20. [End S1]

4.9K 338 16
                                    

"ku dengar, Guilia melukai Zio?" Tanya Vittorio pada kedua anaknya. Ia tidak tahu apa yang telah di lakukan oleh Guilia pada Zio. Ia dapat mengetahui hal itu dari bodyguardnya.

Guilia menunduk sembari memilin ujung pakaiannya. Ia takut papanya akan marah.

"Aku tidak tahu apa yang telah dilakukan olehnya, papa." Jawab Marco.

"Hufft, aku tidak akan marah jika Guilia berbicara yang sebenarnya." Ujar Vittorio sambil memijat pangkal hidungnya. Entahlah ia merasa pusing, baru kemarin anaknya itu bertemu dengan Zio dan sekarang, Guilia berbuat ulah.

Guilia langsung mendongak untuk melihat papanya. "Papa! Aku ingin mengajak Zio bermain, tapi Sofia gak bolehin aku dan kita hampir berkelahi..." Ucapnya sambil cemberut.

"Begitukah? Bukankah kalian berdua gak pernah saling berkelahi?" Mata Vittorio menyipit, ia menelisik gerak gerik putrinya itu.

Guilia menatap Vittorio dan mengangkat tangan kanannya, ia mengucapkan janji. "Maaf papa... Lia janji nda ngulangin lagi... Lia janji gak berkelahi lagi..."

Hah... Vittorio ini seperti menasehati seorang anak laki laki yang menyukai perkelahian, seperti Marco tentunya.

Apakah Guilia mengikuti kakaknya yang menyukai perkelahian? No no no, Guilia perempuan... Vittorio akan menyuruh istrinya untuk mengajarkan Guilia menjadi wanita yang lemah lembut.

"Baiklah, papa pegang janjimu. Besok papa akan ke mansion Maximilian bersamamu hanya untuk meminta maaf kepada Zio oke?" Ucap Vittorio.

Guilia senang, ia mengangguk sebagai jawaban. "Papa, Lia mau beliin dede bunga boleh?"

Vittorio tersenyum, kemudian mengusap kepala putri kesayangannya. "Boleh..."

"Yes!!"







Keesokan harinya, di mansion keluarga Maximilian. Lyra menyuapi Zio dengan puding yang ia buat khusus untuk Zio sendiri.

Lyra tidak memperbolehkan Zio untuk menggunakan kedua tangannya. Karena mungkin pergelangan Zio masih sakit.

Padahal udah enggak loh mom...

"Tinggal dikit lagi sayang, di habisin ya?" Lyra menyuapi Zio hingga suapan terakhir.

"Nah sudah, tangannya masih sakit?" Tanya Lyra khawatir, Zio hanya mengangguk sebagai jawaban.

Lyra menghela nafasnya, ia mengelus perlahan perban yang menghiasi pergelangan tangan Zio. "Kalau sakit bilang ya?"

"Nda cakit mommy" ucap Zio setelah menelan pudingnya.

Lyra hanya bisa menatap Zio dengan wajah sendu. Tak tau apa yang harus ia perbuat, ingin marah tapi entah penyebabnya apa.

Lamunannya buyar ketika Oliver menepuk pundaknya.
"Eh?" Lyra tersentak. "Ada apa?" Tanyanya.

"Mereka datang untuk meminta maaf kepada Zio." Ucap Oliver dan melengos pergi begitu saja. Ia memiliki banyak pekerjaan di kantornya, huh... Melelahkan memang.

Lyra tau siapa 'mereka' yang dimaksud oleh Oliver. Sekali lagi, Lyra menghela nafasnya. Entah ke berapa kalinya Lyra menghela nafas.





Zhen dengan kacamatanya yang bertengger di hidungnya. Fokus melihat huruf huruf di layar komputernya.

Ia berada di ruangan pribadinya dengan Vernon, Zenan dan Aldino. Entah apa yang ketiga curut itu lakukan di ruang pribadi Zhen.

Hanya ada keheningan di antara mereka, kecuali suara yang di keluarkan oleh ponsel atau pun komputer hingga suara dering ponsel memecah keheningan.

Zhen berdeham dan menggeser tombol hijau di ponselnya. "Apa?"

"Menurutmu, Zio dan-" ucapan Marco terputus karena Richard tiba tiba ikut dalam pembicaraan itu.

"Terserah." Cetusnya.

"Gak." Ucap Zhen tak terima.

"Guilia akan datang ke mansion mu dengan papa... Guilia ingin meminta maaf pada Zio tentunya." Ucap Marco di sebrang telepon.

"Oh."

"Apakah tidak ada kata selain 'oh'? Berdrama lah sedikit~" Richard tertawa.

"Mengerti."

"Dihhh." Richard dan Marco langsung mematikan telepon mereka.







Lyra memberikan ponselnya pada Zio, Sofia menelponnya dan ingin berbicara dengan Zio.

"Dede~ pia minta maaf~ " Sofia cemberut.

"Dede nda malah cama pia... Dede uga nda malah cama Lia." Ucap Zio. Memang ia tak marah sekalipun dengan kedua gadis tersebut.

"Tapi, pia tetap minta maaf sama dede karena-"

"Dedeeeeeeeee~" Guilia datang dan langsung memeluk Zio. Hampir saja Zio terjatuh jika tidak dalam pengawasan Lyra.

"Lia hati hati, dedenya jatuh nanti..." Ucap Lyra yang hanya di balas cengengesan oleh Guilia.

Guilia memberikan bunga mawar pada Zio, "Dede, Lia minta maaf ya~"

"Dede nda malah cama Lia, pia uga..."

Guilia berdecak sebal ketika mendengar nama Sofia. "Dede gak boleh dekat dekat dengan Sofia tauuu~"

Guilia tak tau jika telepon masih tersambung, mendengar ucapan Guilia, Sofia langsung berteriak tak terima.

"Mana boleh! Dede itu punya aku!"

"Enggak! Dede itu punya aku! Kamu itu enggak di ajak!"

"Dede punya aku!"

"Aku!"

Perdebatan itu terus terjadi, Lyra sudah mencoba untuk menenangkan Guilia. Namun hal itu hanya sia sia untuk gadis yang keras kepala ini.

Vittorio baru saja masuk karena mendengar keributan di dalam mansion. Tadi sekretarisnya sempat menelpon untuk memberi tahu rapat penting.

Baru saja masuk, Vittorio tertegun dengan apa yang di ucapkan putrinya itu. Tak hanya Vittorio, Lyra pun juga kaget dengan apa yang di ucapkan kedua gadis kecil itu.



































































"AKU SUKA SAMA DEDE! JADI AYO PACARAN!"

End.

Baby Zio  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang