Sepuluh : Calon Suami, Katanya.

5.3K 471 18
                                    

Haiii Gengs!!!!! 

Aku balik, setelah sekian lama. 

Ini diketik setelah pulang kerja, jam setengah sepuluh. 

Semua bisa mengobati rindu kalian ya. 

Jangan lupa tinggalkan jejak. 

Happy reading ^^ 

*** 

Dipta tak menyangka jika dia berhasil membuat Lea bersedia menjadi istrinya, dalam tenggang waktu yang dia berikan pada gadis itu. Padahal dia sudah mempersiapkan diri untuk menceritakan yang sebenarnya pada keluarganya, jika sampai akhir Lea tak mengubah pendiriannya. Namun sialnya kejadian semalam terus berputar di otaknya, Lea yang dengan liar mencumbunya, dia bahkan masih ingat bagaimana rasanya saat bibir mereka saling bersambut.

"Sial!" umpat saat dia tak kunjung bisa melupakan setiap sentuhan yang Lea berikan.

"Pak Dipta kenapa?" tanya Erin, mahasiswi yang menjadi asistennya.

"Ah maaf, saya sedang memikirkan hal lain. Tadi ada apa?" Dipta mencoba untuk fokus.

"Ini tugas dari anak-anak."

"Emm terima kasih ya Erin."

"Oh ya Pak, ini." Erin meletakan sebuah salep di meja Dipta. "Kayanya bapak kena alergi, leher bapak banyak merah-merahnya, biasanya saya kalau kemerahan pakai ini ampuh pak."

Erin memang terkenal dengan sifatnya yang sangat polos, itu juga yang membuat Dipta menerimanya sebagai asistennya. Namun polosnya Erin satu paket dengan sifatnya yang tidak peka.

Tentu saja hal itu membuat Dipta salah tingkah, dia tak mungkin menolak pemberian Erin dan mengatakan yang sebenarnya, dia masih cukup waras. "Ah iya, terima kasih ya untuk salepnya."

"Sama-sama pak, kalau begitu saya pamit dulu."

Dipta menatap salep yang ditinggalkan oleh Erin, lalu dia membuka kamera ponselnya memeriksa lehernya dan benar saja, jejak yang Lea tinggalkan masih jelas terlihat dan sialnya itu bukan hanya satu, tapi ada beberapa.

"Pak Dipta, alergi apa memang?" tanya seorang pria paruh baya yang berada di ruangan yang sama dengan dia.

"Ah anu Pak, ini ... saya digigit serangga Pak," jawabnya berbohong, karena mustahil untuk menjawab dengan jujur.

"Serangganya pakai hoodie hitam kan, Ta?" sindir seorang pria yang terlihat seumuran dengannya, dia adalah laki-laki yang sama yang bertemu Dipta di depan kampus pagi tadi.

Tentu saja Dipta langsung salah tingkah. "Wir, bukannya ada kelas jam sebelas?" Dipta mencoba mengalihkan perhatian Wira. Pria yang cukup dekat dengannya, karena pernah menempuh pendidikan yang sama di luar negeri dulu dan kebetulan mengajar di universitas yang sama dengan mata kuliah yang tentunya berbeda.

"Iya sih."

"Saya juga mau pamit, ada acara," pamitnya lalu membereskan barang-barangnya dan pergi meninggalkan ruangan dosen.

Dipta menghela napas lega saat berhasil menghindari suasana canggung, terlebih di ruangan itu ada Ibu Rusmana, salah satu dosen yang menjadi media ekspres penyebaran gosip terbaru di kampus. Dia tak ingin menjadi bahan cemilan saat mereka makan siang nanti.

***

Sesuai janjinya, Dipta kini berada di bar milik Adrian untuk mengambil mobil Lea. Sang pemilik bar, sedang duduk merapikan area depan, tentu saja tak membiarkan sahabatnya berlalu begitu saja, dengan semangat Adrian menghampiri Dipta yang niatnya memang ingin langsung pergi.

Your's Profesional WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang