Sembilan : Calon Istri, Katanya

4.4K 392 36
                                    

Chapter 9 #Calon Istri, Katanya#

****

Lea mengerjap-ngerjapkan matanya, saat dia terbangun di tempat yang tidak familiar. Nyawanya belum sampai ke kepalanya, hingga dia terlihat seperti orang linglung. Kemudian, ingatan demi ingatan yang membuat dia terbangun di ruangan asing itu mulai muncul. Spontan dia meremas kepalanya sendiri.

"Lea kok lo bisa mata duitan sih, kok lo gampangan banget. Cuma denger kata-kata gitu bisa luluh. Masalahnya ini Pak Dipta, masa lo mau nikah sama dia!" omelnya pada dirinya sendiri. Ya, setelah bangun tidur dia menyesali keputusannya semalam. "Kalau gue bilang gue berubah pikiran, boleh nggak ya?" gumamnya.

"Nggak boleh ya Lea, semalam saya sudah bilang," ujar Dipta yang tiba-tiba nyelonong masuk ke kamar itu.

"Loh! Kok Pak Dipta, main masuk aja. Nggak sopan," omel Lea untuk menutupi rasa kagetnya, karena Dipta tiba-tiba muncul terlebih penampilan Dipta, yang bahkan tak pernah dia bayangankan sebelumnya.

"Ternyata pakai kaos dan sarungan, ganteng banget si bapak," baatinnya yang tak sadar mengagumi penampilan Dipta

"Lebih baik kamu bangun, ambil wudu, sholat subuh, saya siapin sarapan." Dipta dan sifat suka memerintahnya adalah dua hal yang tidak mungkin bisa dipisahkan.

"Iya."

"Jangan iya aja, sekarang Lea keburu waktunya habis ini udah jam lima."

"Iya, ini bangun."

Lea yang malas berdebat lebih lama, langsung bangkit dari ranjangnya dan menuju kamar mandi. Semenjak kuliah, Lea memang tahu jika Dipta termasuk orang yang selalu rajin beribadah, jadi Lea tak terlalu kaget saat semalam sebelum tidur tiba-tiba memberi Lea mukena dan menyuruhnya sholat isya

Saat selesai wudu, dia sudah tak menemukan sosok Dipta. Lea segera menunaikan kewajibannya, yang sering kali dia tinggalkan untuk kesibukan-kesibukan duniawi. Itu juga yang membuatnya sedikit tersentak, saat Dipta tiba-tiba menyuruhnya sholat, seolah Tuhan memang mengirim Dipta untuk membuat hidupnya lebih baik lagi. Setelah usai dia langsung keluar kamar dan menemukan sosok Dipta yang sedang membuat kopi, kali ini dia sudah memakai celana kerja warna hitam dan juga kemeja polos warna biru tua.

"Ada yang bisa saya bantu?" tawar Lea.

"Nggak usah, kamu duduk aja, biar saya yang selesaikan."

Lea menuruti Dipta dengan patuh, dia duduk di kursi yang cukup tinggi di mini bar, yang menghadap ke arah dapur. Menatap Dipta yang sedang sibuk menata roti yang baru dia angkat dari mesin toast pada piring yang  tertata di nampan berwarna coklat. Lalu dia membuka kulkas dan mengambil beberapa selai dan menata di nampan, kemudian membawanya ke depan Lea.

"Di kulkas hanya ada ini, lain kali saya akan buatkan yang lebih enak," ujarnya sambil menyajikan makanan yang sudah dia siapkan.

"Emang ada lain kali? Padahal setelah memikirkan semalaman saya berubah pikiran." Lea mencoba sedikit menggoda Dipta, dia suka melihat wajah panik Dipta seperti tadi saat dia bangun tidur.

"Ya silahkan, kalau kamu bisa melepas cincin itu dari jari kamu." Namun Lea harus sedikit kecewa, karena Dipta terlihat tenang-tenang saja.

"Bisa kok, tinggal bawa ke damkar. Selesai."

"Ya nggak apa-apa. Sekedar informasi, cincin yang kamu pakai, permatanya dari blue diamond," ujarnya sambil mengoleskan selesai coklat pada rotinya. "Kamu mau kacang, coklat, atau nanas?"

"Kacang." Lea yang masih tercengang sambil menatap cincinnya, tanpa sadar menjawab pertanyaan Dipta, yang membuat Dipta tertawa geli.

"Lucu banget sih kamu," ujar Dipta sambil mencubit pipi Lea gemas.

Your's Profesional WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang