23.

2.4K 267 8
                                    

Setelah melakukan absensi bersama dengan guru yang hadir, kelas 10 keluar dari kelas dan berkumpul di lapangan sekolah. Mereka berbaris sesuai dengan kelas masing masing.

Beberapa murid berbincang-bincang membuat kebisingan. Zio merasa telinganya akan pecah mendengar mereka berbincang.

Beberapa murid yang mengenakan almamater berwarna navi dengan logo sekolah SMA Baratdaya di bagian kanan, berdiri di depan barisan siswa siswi kelas 10.

Seorang pemuda tampan memegang mic sembari mengamati barisan murid kelas 10. Ia mengangkat mic nya dan berbicara. "Selamat pagi."

Sontak murid kelas 10 berhenti berbicara cara dan membalas salam dari pemuda tersebut. Kini, pandangan mereka tertuju pada pemuda itu.

"Sebelum memulainya, saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Saya Aditama Bernadi Chandrakanta... Saya menjabat sebagai ketua OSIS 20XX sampai 20XX. Saya akan memberitahu kegiatan mpls pada hari ini." Ucap Aditama dengan wajah datarnya. "Jadi hari ini kita akan..."

Sementara Aditama berbicara. Zio mencoba berjinjit untuk melihat ke depan. Namun tubuhnya yang pendek, susah untuk melihat ke depan. "Iihhh mau liat jugaa..." Ucap Zio, bibirnya maju ke depan.

Pemuda yang ada di depan Zio pun menoleh, ia berucap. " Mangkanya jangan pendek." Pemuda itu menyentil dahi Zio.

"Auu sakit tau." Bibir Zio semakin maju, ia mengusap dahinya yang terasa sakit. Sudah di pastikan dahi Zio akan memerah. "Lagian aku udah tinggi." Lanjutnya.

"Heh, mana ada tinggi sak jentik begini. Tinggi tu ke atas bukan ke samping." Ejek pemuda itu.

Michael mencoba untuk menghentikan pemuda itu. "Mar udah mar nanti kena marah sama OSIS cok."

Pemuda itu bernama Damar Asharaf. Ia mengabaikan peringatan Michael dan terus mengejek Zio. "Dasar pendek."

Tangan Zio mengepal erat, kukunya memutih. Ia menatap garang pada Damar yang mengejeknya pendek.

"IIIHHH DEDE GAK PENDEK TAUUU!" pekik Zio membuat semuanya memusatkan perhatian mereka ke arah Zio.

Seorang pemuda yang menggunakan almamater mendekati barisan kelas Zio, Dimas Arsa Adhiyaksa. "Heh heh, kenapa ini.." tegur nya.

"Itu kaka, dia ejek dede pendek... Padahal dede kan pengen liat ke depan, bukannya bantuin kek... malah dedenya di ejek terus dahi dede di anu in gini" Adu Zio pada Dimas sembari menunjukan dahinya yang terdapat ruam merah.

"Kan bener kamu pendek." Celetuk Dimas membuat Zio menahan tangisnya.

"IHHH KAKA NA JUGA NYEBELIN!!! Nyebelin!!! Dede gak mau sekolah, mau pulaaaaaaaaaanggg!"






Setelah beberapa jam menangis dan memberontak, Zio akhirnya di pulangkan. Jika saja tidak ada yang memberitahu bahwa Zio adalah salah satu dari keluarga Maximilian, maka Zio akan terus menangis dan menetap di sekolah sampai pulang.

Zio di jemput oleh Vernon yang memang sedang di mansion. Ketika Vernon datang, ia melihat Zio berlari ke arahnya sembari menangis tersedu-sedu dengan pergelangan tangannya yang merah.

Vernon sempat marah karena pergelangan Zio memerah. Namun ia memendam amarahnya saat Zio menariknya untuk pulang.

"Kenapa pengen pulang? Padahal masih pagi." Tanya Vernon, membuka pembicaraan.

"Tadi dede di ejek... Pendek terus dahi dede di anu..." Zio mengangkat poninya dan memperlihatkan ruam di dahinya.

Vernon menggenggam kuat setir mobil. "Siapa orangnya?"

Zio menggeleng. "Gak tau ih, dede gak kenal... nakal dia, dede gak suka!!" Zio bersedekap dada dan memalingkan wajahnya, ia menatap jalanan lewat kaca mobil.

Rahang Vernon mengeras, ingin sekali ia membunuh orang yang berani melukai adik kesayangannya. Lihat saja nanti, dia pasti akan menyesal melukai Zio.


Kembali ke sekolah, setelah semuanya menyelesaikan kegiatan mpls dan di beri istirahat selama 25 menit. Damar dan Michael pergi kekantin bersama dengan kawan kawannya yang sekelas dengan mereka.

Mereka bercengkrama sembari memakan makanan mereka.

"Eh, ternyata bocah mungil tadi dari keluarga Maximilian, ya? Buset sih." Ucap seseorang mengganti topik, Dirga Oktavian.

"Iya njir, bukanya keluarga Maximilian itu tinggi banget sama mukanya sangar semua ya? Si bocah itu beda banget anjir." Ujar Mahon Agastya.

Damar sendawa setelah meminum es teh, ia berucap. "Dari mukanya aja beda sama yang lain."

Ucapan Damar membuat semuanya mengangguk kecuali Michael, ia lebih fokus ke makanannya. Ia tidak mau ikut ikutan karena sedari tadi dua orang menatap mereka dengan tatapan horor.

"Mungkin dia di pungut hahaha!!" Celetuk Andra Evani membuat semuanya tertawa.

"Anjing bener juga lo! Di pungut dia haha!!" Timpal Damar membuat mereka semua tertawa puas.

Mereka membicarakan Zio sambil tertawa sampai seseorang mendorong meja mereka. Michael yang sedang menikmati bakso nya ingin menangis karena semangkuk bakso itu tumpah karena seseorang mendorong meja.

Dirga berdiri dan menatap tajam dua gadis yang mendorong meja mereka. "WOY!! maksud lo apa hah?! Dorong meja kita kek gitu!" Marahnya.

Damar juga menimpali. "Iya maksud lo apa?! Tiba tiba aja dateng dorong meja. Lo gak liat ada orang makan di sini?!"

Sofia menatap mereka dengan datar. "Maksud gue apa? Hm, mungkin karena kalian membicarakan Zio ku."

Mahon mengejek sedikit. "Oh? Anak pungut itu? Kenapa lo berdua belain dia? Heh dia itu anak menji-"

Sebelum Mahon melanjutkan ucapannya, Guilia maju dan menampar Mahon dengan keras. "Sekali lagi lo ngomongin Zio kek gitu, awas aja lo!!" Amarah Guilia memuncak, ia sudah tidak bisa menahan diri untuk memukuli mereka.

"Oy santai dong manis, kita itu cuma bercanda." Ujar Damar dengan seringainya.

"Bercanda lo gak lucu, bangsat!" Pekik Guilia, ia ingin memukuli Damar namun di hentikan oleh Sofia. "Jangan dulu Lia, banyak orang.. nanti masuk bk." Ucap Sofia.

"Tapi dia ngejek dede Sofi." Ucap Guilia tidak terima.

Seringai Damar melebar. "Untuk apa me-" ucapan Damar berhenti karena Michael menepuk bahunya.

"Jangan di lanjutin mar, mereka dari keluarga terkenal... Lo bisa di keluarin dari sekolah." Ucap Michael, ia memperingati Damar untuk tidak bertindak lebih. "Mereka juga sekelas sama kita... Lo gak denger guru manggil mereka pas absensi? Mereka dari keluarga Bianchi dan Moretti, mar." Lanjut Michael.

Ucapan Michael membuat damar menelan ludahnya. Ia tidak takut dengan kedua gadis ini, tapi ia takut keluarganya akan diseret. Apalagi keluarganya bekerja di bawah pengawasan keluarga Guilia dan Sofia.

Dengan suara gemetar Damar berucap. "Oke, gue gak bakal... ngejek dia."

Damar berserta teman temannya pergi meninggalkan kedua gadis itu dan Michael dengan perasaan takut.

Michael menghela nafasnya, namun ia merasa sedih dengan bakso nya yang tumpah. Haruskah ia membeli lagi?

"Nama kamu Michael kan? Yang duduk sama Zio." Tanya Guilia, raut wajahnya dan suaranya berubah. Tidak seperti tadi saat Guilia marah.

Michael yang sedikit takut dengan perubahan Guilia, mengangguk mengiyakan pertanyaan Guilia. "Iya, aku duduk di samping Zio."

"Jagain dia ya?" Ucap Guilia, Michael hanya mengangguk dan menatap kepergian kedua gadis yang menyeramkan itu.

Untung saja dia tidak berurusan dengan Zio. Jika iya, entah apa yang dilakukan mereka terhadapnya.

TBC.

Minimal vote.

Up lagi semau gue, gak ada penolakan boy.

Baby Zio  [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang