"Bang, peluk gue dong." Celetuk Gevin yang berhasil merebut atensi keenam Abangnya.
Senyum teduh Gevin dapatkan dari keenamnya, Naka berdiri dari duduknya lalu mendekati Gevin dan memberikannya sebuah pelukan hangat. Melihat Naka yang menjadi start, mulailah Harsa, Renjana, lalu Leo, Melvin dan terakhir Jovan. Mereka memeluk Gavin dengan begitu erat.
"Makasih.."
"Uluh si bungsu kita udah gede aja." Ucap Renjana.
"Padahal kayaknya baru kemaren ya menetes dari telur." Celetuk Harsa yang membuat mereka tertawa.
"Eh guys! Tetiba aja gue kepikiran." Lanjut Harsa seraya melepas pelukannya.
"Apa tuh?." Tanya Leo.
"Gini loh. Gue pengen banget kita bisa sama sama selamanya, maka dari itu, gue jadi kepikiran sesuatu. Gimana kalo misalnya satu persatu dari kita udah gak ada, tapi kita pengen bareng terus nih. Gimana kalo kita kumpul aja di liang lahat." Tutur Harsa membuat yang lainnya terkejut.
"Maksud gue tuh, makam kita berjejer gitu loh. Gimana sih cara jelasinnya? Pokoknya gitu lah." Lanjutnya ketika melihat keterkejutan dari yang lain.
"Ouh jadi kayak.. Kita tuh beli lahan seluas lapangan sepak bola, terus kita tempatin bareng kalo kita udah gak ada nanti, gitu?." Tanya Naka yang mulai mengerti.
"Iya gitu maksud gue teh." Jawab Harsa seraya menjentikan jarinya.
"Boleh juga." Ucap Renjana setuju.
"Tapi masalahnya, gue belum tentu bisa." Ucap Leo lesu.
"Ah iya ya. Lo kan Tuan Muda kaya raya, pasti udah punya lahan sendiri kan?." Tanya Jovan.
Leo mengangguk sebagai jawaban. "Tapi kayaknya bisa deh, gue bakal jadiin usulnya Bang Asa sebagai wasiat." Celetuk Leo tersenyum bangga.
"Anjir! Wasiat gak tuh?." Tanya Gevin terkejut.
"Ini kenapa kita jadi ngomong lahan buat pemakaman anjir?." Tanya Melvin heran.
"Si Asa duluan." Tunjuk Jovan pada Harsa.
"Udah ah, jangan ngomongin yang kayak gitu. Kita ini masih muda, jalan kita masih panjang. Lagian kita juga belum jadi buyut, jadi jangan dulu ngomongin yang kayak gitu." Tutur Melvin.
"Ya tapi kan, umur gak ada yang tau." Celetuk Harsa.
"Iya gue tau itu. Tapi gue jadi overthinking duluan, belum siap gue tuh." Ucap Melvin.
"Tapi lo kenapa tiba-tiba kepikiran yang kayak gitu sih, Sa?." Tanya Naka penasaran.
"Gak tau, tiba-tiba aja lewat diotak gue."
"Udah ya? Cari pembahasan lain." Ucap Renjana.
"Tapi jujur. Gimana kalo gue pergi duluan?." Tanya Harsa seraya menatap keenam saudaranya.
"Sa, kok pertanyaan lo makin ngelantur ya? Lo oke kan?." Tanya Naka menggenggam tangan Harsa.
"Gue oke kok. Kan tadi gue bilang, umur itu gak ada yang tau." Jawab Harsa.
"Emang lo mau pergi kemana? Kayak yang punya rumah aja." Ucap Renjana cetus.
"Kan nanti gue bikin rumah sendiri." Jawab Harsa santai.
"Gimana kalo misalnya nanti kita udah punya keluarga masing-masing, rumah kita tetanggaan? Biar kita juga bisa main dan kumpul bareng." Tanya Gevin mengalihkan pembicaraan.
"Boleh tuh, boleh banget! Nanti gue bisa pencet bel rumahnya Ren tiap detik." Celetuk Harsa membuat yang lain tergelak.
"Iya, terus nanti gue keluar rumah dan kita main kejar-kejaran." Sahut Renjana tanpa ekspresi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Home
Teen FictionKatanya.. Orang asing akan menjadi keluarga, dan keluarga akan menjadi asing. Itu ternyata memang bener adanya. Kami adalah 7 mimpi yang berusaha untuk bangkit dan berdiri di kaki kami sendiri. Dibawah derasnya air hujan, kami tertawa guna menutupi...