34

15 2 0
                                    

"SUDAH KU KATAKAN BERAPA KALI, BAHWA AKU TIDAK INGIN DIIKUTI OLEH MU!" suara jessa menggelegar di seluruh kantin sekolah. Semua mata menatap dirinya dan jovian, wajah jessa sangat kesal.

Jovian terdiam menatap mata jessa begitu dalam, ia memang sering di bentak oleh jessa. Tapi, kali ini suasananya seperti berbeda. Alis jessa bertaut keras, matanya melotot. Rahangnya mengeras serta kepalan tangan jessa sangat kuat membuat kukunya memutih.

Kaki jessa melangkah keluar kantin dan pergi menuju kelas, jovian masih terdiam. Lalu, dengan cepat ia menyusul jessa, terlihat jessa sedang menyandarkan punggungnya di bangku kelas. Jovian mendekati jessa, dilirik oleh jessa dari ujung matanya.

"pergilah, emosi ku masih ada. Tapi aku lelah, aku tidak mau melihat mu".

Deg!.

Jantung jovian sangat perih, sebuah perkataan bisa menghujam jantungnya dengan keras. Walaupun sudah terbiasa dicaci-maki oleh jessa, tapi ini rasanya sangat beda. Jovian menatap jessa dengan pandangan lesu dan sedih secara bersamaan.

"Apa? Apa yang membuatmu seperti ini?,"

Jovian duduk di bangku depan jessa, "kau berbeda Jes" lanjutnya.

"Jov" panggil jessa sambil menggenggam tangannya sendiri. Wajahnya kini berubah menjadi serius, seakan emosinya mereda. Mata jessa memelas, suara ia lembut kan.

"Aku tahu jika kau bodoh dalam pelajaran, tapi aku mohon kau jangan bodoh dalam percintaan mu. Ya, kau benar-benar manusia bodoh yang tidak tahu jika ada perempuan yang mencintaimu sedari lama. Ia telah menunggu mu sangat lama, tapi dia tidak berani mengatakan nya. TIDAK! Seharusnya kaulah yang peka terhadap situasi itu".

Jovian semakin bingung dengan perkataan jessa, ia menautkan alisnya. Ia sedikit menghembuskan nafasnya, begitu juga jessa. Jessa menggenggam tangan jovian, menatapnya dengan dalam.

"Jov, Jia mencintaimu. Tolong cintailah dia, jangan cintai aku. Aku mencintai Surya, ku mohon lupakan rasamu itu terhadapku" sungguh pernyataan yang susah diterima oleh jovian. Jessa yang ia harapkan sedari dulu masih memihak kepada Surya, tapi ia juga tidak menyangka jika Jia menyukainya sejak lama.

Jovian tidak pernah melihat jessa meminta mohon kepada siapapun, hal terkecil pun jessa tidak pernah mengatakan hal itu. Jovian paham, ini adalah keseriusan yang jessa katakan. Selama ini ia sia-siakan Jia, jovian merasa bimbang.

Pikirannya tidak tenang, ia merasa gundah. Ternyata Jia yang selalu di dekatnya menyukai dirinya.

"Kau ingin tahu sesuatu?" Jovian yang sedang bergulat dengan pikirannya kini menatap jessa kembali.

"Bekal mu, bekal mu itu Jia yang selalu memberikannya anonim. Aku tahu ini dari Johan, kalau kau ingin tahu lebihnya, lebih baik kau tanyakan sendiri kepada Johan".

Jovian kembali terkejut oleh bekal yang selama ini ia kira jessa memberikan kepadanya, ternyata bukan.
Jovian sangat tidak peka, ia merutuki dirinya sendiri. Ia mengaku memang bodoh, perempuan seperti Jia menyukai dirinya sedari kecil. Tapi apa? Dia sama sekali tidak menoleh untuk Jia. Ia tahu jika cinta tak saling berbalas itu sakit.

Selama pelajaran jovian murid yang suka tidur pun harus berpikir bagaimana cara untuk mengatasi semua ini. Ia sangat gelisah, sampai jam pulang pun ia langsung mencari keberadaan Johan dahulu untuk meminta penjelasan cerita jessa tadi.

"Ada apa kau mengajakku ke belakang sekolah? Sungguh mengerikan sekali. Ada niat apa kau?" Johan bercanda tapi tidak dengan jovian. Raut wajahnya tidak bisa di tebak.

"Kau..., kau tahu kan tentang bekal itu?".

Johan terkekeh, "kau mau aku beritahu? Ah, maaf sekali aku ti–".

ANINTYA  (2007) [ON GOING!]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang