Enam Belas : Lamaran yang Sesungguhnya

4.6K 435 31
                                    

Haiiiii Gengss!!!!! 

Seminggu sekali nggak apa-apa kan? 

Happy reading. 

Terhitung sudah dua hari Lea terjebak di rumah kakeknya, rasanya masih sama canggungnya ketika semua keperluannya disiapkan oleh para asisten rumah tangga di sini. Dia masih tak habis pikir dengan kakeknya yang tiba-tiba ikut campur dalam hidupnya. Meskipun dia tak bisa memungkiri, dia bisa sekolah di sekolah yang bagus itu adalah campur tangan uang dari kakeknya. Meskipun setelah kuliah dia mendapat beasiswa penuh dan dia juga mulai bisa menghasilkan uang sendiri, kakeknya masih mengirimi uang bulanan yang setelah dia kumpulkan bisa dia gunakan untuk membayar uang muka apartemen yang ditempatinya.

Dia lebih tak mengerti lagi, saat dia meminta Dipta untuk melamarnya secara resmi, yang membuat suasana rumah besar ini menjadi sibuk sejak pagi untuk menyambut keluarga Dipta yang akan datang siang nanti. Bahkan Lea harus bertemu dengan saudara-saudara dari pihak ayah yang tidak terlalu menyukainya.

"Nduk, kamu tuh ndak ada kabar tiba-tiba eyang kakung kamu bilang kamu udah mau lamaran aja," ujar salah satu kakak sepupu ayahnya.

"Lo nggak hamil duluan kan?" tanya saudara sepupunya yang sejak sekolah dulu tak pernah akur dengannya, apesnya lagi mereka dulu satu kampus yang membuat Lea sedikit cemas jika sepupunya itu mengenali Dipta.

"Kalaupun gue hamil duluan, itu bukan urusan lo," jawab Lea datar tanpa melihat ke arah lawan bicaranya, karena dia sedang di rias.

"Hush! Kalian tuh ya bicara yang baik-baik saja. Netta itu anak pintar nggak kaya kamu, kerjaan tiap hari cuma keluyuran nggak jelas," ujar wanita paruh baya itu yang membuat segaris senyum terbit di wajah Lea.

"Bandingin aja terus, Zenita sama anak darah campuran ini. Zenita yakin eyang kakung ngelakuin ini biar nggak dituduh menelantarkan cucunya. Tapi gimana ya dari dulu sudah ditelantarin, buktinya dia dibuang di panti asuhan!"

Mendengar itu raut wajah Lea langsung berubah, Zenita selalu begini setiap kali kalah dalam berdebat dia akan menyentuh hal paling sensitif untuk Lea. Saat masih remaja dia tidak akan segan-segan menjambak rambut gadis itu, tapi setelah lebih dewasa Lea memilih untuk lebih mengendalikan diri, terlebih dia tidak ingin mengacaukan hari spesialnya. Meskipun dia tak mengharapkan hal ini, karena lamaran Dipta sebelumnya lebih dari cukup, namun bohong jika dia tidak bahagia dilamar secara resmi seperti sekarang.

"Netta maafin Zenita ya," ucap ibu dari anak itu merasa tak enak hati dengan ucapan putrinya.

"Tidak apa-apa budhe, saya paham kalau orang yang belum dewasa biasanya memang suka sembrono." Lea berhasil wajah Zenita langsung merah padam, yang mmbuat gadis iru memilih itu pergi meninggalkan kamar Lea.

***

Rombongan keluarga Dipta tiba di kediaman kakeknya Leanetta, yang di sambut oleh keluarga besar Lea. Lea yang menggunakan kebaya modern berwarna tosca terlihat begitu anggun terlebih rambut yang disanggul, menambah kesan ayu. Bohong jika Lea berkata dia tidak bahagia, meskipun apa yang Dipta lakukan sudah lebih dari cukup untuknya, tapi dilamar seperti ini membuatnya merasa sangat berharga. Sementara Dipta yang mengenakan batik bermotif kembar dengan rok yang Lea kenakan, terlihat tak bisa mengalihkan pandangannya pada calon istrinya itu.

"Biasa aja lihatnya!" Nania menyenggol lengan sang adik. "Kalau mau nerkam nanti pas udah halal," lanjutnya yang membuat Dipta langsung salah tingkah.

Acara lamaran segera dimulai dengan seorang pemandu acara yang mulai memandu jalannya acara lamaran itu. Lea terlihat sedikit gugup, saat tiba saat calon ayah mertuanya mulai berbicara.

Your's Profesional WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang