25 : Kehidupan Seorang Istri

4.8K 348 34
                                    

Haii Gengs!!! 

Lama tak jumpa kita. 

Terima kasih yang masih bertahan nungguin aku. 

Happy reading ^^ 

*** 

Leanetta POV

Waktu berjalan dengan cukup cepat, satu bulan sudah aku menjalani hidup dengan status istri dari seseorang yang hingga beberapa bulan lalu tidak ingin aku temui. Apakah aku bahagia? Tentu saja aku bahagia, memiliki seseorang yang selalu mendengarkan semua ceritaku tentang hal-hal sepele bahkan sesuatu yang mungkin aku sendiri akan bosan jika seseorang menceritakan padaku. Namun dia selalu antusias setiap aku bercerita, membuatku merasa kekosongan dalam diriku perlahan mulai terisi.

Setelah satu bulan menikmati hidup berdua, suamiku mengajakku pindah ke rumah utama. Awalnya aku sedikit khawatir, karena ini pertama kalinya aku menjadi seorang menantu. Aku takut jika aku akan diperlakukan buruk seperti di layar drama televisi. Namun aku lebih takut jika aku yang akan menjadi menantu durhaka. Namun rupanya di rumah besar ini aku merasa lebih bahagia.

Jika biasanya aku akan merasa bosan saat Mas Dipta pergi bekerja, sekarang ada mama, eyang putri, terkadang ada Kak Nania juga, jika dia tak ada urusan di luar rumah. Meski bukan pekerja kantoran Kak Nania memiliki beberapa bisnis, dari butik hingga restoran yang sesekali harus di pantau. Seperti hari aku, mama dan Kak Nania sedang membantu eyang putri merapikan taman belakang yang memang diurus sendiri oleh eyang. Banyak bunga anggrek yang harganya cukup untuk membeli satu unit apartemen di tengah kota. Ada juga bunga mawar berbagai warna, termasuk warna biru dan hitam yang cukup langka.

"Lea, tolong ambilkan vas bunga yang sudah diisi air di atas meja," ujar eyang yang sedang memotong tangkai bunga-bunga yang kami petik dari kebun.

"Ah iya eyang," sahutku.

Aku berlari kecil mengambil vas yang sepertinya terbuat dari kaca berkualitas baik. Ukuranya cukup besar, hingga aku cukup kesulitan mengangkatnya, mungkin karena sudah diisi air jadi lebih berat. Tiba-tiba ibu mertuaku mengambil alih vas itu, meski tubuh beliau terlihat ringkih beliau bisa mengangkat vas itu dengan mudah.

"Kamu bawa yang kecil aja, biar yang ini mama yang bawa," tutur mama dengan lembut.

"Iya ma."

Sebenarnya aku merasa sedikit tak enak hati, tapi aku juga tak ingin memaksakan diri, terlebih aku memilih riwayat cedera di pergelangan tangan saat kuliah dulu. Aku mengikuti mama dengan membawa vas yang lebih kecil.

"Bu, lain kali kalau angkat yang berat-berat biar aku atau Nania saja, atau tidak suruh asisten rumah tangga." Mama dengan lembut menegur eyang yang membuatku semakin tak enak hati.

"Memangnya kenapa, dia juga masih muda."

"Dipta pernah cerita, pergelangan tangan kiri Lea pernah cedera parah waktu kuliah, jadi nggak bisa kalau angkat berat-berat." Aku sedikit terkejut, karena Mas Dipta mengingat hal itu padahal aku tak pernah membahasnya lagi dan dulu kami juga tak sedekat itu.

"Ahhh. Lea maafin eyang ya, eyang nggak tau. Lain kali kamu bisa kasih tau apapun itu, jika kamu merasa kurang nyaman."

"Enggak apa-apa eyang, lagi pula sudah lama dan nggak separah itu kok."

"Tapi Dipta bilang parah loh, sampai satu bulan kamu pakai gips," ujar mama yang lebih membuatku terkejut, aku bahkan hanya ingat jika tanganku pernah cedera dan sudah tak terlalu ingat detail berapa lama aku pulih.

"Seingat Lea nggak selama itu Ma." Aku berusaha menyangkal sambil sedikit tertawa canggung.

"Lebih lama dari itu malah," ujar Mas Dipta yang tiba-tiba sudah berdiri di belakangku.

Your's Profesional WifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang