____________________________________
HAPPY READING
____________________________________Di pagi yang tenang, sinar matahari menyusup melalui celah-celah tirai di kamar Nathaniel. Di atas ranjang, Nathaniel duduk sambil mengamati wajah Bianca yang masih terlelap dengan senyum yang lembut. Ada kehangatan dalam matanya, seolah-olah hanya melihat Bianca bisa membuatnya merasa lebih baik.
Begitu mata Bianca terbuka, Nathaniel menyapanya dengan suara lembut, "Selamat pagi, Elara."
Bianca membalas sapaan itu dengan senyum yang mengantuk. "Selamat pagi, Nathaniel," katanya. Ia mengusap matanya perlahan sebelum menatap Nathaniel dengan penuh perhatian. "Bagaimana perasaanmu hari ini? Sudah lebih baik?"
Nathaniel mengangguk sambil tersenyum. "Ya, aku sudah merasa jauh lebih baik. Terima kasih banyak, Elara."
Bianca tersenyum lega mendengar jawaban Nathaniel. "Syukurlah. Aku senang mendengarnya."
Keheningan sejenak melingkupi mereka, namun bukan keheningan yang canggung. Mata mereka saling bertemu, pandangan yang dalam dan penuh makna. Dalam keheningan itu, ada perasaan yang tak terucapkan yang menyatukan mereka.
Nathaniel, seolah-olah dituntun oleh dorongan alami, mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Bianca dengan lembut. Bianca terkejut sesaat, namun tidak menolak. Bibir mereka bersentuhan, Nathaniel mencium dan melumat bibir Bianca dengan keahlian yang lembut namun penuh gairah.
Tiba-tiba, pintu kamar terbuka lebar. Seorang pria berpakaian pelayan berdiri di ambang pintu dengan ekspresi terkejut. Nathaniel langsung menghentikan aksinya dan cepat menutup tubuh Bianca. Pria itu, yang ternyata adalah asisten Nathaniel, segera meminta maaf dengan gugup dan keluar dari kamar dengan cepat.
Bianca tertawa kecil, memecah keheningan yang canggung. "Mungkin lain kali,"
Nathaniel menghela napas, tersenyum meskipun merasa agak kecewa. "Ya, sangat disayangkan,"
Mereka berdua tertawa ringan, menikmati momen kebersamaan yang manis meskipun sempat terganggu. Hari itu, meskipun dimulai dengan kejutan, menjadi awal yang baik untuk hubungan mereka yang semakin dekat dan penuh makna.
***
Elizabeth mengamati Vivienne dengan pandangan tegas. "Hei kau, sepertinya kau sudah membaik. Sudah saatnya kau pergi dari sini."
Mendengar perintah itu, Vivienne terisak, air mata mengalir deras di pipinya. "Tolong, jangan usir aku! Aku tidak punya tempat lain untuk pergi," pintanya dengan suara bergetar. "Aku akan melakukan apa saja, bekerja di sini, apa pun. Tolong, jangan biarkan aku pergi. Aku takut pada orang-orang di luar sana."
Bianca, yang menyaksikan tangisan Vivienne, merasa iba. Dia mendekati ibunya dan berbicara dengan suara lembut namun penuh harapan. "Ibu, mungkin kita bisa membiarkan Vivienne tinggal sedikit lebih lama. Dia benar-benar tidak punya tempat lain."
KAMU SEDANG MEMBACA
Beyond The Final Chapter [END]
FantasíaKarena kecelakaan ditabrak kereta, Bianca terbangun di ruangan asing dengan tubuh seorang wanita yang mendapatkan peran tokoh utama di dunia novel. "G-gue jadi tokoh utama yang punya 5 suami?!" Bianca, kini bereinkarnasi menjadi putri mahkota yang...