Pintu terbuka menampilkan wajah datar seorang wanita. Zio yang tadinya menunduk, kini mendongak kala pintu gudang terbuka. Dengan wajah lelah, mata yang memerah dan lingkaran hitam di matanya, rambutnya yang acak-acakan dan bibirnya yang pecah-pecah. Namun hal itu tidak membuat wanita itu iba dengan kondisi Zio.
“Nih makan!” Wanita itu membuang sebungkus roti dan susu ultra milk yang kecil. Kemudian wanita itu pergi dan kembali ngunci gudang tersebut.Zio merangkak untuk mengambil sebungkus roti itu. Membukanya dan memakannya. Jujur ia ingin kembali ke mimpi itu, dimana ia bahagia dengan keluarga barunya.
“Ung… tangen ommy…” gumamnya di sela makannya.
“Talo io bica kabul… asti io tetemu mleka..hung…”
Bibir itu tiba tiba tersenyum, ia mendapatkan ide yang sangat bagus. Ia berencana untuk kabur dari sini. Pikirannya sudah sedikit dewasa akibat dari mimpi itu. Ia akan melakukan rencana itu pada malam hari, dimana semuanya sedang tidur.
Zio melihat sekeliling gudang yang terdapat beberapa kardus berisi pakaian lusuh atau buku. Juga kursi yang tersusun rapih di pojok gudang. Di pojok ruangan lainnya, terdapat satu meja dengan vas bunga usang di atasnya.
Kemudian pandangannya tertuju jendela ventilasi yang cukup besar. Sebuah senyuman terbit di wajah Zio. Ia akan kabur melewati jendela ventilasi tersebut.
***
Dengan kakinya yang pendek, Zio terus berlari menjauhi panti asuhan tersebut. Zio telah berhasil kabur dari panti asuhan. Ia melewati jendela ventilasi untuk kabur. Walaupun itu sedikit sulit karena tubuhnya yang mungil.
Setelah jauh dari panti asuhan, Zio menghentikan langkahnya dan langsung duduk di pinggir trotoar sembari meluruskan kakinya yang terasa lelah dan sakit di bagian telapak kaki.
Setelah beberapa menit, Zio kembali berdiri. Ia kembali berjalan tanpa memperdulikan rasa sakit di telapak kakinya.
"Ungg... atit, api io hayus tuat hehe taya dedii! Hihihi" gumamnya sembari tersenyum.
Di tengah jalan, Zio menoleh kearah sebrang jalan. Ia melihat dua pria yang tidak asing baginya. Dua pria itu adalah Keith dan Oliver.
"nda cayah agi! Itu didi cama papi!"
Raut wajah Zio terlihat bahagia. Tanpa menoleh kekanan dan kekiri, Zio langsung menerobos jalan.
Namun, sebuah truk melaju kencang kearah Zio yang sedang menyeberang. Jantung Zio berhenti sejenak. Wajahnya yang tadi bahagia kini berubah menjadi terkejut melihat sebuah truk melaju kearahnya.
Semuanya terasa melambat. Zio memejamkan matanya, semuanya gelap dan kemudian...
Zio terbangun di sebuah padang rumput yang ditumbuhi beberapa bunga. Terlihat indah, Zio terkagum kagum dibuatnya.
"Cantiknya~ apakah aku ada di surga?" Zio melihat sekeliling, di sana hanya ada gunung dan beberapa pohon yang tumbuh.
"Aku beneran di surga." Zio menunduk melihat kedua tangannya.
"Aku... Mommy..." Ia memeluk tubuhnya dan kemudian berjongkok. Air matanya meluruh, merindukan keluarganya. Pasti mereka sangat kehilangan dirinya.
"maappin dede... dede nda ngomong sama kalian... kalo dede pergi... Hiks..."
"dede pasti bahagia di sini."
Dengan perasaan lega, Zio membaringkan tubuhnya. Ia menatap langit yang berwarna biru dengan awan yang berbentuk abstrak.
Tak lama matanya mulai memberat. Perlahan-lahan mata itu mulai tertutup dan Zio tertidur di padang rumput. Semilir angin menerpa tubuhnya, membuat Zio semakin nyaman.
Untuk beberapa saat, ia harus melupakan keluarganya. Walaupun hanya sebentar saja.
"...oh"
"... dia belum bangun."
"Tunggulah sebentar lagi..."
"Ini sudah satu bulan! Aku tidak sabar!"
"Kalian ini bisa diam tidak? Jika tidak keluar!"
"Maaf dad."
Zio membuka matanya ketika ia mendengar suara ribut. Ia menoleh ke samping dimana beberapa keluarganya berkumpul.
Lalu matanya menoleh ke arah wanita yang duduk disamping ranjang, Lyra.
"Eh... Sayang! Hiks!" Lyra langsung memeluk Zio dan menciumi wajah Zio yang masih belum sadar sepenuhnya.
Semua yang ada di ruangan itu, menuju ranjang Zio untuk melihat keadaannya. Keith yang sedari tadi diam pun memencet tombol merah.
Beberapa saat kemudian, dokter pun datang. Ia mengecek keadaan Zio sekarang. Setelah itu ia menatap keluarga Maximilian.
"Tuan muda baik baik saja, hanya saja ia masih belum mencerna kejadian sekarang, kemungkinan tuan muda merasa ia masih bermimpi. Saya sarankan untuk mengalihkan perhatiannya." Ucap sang dokter.
"Kau boleh keluar." Ucap Keith dengan wajah sok dinginnya.
Dokter itu pun membungkuk dan keluar dari ruangan itu, meninggalkan keluarga Maximilian.
"Zio sayang... ini mommy... hey..." Panggil Lyra, namun tidak ada sahutan dari Zio.
Lyra tidak menyerah. Ia menangkup wajah Zio, ia menatap wajah anaknya yang sedikit tirus karena koma selama satu bulan setelah kejadian dimana Zio tenggelam.
"m-mommy..." Panggil Zio dengan nada lemahnya.
Air mata Lyra meluruh. "Iya sayang ini mommy... mommy di sini sayang... hiks..."
"bukan mimpi kan?"
"hiks bukan sayang... ini beneran mommy..." Lyra tak dapat menahan diri, ia memeluk Zio yang masih berbaring di ranjang rumah sakit.
Beberapa hari setelah Zio sadar dari komanya. Ia selalu di jaga 24 jam oleh keluarganya agar tidak terjadi sesuatu pada Zio. Kesehatan Zio berangsur-angsur pulih.
Saat ini Lyra tengah menyuapi Zio, hanya mereka berdua di ruangan itu. Tatapan Lyra menjadi sendu ketika Zio kembali melamun. Belakangan ini Zio jarang berbicara dan sering melamun. Zio hanya memanggil mommy dan daddynya.
"Sayang... maem dulu ya?" Lyra mencoba mengalihkan perhatian Zio.
"mommy..."
"Mommy di sini sayang... sayangnya mommy kenapa? Ngomong sini sama mommy." Lyra berharap Zio akan berbicara.
"Mommy dede mimpi..." jawab Zio setelah beberapa saat ia diam. Kini matanya menatap Lyra.
Lyra tersenyum mendengar suara Zio. "Mimpi apa sayang? dede takut?"
"Takut dikit... jangan tinggalin dede ya? dede sedih..."
"Gak bakal, sayang..."
"Dede mimpi... dede masih di panti... di kurung... terus dede kabur... tapi di tumbur mobil truk gede..."
Lyra langsung memeluk Zio. "Gak papa sayang... itu cuma mimpi... Kami gak akan ninggalin dede... selamanya."
"Sampai kapanpun kami tidak akan meninggalkan dede. Kami selalu menjadi keluarga dede, selamanya dede akan menjadi kesayangan kami seorang. Jika maut memisahkan, kami akan mengawetkannya."
Zio tidak mengerti apa yang diucapkan oleh sang mommy. Ia hanya mencari kenyamanan di pelukan Lyra. Sedangkan Lyra sendiri menyeringai seraya mengelus rambut Zio dengan lembut.
"Tidurlah... mommy akan disini, mommy akan di sisi dede... selamanya."
Tamat.
Sudah cukup SAYA NDA KUATTT
SAYA MAU CEPAT CEPAT END HAHAHAHAHACerita saya gak genah ya?
Nda papa, kasian sama kamu orang yang nangis huhuhuhuhu uweeeeee~ gegara gak mau ending Zio yang kek gini wkwkw.Intinya begitu y.
KAMU SEDANG MEMBACA
Baby Zio [End]
Aléatoire[BROTHERSHIP] Zio adalah balita berumur 3 tahun yang tinggal di sebuah panti asuhan. Zio selalu di benci oleh anak anak panti dan begitu juga dengan pengurus panti. Zio tak mendapat keadilan selama di panti, namun karena Zio yang polos hanya bisa me...