27

8 1 0
                                    

Dari hari pertama ujian sampai ujian akan berakhir, jovian terus saja mengganggu dan berusaha untuk mencontek kepada Jia. Tapi berbeda dengan Jia, dia dengan senang hati di ganggu oleh jovian. Setiap harinya jovian selalu dimarahi oleh guru karena mencontek, Jia yang melihat itu sebenarnya khawatir. Tetapi dia selalu menahan tawanya melihat tingkah jovian yang tidak menganggap ancaman guru itu serius.

Saat Jia membereskan bukunya, wajah jovian muncul dari sebelah kanannya.

"Jia" Jia sedikit terkejut dan menatap jovian yang sedang menarik bangku untuk duduk disampingnya.

Jovian memangku wajahnya dengan sebelah tangan, "kenapa kau bisa menjawab semua soal ujian?" Selorohnya.

Jia hanya tersenyum dan melanjutkan membereskan bukunya, "karena aku yakin" alis jovian pun bertaut.

"Yakin?".

Jia mengangguk dan duduk menghadap jovian, "aku yakin kalau jawaban yang aku tulis di kertas ujian itu benar, juga karena aku belajar dan mengingat apa yang aku pelajari" jawab Jia.

"Aku juga belajar".

Jia terkekeh, "semua murid pasti belajar, tapi tidak semuanya yakin dengan jawaban mereka".

"Seperti kau bermain bola, kau terus berlatih dan yakin kau akan bisa sampai menjadi terkenal. Lain hal jika kau berlatih terus tapi kau tidak yakin kau akan bisa melawan tim lain, apa kau akan terkenal? Apa kau akan mendunia? Begitu juga dengan ujian soal ini" jelas Jia panjang lebar yang jovian pahami.

Jovian menghela nafasnya, ia menaruh kedua tangannya di meja dilipat silang dan menaruh kepalanya di atas lengannya menghadap Jia.

"Harusnya aku dan kau belajar bersama".

"Bukannya kau dan Surya bersaudara? Kenapa tidak belajar bersama, akan lebih menyenangkan jika kalian dua saudara belajar bersama" saran Jia, jovian hanya memutar bola matanya malas.

"Kau sendiri kenapa les sampai malam?" Sungguh Jia terkejut jika jovian mengetahui dirinya selalu pulang malam hari ini.

"Aku hanya tidak sengaja melihat mu setiap jam 6 sore pulang kerumah yang masih mengenakan baju sekolah" terang jovian.

Jia terdiam sebentar lalu ia tersenyum memandang jovian, "aku ingin membanggakan ibu ku dan ayah ku" akunya.

"Kau juga pasti ingin membanggakan orang tua mu 'kan? Jadilah pemain terbaik jovian, aku akan mendukungmu" kalimat itu menjadi terakhir mereka berbincang setelah itu bell masuk berbunyi untuk ujian terakhir.

Kalimat terakhir yang diucapkan oleh Jia membuat jovian bingung, padahal kalimat itu telah biasa ia dengar. Tetapi mengapa saat Jia yang mengatakannya membuat rasa tubuh jovian aneh, dia belum pernah merasakan hal ini begitu hebat.

Alih-alih untuk menjawab pertanyaan soal, lagi-lagi jovian menatap punggung Jia dari belakang dengan senyuman.

"Jovian" suara guru itu membuat jovian sadar, semua murid menatapnya. Membuat jovian gelagapan ditambah oleh Jia yang menatapnya dengan wajahnya yang polos membuat hati jovian berdegup kencang.

Ujian telah selesai, jovian selalu menjadi murid terakhir yang meninggalkan kelas. Saat ingin keluar ia tidak sengaja melihat laci Jia, disana terletak sebuah buku berwarna ungu cantik dengan sedikit hiasan.

"Dia meninggalkan buku? Buku apa ini? Bentuknya sangat berbeda dengan buku sekolah" tangan jovian mengambil buku tersebut, tapi dengan tak sengaja tangannya menjatuhkan buku itu.

Dengan cepat jovian mengambilnya dan meniupnya agar tidak terlihat kotor, tapi dirinya penasaran dengan isi buku tersebut. Perlahan jemari nya membuka lembaran kertas.

Belum sempat ia buka, buku itu sudah di rebut oleh pemiliknya. Nafas jia seperti terengah-engah, bola matanya membesar seperti kucing. Warna wajahnya sedikit pucat dan berkeringat.

Jovian yang terkejut karena itu hanya bisa diam, lalu ia berdeham.

"A-ah ma-maaf, aku tidak bermaksud merebut paksa darimu" selorohnya. Jovian mengangguk mengerti maksud Jia. Dengan gerakan kikuk dan canggung diantara mereka, Jia mengucapkan selamat tinggal kepada jovian, disambut baik oleh sang empu.

Jia menghela nafasnya, "hampir saja" Jia bernafas lega setelah mengambil buku hariannya yang tertinggal.

Sedangkan ada pria yang sedang mengintip jovian dari depan kelas, "jovian" panggilnya. Jovian pun menoleh kearah tersebut.

"Kau akan berdiam diri di sini?" Setelah tahu siapa orang yang memanggilnya, jovian memutar bola matanya malas. Dirinya berdecak saat melewati pria tersebut.

"Guru sudah memberitahu ku semuanya" ucap pria itu. Jovian pun berhenti bergerak, lalu ia mendekati Surya, ia melipat kedua tangannya di depan dada.

"Lalu?" Nada jovian sedikit menantang.

"Lalu? Kau ini sudah hilang akal" cibir Surya.

Jovian mendengus keras, "sudah ku katakan kalau aku ini hanya akan fokus pada pertandingan ku" nadanya sedikit tinggi membuat Surya emosi.

Surya menarik kerah baju sang adik dengan bola mata yang melotot, "kau lebih mementingkan pertandingan bola mu itu daripada nilai mu?! HAH?!,"

"KAU TIDAK BERFIKIR SEDIKITPUN UNTUK IBUMU YANG MENCARI UANG DEMI KITA MAKAN DAN BERSEKOLAH?! KAU BIARKAN DIRIMU BODOH SEPERTI INI?! MAU JADI APA KAU SETELAH LULUS NANTI?! TIDAK AKAN ADA YANG MENERIMAMU HANYA DENGAN BAKAT MU ITU!!" Surya berteriak kencang didepan wajah jovian, seakan menumpahkan segala emosinya.

"Kau pikir hanya dirimu yang paling berbakat?! Saat kau masuk nanti kau akan ditendang keluar dengan cepat, kau tahu itu" hardik Surya. Jovian terkekeh, alisnya kini bertaut. Dilepaskannya tangan Surya dari kerah baju miliknya. Kemudian ia meninggalkan Surya begitu saja.

"Kau tahu? Kau hanya anak angkat, kau bukan saudara sedarah ku, kau bukanlah anak ibu. Ibu mu sudah pergi, pergi mengambil ayahku. Asal kau tahu saja bahwa kau hanyalah menyusahkan ibuku dan saudara ku, kau adalah manusia sial yang datang di keluarga ku" kalimat itu, perkataan itu sungguh meluluhkan pergerakan jovian.

Kini dirinya berhenti, badannya kaku untuk bergerak.

"Kau anak hasil hubungan yang terlarang, artinya kau haram".

Deg.

Mata jovian berlinang, dadanya sungguh sakit seperti tertusuk paku yang besar. Dirinya terkulai lemas.

ANINTYA  (2007) [ON GOING!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang