Chp. 38: Pemakaman

502 39 0
                                    

____________________________________

HAPPY READING
____________________________________

Bianca memecah kerumunan di dalam kamar Elizabeth, matanya memindai wajah-wajah cemas di sekelilingnya. Langkahnya semakin berat ketika hampir sampai di tengah-tengah kerumunan. Suara tangisan dan isak tangis memenuhi ruangan itu, menggema di dinding yang terasa semakin sempit dan menekan.

Begitu sampai, tubuh Bianca membeku, wajahnya pucat pasi. Tubuhnya meluruh mendekati tubuh tak bernyawa yang sudah bersimbah darah. Elizabeth, terbaring dengan mata terbuka, tatapannya kosong dan dingin. Dengan tangan gemetar, Bianca menutup mata itu, air mata mengalir tanpa henti di pipinya.

"I-ibu...," bisiknya dengan suara serak, suaranya hampir tak terdengar. Dia memeluk tubuh Elizabeth dengan erat, seakan berharap bisa mengembalikan kehidupan ke dalam tubuh yang dingin itu. "Kenapa... Kenapa ini harus terjadi pada mu, ibunda?"

Tangis Bianca pecah, mengguncang seluruh tubuhnya. Dia menangis sejadi-jadinya, air matanya membasahi pakaian Elizabeth. Hatinya terasa seperti diiris-iris, melihat orang yang sudah dia anggap ibunya sendiri, terbaring tak bernyawa dengan cara yang tidak lazim ini. Setiap tangisannya membawa suasana yang semakin muram, membuat semua orang di ruangan itu ikut merasakan kesedihannya.

"Siapa yang melakukan ini?" Bianca menangis dengan isak yang mengguncang. "Mengapa orang-orang sangat jahat dan tega melakukan ini?"

Hati orang-orang di dalam ruangan ikut sesak melihat bagaimana wanita malang itu menangis. Mereka tidak dapat menahan air mata mereka sendiri, merasakan penderitaan yang begitu dalam.

Adrian mengepalkan tangannya, rahangnya mengeras menahan amarah. "Felix... Dia harus membayar untuk ini. Kita tidak akan membiarkan ini berlalu begitu saja."

Leonard mengangguk setuju, wajahnya penuh kebencian. "Aku bersumpah akan menemukan siapa pun yang terlibat. Mereka akan menyesal."

Nathaniel, dengan mata berkaca-kaca, berkata dengan suara tegas, "Mereka akan merasakan penderitaan yang sama. Tidak, harus lebih menderita. Aku tidak akan beristirahat sampai kita menangkap mereka."

Kaelan menghela nafas panjang, mencoba menenangkan diri. "Kita harus tetap fokus. Ini bukan hanya tentang balas dendam, ini tentang keadilan."

Marcus, yang biasanya tenang, tampak marah dan penuh tekad. "Kita akan membuat mereka menyesal telah menyakiti orang-orang yang kita cintai. Ini janji kita."

***

Pemakaman Elizabeth dilakukan dengan penuh khidmat. Semua warga, bangsawan, dan juga raja ratu dari kerajaan lain turut hadir untuk memberikan penghormatan terakhir. Langit mendung seakan ikut berduka, sementara suara lonceng pemakaman menggema di seluruh wilayah.

Bianca memimpin upacara itu dengan tatapan kosong. Siapapun yang melihatnya dapat merasakan sakit yang dirasakan olehnya. Kehilangan Elizabeth adalah luka yang begitu dalam bagi Bianca, dan tatapan hampa di matanya mencerminkan betapa hancurnya hatinya.

Setelah pemakaman selesai, para tamu mulai menikmati makanan yang dihidangkan. Mereka membicarakan betapa baiknya Elizabeth dan betapa sedihnya mereka melihat Bianca yang kehilangan ibu angkatnya. Namun, Bianca merasa sesak dan tidak bisa bertahan di tengah kerumunan. Air mata seolah sudah kering, habis oleh tangisan sebelumnya, tapi rasa sakit itu tetap menggelayut di hatinya.

Adrian, Leonard, Nathaniel, Kaelan, dan Marcus mencoba menenangkan Bianca, tapi dia hanya menggeleng pelan. "Aku butuh waktu sendiri," katanya dengan suara parau. Mereka saling bertukar pandang, merasa tak berdaya, lalu mengangguk setuju dan membiarkan Bianca sendirian.

Beyond The Final Chapter [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang