Hari libur terakhir, Jia berada di rumahnya. Kini dia sedang melamun di meja belajarnya, entah apa yang dipikirkan oleh gadis ini. Namun, keheningan itu tidak berlangsung lama. Bel rumah berbunyi nyaring, ia keluar dari kamarnya dan membuka pintu rumah untuk melihat siapa yang datang. Pria dengan rambut yang berantakan melambaikan tangannya dari luar pagar dengan senyuman, Jia membukakan pagar tersebut tanpa beralas kaki.
"Ada apa Johan?".
Johan membelakangi kedua tangannya dan mengayunkan badannya ke kanan dan ke kiri, "aku ingin mengajakmu ke suatu tempat".
"Tapi aku sedang belajar" jawab Jia.
"Kau selalu begitu, satu kali ini saja. Ayolah...." Rengek Johan sambil menggenggam tangan Jia. Jia terombang-ambing oleh Johan, ia berpikir sejenak.
"Baiklah, aku akan bersamamu untuk hari ini" tanpa pikir panjang Jia mengikuti kemauan Johan, entah apa yang ayahnya lakukan jika Jia tidak ada di rumah sebelum ayahnya pulang. Jia berganti pakaian dan kembali menemui Johan yang telah menunggunya didepan rumah.
Keduanya jalan ke halte dan menaiki bus, "kita sebenarnya mau kemana Johan?" Tanya Jia yang tidak diberi tahu oleh Johan kemana mereka akan pergi. Johan menoleh ke arah Jia, ia hanya memberikan senyuman manisnya. Jia menatapnya dengan tatapan bingung.
Satu jam di perjalanan dan sudah 3 kali berganti bus, Jia tetap menanyakan hal yang sama. Namun, Johan tidak memberi tahu nya, kadang hanya tersenyum atau mengatakan "ikuti saja aku". Tidak di jawab berkali-kali oleh Johan, Jia pun diam dan menikmati pemandangan sekitar yang semakin lama semakin enak dipandang.
"Ayo" akhirnya mereka sampai. Keduanya turun dari bus, Jia menolehkan kepalanya ke sana kemari. Suasana yang sangat asing bagi dirinya, tapi ia tetap ikuti langkah Johan. Johan berhenti tiba-tiba, ia mengulurkan tangannya. Jia tidak paham, Johan memberi isyarat kepada Jia agar menggenggam tangannya. Jia hanya menuruti perintah Johan.
Mereka berjalan sambil berpegangan tangan, Johan mengulum senyumnya sepanjang jalan. Akhirnya mereka sampai di ladang yang dipenuhi rumput indah dan halus, begitu banyak bunga. Jia terkejut, sangat tidak menyangka jika akan dibawa pergi oleh Johan ketempat seperti ini, Johan membentang sebuah karpet dan duduk disana.
Ia menepuk sebelah karpetnya untuk Jia duduk disebelahnya, Jia pun duduk. Johan menarik nafasnya menghirup udara segar dan membuangnya perlahan, "apa kau suka?" Jia mengangguk antusias.
"Suka, sangat suka. Kau kenapa tahu tempat seperti ini?".
"Sudah lama, waktu hari dimana kau belajar bersepeda sendirian. Dari sini tidak jauh ada rumah nenek ku, jadi kalau kita lapar tinggal kerumah nenek ku saja" Jia hanya tertawa kecil.
"Tapi dia sudah lama tiada" seketika Jia bungkam.
"Terakhir ke rumah nenek ku saat beliau sudah wafat, dan tempat inilah yang kutemui saat aku sedih. Disini membuatku nyaman, semilir angin membuat ku terasa tenang. Juga disaat seperti ini, tidak ada matahari yang bersinar terang. Hanya suasana yang sepi,"
"Kau tahu kata anintya?" Johan bertanya kepada Jia. Jia menautkan alisnya dan menggelengkan kepalanya.
"Kata nenek, anintya itu tidak kekal. Tapi ada juga yang bilang tidak kekal itu anitya, tapi aku telah banyak mendengar orang menyebutnya dengan sebutan anintya".
"Lalu?".
"Kau tahu semua di dunia ini hanya bersifat sementara atau tidak kekal, begitu juga dengan kehidupan. Kita dilahirkan lalu mendapatkan banyak perhatian dari orang-orang, kemudian saat tua nanti hanya menunggu ajal datang".
"Apa yang sedang kau bicarakan?".
"Cinta itu menurutmu kekal atau tidak?" Jia mengerjapkan matanya, mereka saling menatap sangat lama. Johan tersenyum, "kenapa kau tidak mengerti?".
Jia menautkan alisnya, "cinta?" Johan menganggukkan kepalanya. Jia diam, dia tidak tahu harus menjawab apa.
Johan membelai rambut hitam Jia dengan lembut, "kekal, jawabannya kekal. Kau mencintai jovian itu kekal" Jia langsung menoleh ke arah Johan dengan mata polosnya.
"Kau telah mencintai jovian sangat lama dan kau tidak berpaling sedikitpun darinya. Kau terus berusaha untuk memberikan seluruh perasaan mu kepadanya, aku harap kau tidak menyia-nyiakan waktu mu untuknya. Semoga kau cepat mendapatkan cintanya, lebih besar dari cintamu kepadanya".
Jia perlahan tersenyum setiap perkataan Johan, "terimakasih Johan".
Keduanya kembali hening, Jia menikmati angin yang berhembus lembut kearah mereka. Ia memejamkan matanya sambil tersenyum manis, ia bersenandung kecil. Kadangkala matanya melihat ke langit.
Johan yang tidak ingin melewatkan kesempatan ini, dia memandang wajah Jia. Terus memandanginya tanpa rasa muak sedikitpun, sudut bibirnya keatas. Ia mengikuti arah pandangan Jia.
"Apa kau menikmati suasana ini?" Jia hanya berdeham.
"Bagaimana kalau kau akan ku ajak lagi kesini?" Jia menoleh dengan cepat.
"Iya, ajak aku lagi kesini nanti. Aku menyukainya" jawab Jia dengan antusias.
"Baiklah nona Jia, saat liburan kelulusan akan ku ajak lagi kau kesini" mereka berdua tertawa. Lalu, menghela nafas kembali pada suasana tadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANINTYA (2007) [ON GOING!]
Teen FictionJia jenica adalah anak kecil yang mencintai seseorang dari usia 6 tahun, ia memendam rasa itu sendiri. pria yang dia kagumi tidak peka terhadap dirinya selama bertahun-tahun. Berawal dari menolong Jia jatuh saat belajar bersepeda di lapangan, sehing...