16

10 1 0
                                    

"siapa yang makan puding coklat milikku?!" Suara lantang milik Setyo begitu menggelegar di penjuru rumah.

"Bukan aku" celetuk William.

"Bukan aku juga" sahut jovian.

"Tidak mungkin jika kak Surya" ucapnya pada diri sendiri. Lantas matanya melebar tatkala teringat saudaranya satu lagi, "KAK HAKIM!!" semua orang menutup telinga.

Hakim yang sedang bersembunyi dibawah meja pun ikut memejamkan matanya dan menutup telinga, "kenapa suaranya nyaring sekali" bisiknya sendiri.

"Jangan berteriak, kau akan dimarahi oleh kak Surya" tegur William yang tengah bermain game. Setyo langsung membuat wajah sedih, dia menghampiri jovian dan memeluk kakak keduanya itu.

Jovian menepuk pundak adik yang sedang sedih karena pudingnya di ambil oleh hakim, "sudah besar jangan cengeng" perkataan jovian membuat Setyo bermuka masam.

"Sedang mengejek atau menenangkan? Perkataan kakak sangat menyinggung hati kecil milikku" terang Setyo. Jovian tertawa puas saat melihat tingkah Setyo yang menggelitik perutnya, adiknya ini sangat penuh drama.

Pukul empat tepat, jovian berganti pakaian untuk bermain bola seperti biasanya.

"Kalian tidak ingin bermain bola lagi?" Tanya jovian.

"Aku lelah" cetus Wiliam, bola mata jovian memutar mendengar penjelasan tak masuk akal adiknya itu. Padahal setiap harinya ia hanya pulang, belajar dan bermain game sampai malam.

"Kalau kau Setyo?".

"Aku sedang tidak ingin bermain bola, aku sedang tertarik kepada hal lain" jovian menghela nafasnya, ia berdiri dan merapikan pakaiannya.

"Baiklah, aku akan pergi kelap—,"

"TUNGGU, AKU INGIN BERMAIN BOLA JUGA!" ucapan jovian terpotong oleh suara teriakan hakim yang berlarian sambil mengenakan kaos kaki hitamnya.

"KAU MAU MELARIKAN DIRI DISAAT KAU MENCURI PUDING MILIKKU?!" sebelum Setyo menangkap dirinya, ia mendorong jovian untuk pergi menjauh secepatnya. William yang melihat itu hanya berdecak dan memejamkan matanya.

"Kenapa setiap hariku penuh dengan teriakan mereka?" Tanyanya pada dirinya sendiri.

"Wah, sudah lama aku tidak kelapangan" hakim meregang tubuh untuk bersiap bermain.

"Eh, hakim? Wah, sudah lama kau tidak bermain" ucap salah satu anak disana. Mereka bersalaman ala pria sejati.

Hakim tertawa kecil, "sepertinya pemain kita berubah banyak".

"Karena disini sudah banyak penghuninya" hakim tersenyum dan mengangguk.

"AYO MULAI!" Suara teriakan anak bertubuh besar berkulit sedikit gelap, tetapi wajahnya begitu menawan. Tanpa sadar, semua penonton disini adalah wanita. Walaupun ini lapangan sederhana, tak kalah ramai seperti ekskul futsal mereka di sekolah.

"Sejak kapan lapangan ini banyak penonton dan sejak kapan ada anak berkulit agak gelap itu?" Tanya hakim kepada jovian.

"Kalau penonton disini sudah sejak kau ujian nasional, tapi anak laki-laki itu aku baru melihatnya hari ini" jelas jovian kepada hakim.

"Hey, salam kenal. Aku Mario Aditya, kalian?" dengan percaya dirinya anak laki-laki itu menghampiri hakim dan jovian. Keduanya tersenyum dan menjawab pertanyaan Mario, setelah perkenalan mereka semua memulai permainan.

"LEMPAR KE SINI!".

"JOVIAN! KEMARI!".

"YA! OPER KE ARAH HAKIM!".

"MARIO! TEMBAK!" suara-suara teriakan mereka membuat suasana tegang.

"GOL!" Suara pekikan saat mencetak point pada lawan, semuanya berpelukan. Merayakan kemenangan mereka yang berturut-turut.

"Waktunya istirahat" kata wasit. Jovian dan teman-temannya segera duduk dengan nafas yang menggebu-gebu.

"Jovian, sepertinya kau masih mendapatkan roti dan air dari pengagum rahasia mu" papar anak bermata bulat seperti anak anjing.

"Kau tidak penasaran siapa yang memberikan ini setiap harinya?".

"Bukan setiap hari lagi, ini sudah 5 tahun yang lewat" tiba-tiba saja hakim menyemburkan air dari mulutnya, kemudian ia menyeka air tersebut. Ditatapnya jovian dengan penuh penasaran.

"Sejak kapan kakak ada pengagum rahasia?".

"Ayo, beritahu aku" ia merengek untuk meminta jawaban.

"Ah, nanti aku beritahu jika sudah di rumah" jovian malu karena teman-temannya disini bukan yang dulu lagi.

"Sepertinya kau lumayan populer" Mario bersuara.

Jovian kikuk, "le-lebih baik kita selesaikan pertandingan ini, bukan?" Ia berusaha mengalihkan pembicaraan, teman-temannya tertawa terbahak-bahak. Mereka tidak pernah melihat jovian kikuk seperti ini.

"Baiklah, ayo!".

ANINTYA  (2007) [ON GOING!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang