17

10 3 0
                                    

"berhentilah mengikuti ku!" Tegas perempuan berambut bergelombang dan riasan yang sedikit menor. Ia mengerutkan keningnya, "kau ini kenapa saja mengganggu diriku?" Tanyanya dengan sarkas.

Jovian mengambil nampan untuk makan siang, "aku tidak mengikuti mu, ini kantin jadi aku bebas berkeliaran kemanapun" jawabnya.

Jessa mengerang geram terhadap jovian, jessa bergerak mengambil lauk begitu juga jovian. Disaat jessa mencari tempat duduk, dia sengaja bergerak kesana-kemari. Jovian mengikuti setiap langkah jessa.

"Kau masih saja mengikuti ku".

"Aku sedang mencari tempat duduk, biar aku bisa duduk dekat dengan mu" mendengar itu, jessa merasa seluruh tubuhnya merinding. Saat memutar bola matanya, ia tak sengaja melihat Johan dan Jia sedang duduk disudut berdua.

Ia melangkahkan kakinya kesana, "Hai" sapa jessa. Betapa terkejutnya Jia melihat jovian kemari dan duduk tepat di depannya. Pandangan Jia langsung menunduk, Johan yang makan didepan Jia sedikit terkejut karena perubahan wajah Jia.

"Kalian berdua selalu saja meninggalkan ku" ucap jessa saat mendaratkan bokongnya di bangku. Jessa duduk di sebelah Jia, dan jovian ikut bergabung duduk di dekat Johan.

"Johan, latihan futsal setelah istirahat" Johan menjawab pertanyaan jovian dengan santai, ia baru saja mengerti kenapa Jia menundukkan kepalanya.

"Jia kenapa kau makan seperti ini, nanti tekuk lehermu sakit" jessa berucap khawatir. Johan memberi isyarat kepada jessa untuk membiarkan Jia seperti itu.

"Jia" panggil jovian lembut membuat jantung Jia berdegup kencang, dengan gugup ia menjawab jovian.

"Jia, kau akan melewatkan hal yang menarik jika kau menundukkan kepala mu" kali ini Johan bersuara sambil memakan ayam miliknya. Jia perlahan mendongak untuk menatap Johan, tapi matanya malah bertatapan dengan jovian.

Wajahnya memerah, keringat dingin bercucuran. Mata nya bergerak kesana-kemari untuk menghilangkan rasa canggung nya.

"A-aku, a-aku ke toilet sebentar" ia bergi dengan cepat setelah mengatakan kalimat tersebut.

"Jia demam?" Jessa menatap heran.

"Kau ini, teman dari SMP tapi tidak tahu gerak-gerik Jia" celetuk Johan. Jessa langsung mengetuk kepala Johan dengan sendok makannya, Johan meringis kesakitan memeganginya kepalanya.

Jovian mengulum bibirnya, menahan tawa dengan kejadian didepan matanya.

"Jangan tertawa" sarkas Johan.

"Aku sedang melakukan hal yang kau inginkan" jelas jovian.

"Rasakan itu, kau selalu saja mengajakku bertengkar" jessa berkata sinis kepada Johan.

"Hey, aku mengatakan apa yang sebenarnya saja,"

"Kau saja yang mudah tersinggung" cicit Johan di kalimat akhirnya sebelum ia memasukkan makanan kedalam mulutnya.

Sebelum jessa mengetuk kembali kepala Johan dengan sendok, jovian bertanya.

"Tapi, kenapa Jia selalu seperti itu? Maksudku, dia terlihat seperti itu saat aku sengaja atau tidak sengaja melihat dia".

"Kau terlalu percaya diri untuk dilihat oleh Jia, Jia seperti itu karena mual melihat mu" ucapan jessa terdengar sangat kasar ditelinga orang, namun tidak terhadap Johan dan jovian.

Mereka tau jessa selalu berbicara blak-blakan, "kenapa Jia lama sekali" mereka bertiga pun mengedarkan pandangannya keseluruhan kantin.

"Sudah ku bilang, dia mual jika melihat mu. Pergi kau dari meja ini, cari tempat lain saja".

"Jessa, perkataan mu menusuk jantung ku" jovian memperagakan tangannya seolah-olah ada pisau menusuk ke jantungnya, jessa dan Johan langsung memasang wajah jijik.

"Berhentilah seperti ini jov, kau tahu 'kan jika aku menyukai Surya" jelas jessa, suasana menjadi tegang dan dingin.

"Kenapa kau begitu menyukai Surya? Dia kakak ku".

"Kalau dia kakak mu memang kenapa?" Johan hanya makan tanpa menghiraukan pertengkaran kecil mereka berdua.

"Apa yang lebih darinya dari diriku?".

"Kau ini sangat penuh drama, kau tahu kan bahwa Surya selalu menjadi ketua OSIS yang berwibawa dan dewasa, semua rencana untuk kemajuan sekolah ini saja dia yang menanganinya" jelas Johan.

"Kalian bertengkar terus, bell sudah berbunyi. Segeralah masuk kedalam kelas" Johan meninggalkan mereka.

Saat di pintu kelas, matanya terkejut melihat Jia yang sudah melamun didekat jendela, Johan perlahan mendekati Jia dan memberinya permen coklat.

"Kau ini, makanan mu tidak habis. Tapi, kau malah duduk didalam kelas" Johan menarik bangku disamping Jia. Jia merasa bersalah, ia meminta maaf kepada Johan.

Johan yang telah terbiasa dengan permintaan maaf Jia, hanya mengangguk paham.

"Jia tahu jika jovian menyukai jessa, tapi jessa tidak tahu jika Jia menyukai jovian. Jia juga tidak tahu jika aku menyukainya, kenapa dia tidak sadar? Akulah yang mencintai dia".

ANINTYA  (2007) [ON GOING!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang