Enam : Lamaran Kedua

5.9K 505 15
                                    

Chapter 6 #Lamaran Kedua#

**** 

Sesekali, Leanetta masih teringat lamaran Dipta seminggu yang lalu. Jika teringat dia akan merasa sangat kesal, pria yang tiba-tiba datang mengajaknya menikah, setelah itu pergi menghilang seolah tak terjadi apa-apa. Dunianya sedikit terguncang, tapi sepertinya pria itu bahkan sudah lupa. Dia benci kenyataan jika dia masih tidak bisa lupa tatapan pria itu saat melamarnya hari itu.

"Nyebelin!" Lea meremas gemas berkas yang dibawakan oleh asistennya.

"Kenapa Bu?" tanya Anissa bingung, karena biasanya atasannya itu tidak pernah begini, meski banyak kesalahan yang dilakukan oleh bawahannya.

Lea menyadari jika telah membuat kesalahan, tidak seharusnya dia membawa perasaan pribadi ke dalam wilayah profesional. "Ah maaf, tadi cuma kepikiran sesuatu yang menyebalkan. Untuk berkas laporan penjualan bulanan ini memang ada beberapa kesalahan yang cukup fatal, yang bisa menjadi masalah besar jika sampai ke tangan audit," ujarnya lalu dia menjelaskan bagian mana saja yang harus diperbaiki.

"Ah, saya mengerti Bu. Nanti, saya akan menjelaskan pada Nadia selaku penanggung jawabnya."

"Oke. tolong bilangi ke dia deadline-nya besok sebelum makan siang, soalnya tim audit sudah menanyakan."

"Siap Bu!"

"Terimakasih Anissa."

"Sama-sama."

Setelah Anissa meninggalkan ruangannya, Lea meraup wajahnya kasar. Dia tidak menyangka jika pria itu berhasil sedikit mengacaukan pikirannya. Dia benar-benar tak bisa berkonsentrasi dengan benar pada pekerjaan, akhirnya dia memutuskan untuk merapikan beberapa berkas yang bertumpuk di mejanya lalu bersiap untuk pulang. Dia merasa percuma tetap berada di kantor, tapi tak bisa bekerja dengan maksimal.

Saat dia sampai di lobi, orang-orang yang melihatnya dengan cara berbeda dari biasanya yang membuat dia sedikit penasaran apa yang terjadi. Terlebih beberapa orang mengucapkan selamat, yang membuat dia semakin tak mengerti. Namun pertanyaanya terjawab saat melihat pria dengan setelan jas warna hitam, membawa buket bunga tersenyum ke arahnya. Dia segera menghampiri pria itu.

"Kok Pak Dipta di sini?" tanyanya.

Bukannya menjawab Dipta justru tiba-tiba berlutut di depannya, mengeluarkan kotak cincin dari saku jasnya. Dipta melakukan lamaran seperti para aktor di drama-drama. Lea sedikit menutup wajahnya. Tentu saja dia merasa malu dengan apa yang Dipta lakukan, terlebih lobi kantornya yang cukup ramai, karena jam pulang kerja. Dia merasa lamaran Dipta beberapa hari yang lalu jauh lebih baik dan seperti Dipta. Namun lebih menarik perhatiannya adalah buket bunga yang Dipta bawa. Bagaimana tidak jika 80% buket itu terbuat dari lembaran uang pecahan seratus US dollar.

"Pak Dipta, tolong jangan begini," pintanya pelan.

Namun sepertinya Dipta tak ingin mendengarkannya. "Lea saya tahu, saya tidak bisa jadi yang kamu inginkan, tapi saya janji untuk buat kamu bahagia jika kamu setuju untuk menjadi istri saya. Leanetta, will you marry me?"

Orang-orang yang di sana menjadi heboh setelah mendengar lamaran Dipta. "Terima ... terima ... terima," ujar mereka.

Lea benar-benar tak bisa berkutik, jika dia menolak Dipta secara langsung seperti yang dia lakukan tempo hari, orang-orang akan mengecapnya sebagai wanita kejam. Terlebih orang-orang jaman sekarang, dengan mudahnya memberikan penilaian tanpa tahu yang sebenarnya terjadi. Belum sempat dia selesai dengan perdebatan di otaknya, Dipta lebih dulu memasukkan cincin ke jari manisnya. Lalu pria itu memberikan buket yang dari awal sudah menarik perhatian Lea.

Your's Profesional WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang