22 : Word of Affirmation

3.2K 276 29
                                    

Haii Gengs! 

Bagaimana hari Minggu kalian? 

ini termasuk cepat ya, aku updatenya. 

Semoga kedepannya makin rajin ya aku. 

Jangan lupa tinggalkan jejak. 

Happy reading. 

Sejak di supermarket, di mobil, hingga sampai di apartemen mereka, Dipta masih saja mendiamkannya. Lea tahu jika suaminya sedang marah, tapi masalahnya dia tidak tahu apa yang membuat pria yang menikahinya satu minggu lalu tiba-tiba marah, padahal sebelumnya baik-baik saja. Namun dia juga tak ingin memaksa Dipta untuk bicara, karena pria itu terlihat menghindarinya sejak sampai di apartemen. Suaminya itu, memilih berkutat dengan laptopnya di ruang kerjanya.

Pada akhirnya Lea memberikan waktu untuk suaminya menjadi lebih tenang, dia memilih merapikan barang-barang belanjaannya, karena banyak bahan makanan yang harus segera masuk ke lemari pendingin. Setelah itu, karena hari sudah cukup sore dia sekalian memasak untuk makan malam. Dia memilih untuk memasak tumis dada ayam yang dengan daun kemangi. Menu makanan yang sering dia masak, jika dia sedang tidak terlalu ingin memasak, karena cara membuatnya yang sangat sederhana.

Dia melakukannya dengan cekatan, sambil menunggu masakannya matang dia memilih untuk membersihkan area tempat cuci piring, sekaligus mencuci peralatan masak yang sudah selesai dia pakai. Rupanya kegiatan itu menarik perhatian Dipta yang menatap istrinya yang bersenandung kecil dengan kesal.

"Kayanya, kamu memang tidak terlalu peduli dengan saya," ujar Dipta yang langsung menarik perhatian Lea.

Merasa pembicaraan mereka akan cukup panjang, Lea mematikan kompornya, karena akan berbahaya membiarkan kompor terus menyala. Dia menghampiri Dipta. "Kok kamu bisa bicara seperti itu, Mas?" tanya Lea cukup lembut.

"Kamu tahu saya diam, tapi kamu seolah diamnya saya nggak membuat kamu terganggu."

Lea menghela napas dalam, sesuai dugaannya suaminya sedang marah. Sebenar sikap Dipta yang seperti ini cukup menyebalkan, jika mereka bukan pasangan yang menikah, Lea pasti sudah pasti aku ikut marah-marah. Namun dia memilih menurunkan egonya, karena jika dia ikut marah mereka pasti akan bertengkar dan itu tidak baik untuk pernikahannya mereka yang masih bisa dihitung dengan jari tangannya.

Dia meraih tangan suaminya dan menggenggamnya. "Mas, aku bukan nggak peduli. Aku tahu kamu memang sengaja mendiamkan aku, tapi aku memilih untuk memberi kamu waktu, agar kamu lebih tenang dan mau bicara sama aku," tuturnya yang membuat Dipta menatap istrinya dengan sedikit rasa bersalah. "Sekarang bilang, aku salah apa sampai kamu marah?" lanjutnya.

"Aku, aku, aku yang salah," jawab Dipta sambil menunduk.

"Memangnya kamu kenapa?"

"Aku nggak suka kamu terlalu dekat dengan Bagas, dia kan mantan kamu."

Senyumnya langsung merekah, setelah tahu alasan suaminya seperti. "Ah kamu cemburu toh. Aku sama dia nggak sengaja ketemu dan saling menyapa."

"Tapi kamu tertawa dengan dia, aku nggak suka, apalagi dia mantan kamu."

"Aku nggak benar-benar pacaran sama dia, dulu dia cuma nyewa aku buat jadi pacar sewaan biar orang tuanya setuju kuliah di luar negeri."

"Kalau kamu lupa, awalnya aku juga cuma nyewa kamu, pada akhirnya kita menikah. Nggak menutup kemungkinan kamu bisa jatuh cinta sama dia dan kamu ...." Dipta tak bisa melanjutkan kata-katanya, karena Lea lebih dulu membungkam bibir pria itu dengan bibirnya.

"Kamu tuh ya, aku itu istri kamu. Kamu dulu selalu menekankan kita harus selalu pakai logika sebelum emosi. Udah sana mandi, aku mau beresin masakan aku dulu, nanti keburu magrib aku mau keramas soalnya." Setelah mengatakan itu, Lea meninggalkan Dipta yang masih mematung dan melanjutkan masakannya yang sempat tertunda.

Your's Profesional WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang