Delapan belas : Hari Pernikahan Kita.

4.6K 383 43
                                    

Siapkan amplop kalian, kita kondangan hehhe. 

Happy reading^^

Jangan lupa tinggalin jejak, biar aku semakin semangat updatenya. 

 Sejak pagi buta, Leanetta sudah diboyong ke hotel tempat akad nikah dan resepsi pernikahannya. Dia tidak menginap, karena tak lagi punya tenaga untuk pergi ke hotel dan akhirnya memilih tetap tidur di rumah dan pergi ke hotel pagi harinya. Masih dengan wajahnya yang sedikit bengkak, terutama di area matanya karena terlalu banyak menangis. Bahkan Ana sampai membawa bongkahan es batu untuk mengompres wajah Lea sepanjang perjalanan dari rumah kakek Lea, menuju hotel, tapi itu juga tak terlalu membantu.

Beberapa kali Lea menghela napas, saat melihat pantulan dirinya di cermin saat akan dirias. Dia menyesal, karena terlalu banyak menangis hingga membuat wajahnya seperti baru disengat lebah.

"Pasti nggak cukup tidur ya kakaknya, deg-degan ya. Wajar kok, namanya juga mau jadi manten," ujar wanita yang sedang mempersiapkan peralatan untuk merias Lea.

"Iya, banyak nangis juga. Jadi wajah saya jadi kaya ikan mas koki," jawab Lea sambil meratapi wajahnya.

"Enggak kok, kakaknya masih cantik kok. Kulitnya juga bagus banget. Untuk sedikit nggak kesempurnaan di wajah kakaknya itu, biar menjadi bagian saya, biar saya nggak makan gaji buta," tutur sang perias yang diakhiri dengan sedikit tawa.

"Mbak Ayudia bisa saja. Terima kasih, saya jadi merasa lebih baik."

"Kita mulai ya."

"Iya."

Proses merias pun dimulai, Lea hanya pasrah membiarkan sang MUA menjadikan wajahnya menjadi kanvas. Debaran jantungnya kian menjadi, ketika menyadari tinggal hitungan jam lagi dia akan sah menjadi seorang istri, terlebih menjadi istri dari seorang Pradipta Nareswara Dwi Hardjono dosen yang dulu paling ingin dia hindari. Ternyata skenario takdir memang selucu itu ya.

Setelah satu jam riasan Lea sudah terlihat hasilnya, rambutnya sedang disanggul oleh penata rambut yang dibawa oleh sang perias, dahinya sedang digambar paes Solo putri. Kini dia juga sudah berganti dengan kebaya warna putih. Bunga melati juga sudah terpasang, beberapa aksesori penunjang juga sudah terpasang. Leanetta benar-benar terlihat sangat cantik dan anggun menggunakan pakaian adat Jawa Solo putri.

"Ya Allah, subhanallah, cantik banget penganten kita," ujar Ananthasia yang sudah siap dengan seragam pengiring pengantin bersama tiga teman Lea yang lain.

"Nggak nyangka diantara kita Lea yang si paling independent woman bakal nikah duluan," timpal Citra yang datang jauh-jauh dari Palembang demi menghadiri pernikahan teman kuliahnya itu.

"Tapi paling nggak nyangka calon suaminya sih." Althea juga tak ingin ketinggalan dalam obrolan itu.

Dan Reani si paling mungil di antara mereka juga juga ikut menimpali, "gue bahkan sambil ngeraguin kenormalan kuping gue pas Ana ngasih tau Lea mau nikah sama Pak Dipta. Gila sih hidup memang penuh plot twist."

Lea hanya bisa tersenyum kikuk mendapat ledekan dari teman-temannya, terlebih jika mengingat bagaimana dulu dia sering mengutuk Dipta dibelakang pria itu. Dulu, pria yang akan menjadi suaminya itu memang sangat menyebalkan. Jangankan untuk suka, setiap bertemu saja selalu saja ada hal yang membuat Lea nyaris kehilangan akal sehat karena saking kesalnya.

"Udah deh jangan diingetin lagi, malu gue."

"Penasaran deh gue sama Pak Dipta versi bucin."

"Cerita dong hal apa yang bikin lo akhirnya jatuh cinta sama dia?"

Ingatan tentang hari-hari yang dia lewati bersama Dipta terlintas dalam benaknya, tidak ada hal yang terlalu spesial. Dipta bukan pria yang menggebu-gebu dalam menunjukan perasaanya. Semua hanya perhatian kecil, hari-hari yang biasa, obrolan biasa yang akhirnya membuatnya terbiasa dengan adanya Dipta dalam hidupnya yang perlahan memberikan rasa nyaman.

Your's Profesional WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang