03

30 5 0
                                    

Jia terbangun dan masih berada di kamar mandi, ia terkejut saat setengah sadar, ayahnya membuka pintu kamar mandi. Ayahnya menyuruh Jia segera mandi dan berangkat sekolah.

Jia melihat ayahnya yang sudah rapi, sedang duduk manis membaca koran sambil menyeruput kopi hitam. Jika dirinya bangun, ayahnya telah rapi, setelah ia mandi ayahnya telah berangkat ke kantor.

Kemudian, dia mengambil handuk dan mandi. Setelah selesai, Jia memakai seragam yang telah di laundry oleh ayahnya kemarin. Langkah kakinya menuju meja belajar, ia harus belajar setelah mandi kata ayahnya.

Meskipun masih kelas 6 SD, Jia telah dididik oleh ayahnya untuk disiplin dan tertib dengan aturan di rumah ini. Pukul 6 tepat barulah ia boleh makan, walaupun hanya ada roti di atas meja makannya.

Tepat saat ia ingin menyuapi roti kedalam mulutnya, bel berbunyi. Jia menaruh rotinya di atas piring, ia berjalan menuju ruang tamu dan membukakan pintunya. Jia sedikit terperanjat dengan apa yang dia pandang saat ini.

Pria dengan seragam yang compang-camping dan senyum yang manis berdiri di depan pintunya.

"Apa kau memanjat lagi, Johan?" Tanya Jia kepada sang empu. Pria kecil yang bernama Johan itu kikuk dan menggaruk tekuk lehernya yang tidak gatal, selanjutnya ia memamerkan gigi rapinya.

"Maaf Jia, aku rasa bel pintu pagarnya rusak. Aku menekan bel itu dahulu tadi, cuma kau tidak keluar. Tapi, saat aku menekan bel pintu ini, kau langsung saja keluar " sanggah Johan dengan ekspresi wajah yang penuh alasan.

Jia mengangguk, "baiklah, nanti aku beritahu kepada ayah".

"Apa kau sudah sarapan?" Suara tanya Johan, Jia memberi jawaban bahwa ia baru saja ingin makan roti dengan selai blueberry. Johan langsung menggelengkan kepalanya lalu menarik Jia kearah rumahnya.

Setelah sampai, Johan mengadu kepada ibunya yang berada di dapur.

"Ibu, lihatlah Jia...." Keluhnya, Jia yang merasa namanya di sebut hanya bingung melihat tingkah Johan.

"Ada apa Johan?" Sahut lembut sang ibu, tangan ibunya mengelus kepala Johan. Kemudian, ia berjongkok untuk menyamakan tinggi anaknya.

"Jia masih saja makan roti dengan selai blueberry ibu, Jia lebih memilih roti daripada sarapan dengan kita ibu" rengek Johan dengan bibir bawahnya yang di tekuk.

Jia melotot, dengan sigap dia melambaikan tangan arti tidak, "tidak, bukan begitu Tante" sanggah Jia dengan gugup. Wajah Johan sekarang begitu mengesalkan bagi Jia.

"Apa benar Jia?," tanya ibu Johan, lalu ia mendekati Jia dan mengelus kepalanya. Kemudian di peluknya Jia, "Jia, sudah berapa kali ibu bilang, panggil ibu, jangan pernah panggil ibu dengan sebutan Tante,"

Ia melepaskan pelukannya, "Jia, ayahmu selalu menitipkan dirimu kepada kami, jadi kau tidak usah malu atau ragu untuk sarapan disini, kau juga keluarga bagi kami Jia" sambung ibu Johan.

Wajah Jia jadi tidak enak terhadap ibunya Johan, Jia menerima tawaran Johan untuk sarapan bersama. Selesai sarapan mereka berdua berjalan kaki menuju sekolah dasar, tidak terlalu jauh dan tidak terlalu dekat.

ANINTYA  (2007) [ON GOING!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang