Di perjalanan pulang Jia tersenyum lebar sepanjang jalan, langkah kakinya begitu sangat ringan untuk berlompat gembira. Ia bersenandung kecil, keceriaan diwajahnya sangat terpancar.
Ia berpikir bahwa hari ini adalah hari yang istimewa dan dia berencana akan menulisnya lagi di buku harian miliknya. Namun, ia lupa jika ayahnya hari ini pulang lebih cepat.
Saat memasuki rumah, langkah berhenti. Wajah Jia tidak lagi tersenyum, rasa gembiranya hilang dalam sekejap setelah melihat sang ayah duduk santai di ruang tamu.
"Jia pulang" ucapnya seraya berjalan cepat ke kamar. Ayahnya tidak menghiraukan Jia, dia terpaku pada koran yang ia pegang.
Jia segera pergi mandi dan kembali belajar, ia menghela nafasnya dan menutup wajahnya dengan buku yang ia pegang.
"Ini sulit, aku merasa pusing" ucapnya dengan dirinya sendiri, jia memijat perlahan kepalanya agar sedikit lebih rileks.
tepat pukul sembilan malam ayahnya mengetuk pintu kamar Jia, Jia berjalan cepat ke arah pintu dan membukanya.
"Ada apa, ayah?" Ayahnya hanya memberikan surat pemberitahuan sekolah, Jia menerima secarik kertas itu sambil menatap bingung.
"Sekolah menengah pertama mu, sudah saya urus. Jadi, kamu hanya perlu belajar agar tidak mempermalukan saya" setelah mengucapkan itu, ayah Jia pergi dari hadapan Jia.
Jia kembali ke tempat duduknya, ia membaca isi dari surat tersebut. Banyak hal yang ia tidak pahami, tetapi ia tahu ayahnya ingin tempatkan Jia di sekolah yang bergengsi.
Jia menghela nafasnya, dan menundukkan pandangannya, Jia menjadi gugup. Ia tidak tahu apakah bisa memberikan yang terbaik untuk ujian nasional ini, dia berdiri dan mengambil obat di atas meja belajar.
Dia perlahan mengobati lukanya di bagian kaki, sedikit meringis karena lukanya sangat baru. Jia memejamkan matanya sebentar, menahan rasa sakit di bagian betisnya.
Tangannya menyimpan kotak obat itu kembali ketempat semula, dia mengambil pena dan sebuah buku berwarna ungu serta sedikit hiasan kecil tergambar di depannya.
"16 Juni 2001,
Aku memberikan sebuah roti lapis dan air minum, aku berharap dia memakannya. Aku sedih jika dia membuangnya.
Tapi, aku rasa roti lapis yang aku buat enak. Aku akan rutin memberikannya. Aku juga berharap setelah ujian Nasional nanti, kita masih bisa satu sekolah."
Lalu, ia merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Jia terus menatap ke langit-langit kamar tidur nya, berpikir kalau ia bisa mendapatkan hasil yang terbaik untuk membanggakan sang ayah.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINTYA (2007) [ON GOING!]
Teen FictionJia jenica adalah anak kecil yang mencintai seseorang dari usia 6 tahun, ia memendam rasa itu sendiri. pria yang dia kagumi tidak peka terhadap dirinya selama bertahun-tahun. Berawal dari menolong Jia jatuh saat belajar bersepeda di lapangan, sehing...