ku ulangi lagi" Jia berlutut didepan ayahnya, ia menyatukan dua telapak tangannya dan menggosoknya dengan cepat.

Sang ayah tidak peduli, ia menyeret Jia ke ruang tengah. Diambilnya rotan dan duduk di depan Jia, tanpa ampun dia terus memukuli anak gadisnya dengan keras. Sudah terbiasa, tetapi rasa sakit tetaplah sakit. Jia menangis terisak-isak.

Dia menyeretnya ke kamar mandi, Jia disiram air sampai basah kuyup. Kemudian, ia mengunci pintu kamar mandi dan meninggalkan Jia yang duduk termenung di belakang pintu.

"Maaf ayah, maaf membuatmu kembali kecewa" lirih Jia.

"Kau bodoh Jia, alasan mu sungguh tidak masuk akal. Ayah telah memberikan mu uang yang cukup untukmu, yang dulu dia minta hanyalah nilai mu bagus. Sesulit itukah bagimu?" Jia berbicara dengan merutuki dirinya sendiri.

Ia terus saja memukuli kepala dengan kepalan tangan. Lalu, ia menundukkan kepalanya dengan mendaratkan keningnya di lengan.

ANINTYA  (2007) [ON GOING!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang