Chp. 31: Kebenaran

548 44 0
                                    

sebentar lagi mau end guys!

____________________________________

HAPPY READING
____________________________________

Bala bantuan datang dengan cepat, membawa angin harapan di tengah kegelapan malam. Kereta-kereta kuda membawa para ksatria yang terluka menuju istana ratu terdahulu, tempat terdekat yang bisa mereka jadikan perlindungan. Para penyerang yang tertangkap diangkut ke istana Eldoria, dijaga ketat oleh para prajurit.

Di istana ratu terdahulu, suasana penuh kekhawatiran dan kesibukan. Para pelayan dan tabib bergegas merawat para ksatria yang terluka. Jeritan rasa sakit dan suara perintah memenuhi udara. Bianca, dengan penuh perhatian, mengobati luka Alaric. Tangannya gemetar sedikit saat memberikan pertolongan pertama, merasa bersalah karena tidak memerhatikan Alaric saat penyerangan.

Leonard, Nathaniel, Kaelan, dan Marcus mengawasi dengan cemburu, namun mereka terpaksa menahan diri, mendapatkan tatapan tajam dari Bianca yang meminta mereka untuk tidak mengganggu.

"Yang mulia ratu, anda benar-benar tidak perlu melakukan ini," Alaric berkata dengan suara lemah, tetapi Bianca mengabaikannya, fokus pada luka di depannya.

"Diam dan biarkan aku menyelesaikan ini," jawab Bianca tegas, wajahnya penuh konsentrasi. Sesekali, Alaric meringis, dan Bianca dengan cepat mengipasi lukanya untuk mengurangi rasa perih.

Di sudut lain dari istana, Adrian mendekati Elizabeth dengan ekspresi serius. "Ibunda, aku perlu bicara denganmu. Ada sesuatu yang harus aku ketahui."

Elizabeth mengangguk dan membawanya ke koridor yang jauh dari ruangan pengobatan. "Apa yang ingin kau bicarakan, Adrian?" tanyanya dengan tenang.

Adrian menghela napas, tangannya mengepal. "Mengapa kerajaan Eldoria menyerang kerajaan Vespera? Jawabanmu akan menentukan apakah aku akan melanjutkan kebencianku atau menghilangkannya."

Elizabeth terkejut, namun tetap tenang. "Adrian, mengapa kau menanyakan ini sekarang?"

Adrian menjawab dengan suara penuh emosi, "Karena aku butuh kebenaran, ibunda. Aku tidak bisa terus hidup dalam kebencian tanpa alasan yang jelas."

Elizabeth menghela napas dalam-dalam, tahu bahwa saat ini tidak bisa dihindari. "Ikuti aku," katanya, membawa Adrian ke gudang istana.

Adrian mengikutinya dengan hati yang penuh pertanyaan. Di dalam gudang yang penuh barang-barang, Elizabeth memberikan sebuah kotak kepada Adrian. "Buka kotak ini," katanya.

Adrian membuka kotak itu dengan tangan gemetar. Di dalamnya terdapat foto dua wanita dan dua pria, salah satunya adalah kedua orang tua Adrian yang sudah meninggal. Ada juga surat-surat tua yang sedikit memudar.

Elizabeth menjelaskan, "Foto ini adalah foto orang tua kandungmu bersama raja dan ratu Vespera, Adrian. Orang tua kandung mu bukanlah raja dan ratu Vespera, tapi kau adalah putra dari seorang bangsawan count. Ayah kandungmu adalah sahabat suamiku."

Adrian menatap foto itu dengan mata terbelalak. "Apa maksud ibunda?"

"25 tahun yang lalu," lanjut Elizabeth, "ayah kandungmu datang kepada suamiku dengan tubuh penuh darah, meminta untuk menyelamatkanmu. Raja dan ratu Vespera sengaja membawa mu yang masih bayi untuk mengambil jantungnya bagi anak mereka yang sakit jantung."

Adrian merasakan dunia berputar. "Jadi, selama ini aku salah paham? Aku menyimpan dendam pada orang yang salah?"

"Suamiku membutuhkan 10 tahun untuk memperkuat ksatria dan melakukan perang dengan kerajaan Vespera, membunuh habis keluarga kerajaan dan membawa Adrian kecil. Selain itu, ada alasan lain mengapa suami ku tidak bisa memaafkan kerajaan Vesper. Itu karena raja dan ratu Vespera melakukan banyak hal kotor yang merugikan masyarakat. Entah itu perjudian, perjual Belian manusia, melakukan hal ilegal, ah masih banyak lagi. Kau bisa mencari tahunya." Ujar Elizabeth yang menahan marah karena mengingat-ingat masa lalu itu.

Air mata mengalir di wajah Adrian saat dia mendengar penjelasan ini. "Jadi, seluruh hidupku aku dibutakan oleh kebencian yang salah?"

Elizabeth menatapnya dengan lembut. "Jika kau tidak percaya, kau boleh mencari tahu sendiri."

Setelah mengatakan itu, Elizabeth meninggalkan Adrian di ruangan itu. Adrian duduk terdiam, memeluk foto kedua orang tuanya, menangis. Pria yang selama ini dikenal dingin dan tak tergoyahkan kini hancur dalam kepedihan yang mendalam. Tangisannya terisak-isak, mengguncang tubuhnya. Rasa sakit dan kebingungan merasuk ke dalam dirinya, mengubah kebenciannya menjadi kesedihan yang tak tertahankan.

***

Di malam yang tenang, Adrian duduk sendirian di taman istana, merenung dalam keheningan. Ia duduk di bangku marmer sambil mendongakkan kepalanya menatap langit malam yang dipenuhi bintang. Ingatannya berkelana ke masa-masa ketika ia bersikap buruk kepada istrinya, Elara. Rasa bersalah menghantui hatinya, membuatnya tak tahu harus berbuat apa. Bahkan, dia merasa terlalu malu untuk menatap wajah Elara lagi.

Tanpa disadarinya, Bianca datang mengendap-endap di belakangnya dan menepuk pundaknya. Adrian tersentak, terkejut oleh sentuhan mendadak itu.

Bianca tertawa puas melihat keterkejutan Adrian. "Maaf, aku tidak bisa menahan diri," katanya sambil tersenyum.

Adrian terpana oleh senyuman bebas Bianca, namun dengan cepat ia mengalihkan pandangannya. "Pergilah," katanya dingin.

Bianca menggeleng. "Aku tidak akan pergi ke mana-mana." Ia duduk di samping Adrian tanpa menunggu izin.

Adrian hanya bisa menghela napas, lalu melepaskan jubahnya dan memakaikan ke tubuh Bianca. "Setidaknya pakailah ini, malam ini dingin," katanya.

Bianca terkejut namun tersenyum hangat. "Terima kasih," katanya lembut, kemudian membagi jubah itu untuk dipakai berdua, mendekatkan tubuh mereka. Bianca menyandarkan kepalanya di bahu Adrian.

Adrian terkejut dengan kedekatan itu. Jantungnya berdetak kencang, bingung dengan perasaan baru yang muncul. "Elara, kenapa kau selalu membuat segalanya lebih rumit?" gumamnya pelan.

Bianca tersenyum dan mengangkat wajahnya. "Adrian, apa yang terjadi padamu? Kenapa kau terlihat begitu murung?"

Adrian menghela napas panjang. "Aku... Aku merasa sangat bersalah. Maaf karena telah membuat mu terluka. Aku telah berbuat salah besar. Aku membenci mu dan berniat balas dendam, karena kesalahpahaman. Aku bahkan mengajak Leonard, Nathaniel, Kaelan dan Marcus untuk bekerja sama denganku. Tapi sekarang, aku sadar betapa salahnya aku. Maafkan aku, Elara. Aku benar-benar merasa bersalah, bahkan aku tidak pantas untuk dimaafkan." Matanya mulai berkaca-kaca.

Bianca dengan tenang menghapus air mata Adrian dengan jarinya. "Adrian, aku tidak marah," katanya lembut. "Aku tahu kalian pasti punya alasan tersendiri. Aku tidak mempermasalahkannya, karena bagaimanapun juga, waktu akan menjawab semuanya. Kau tidak perlu khawatir."

Adrian terdiam, terpesona oleh ketenangan dan kebaikan hati Bianca. Dengan perlahan, Adrian mendekat dan mengecup singkat bibir Bianca. Gadis itu terkejut dan menutup bibirnya dengan tangan, matanya membulat, tetapi tetap penuh kehangatan.

Adrian merasa gemas melihat reaksi istrinya. Dia menarik tangan Bianca dengan lembut, membiarkan jarinya menyentuh pipi gadis itu. "Elara, jangan menutup dirimu dariku," bisiknya pelan.

Adrian memeluk Bianca lebih erat, merasakan kehangatan tubuhnya. "Elara, aku tidak pernah merasa seperti ini sebelumnya. Aku, mencintaimu."

____________________________________

TO BE CONTINUED
____________________________________

Beyond The Final Chapter [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang