38 || Hari tanpa Harsa.

603 48 5
                                        

"Jika mencintai adalah hal yang wajar, maka mengikhlaskan adalah hal yang paling bijak."

-OurHome.

Happy Reading...

Pagi yang cerah ini, Melvin, Renjana, Jovan, Naka dan Gevin sudah duduk di kursi meja makan untuk melaksanakan sarapan pagi seraya menunggu Leo yang sepertinya masih siap-siap untuk di dalam kamarnya.

Tak ada yang spesial di pagi ini, hanya ada keheningan dan dipenuhi dengan lamunan. Renjana menaruh beberapa piring lalu ia mengisinya dengan nasi goreng buatannya. Hanya ada enam piring di meja itu. Tak lama kemudian, Leo pun turun dan langsung bergabung dengan yang lain. Di tataplah satu kursi tepat disamping Naka, biasanya kursi itu diisi oleh Harsa namun kini, kosong.

"Sarapan dulu, masih pagi juga kok." Ucap Melvin lalu keenamnya pun menikmati sarapannya dengan malas.

"Abang.." Panggil Gevin, yang otomatis membuat kelimanya menoleh padanya.

"Gak jadi." Ucap Gevin, lalu kembali menikmati sarapan.

Dalam keheningan, Naka melirik kursi kosong disebelahnya. Lalu ia memalingkan wajahnya dengan cepat. Ada rasa sakit yang menyeruak di hatinya, yang tak bisa ia lupakan begitu saja. Biasanya, ada Harsa yang selalu memecahkan keheningan dengan celetukan randomnya. Namun kini? Sudah lah.

Keenamnya terlalu asik dalam lamunannya masing-masing, setelah sarapan, tak ada pergerakan apapun dari keenamnya. Mereka hanya terdiam seakan sedang menunggu seseorang yang mustahil akan datang. Tak terasa waktu berjalan begitu cepat, dan sudah menunjukkan pukul tujuh lewat lima.

"Kita ngapain?." Tanya Gevin memecahkan keheningan.

"Hah? Nunggu As- Astaghfirullah! Jam berapa sekarang? Ayo berangkat." Ucap Naka yang langsung mengalihkan pembicaraannya.

"Jam tujuh lewat lima." Jawab Leo.

"Kita udah telat loh, ayo." Lalu Naka keluar dari kost-an lebih dulu dan disusul yang lain.

"Bang Nana, tadi pasti mau bilang 'nunggu Asa' iya 'kan?." Tanya Leo yang berjalan beriringan dengan Gevin.

"Enggak kok." Jawab Gevin lalu mengusap rambut Leo.

"Jangan lupa kunci pintu!!." Pekik Renjana yang sudah duduk diatas motornya.

Leo dan Gevin menjadi yang terakhir keluar dari kost-an, lalu Leo pun menguncinya. Sebelum mengunci, Leo sempat berkata. "Dadah Abang, kita sekolah dulu. Bye.." Lalu menguncinya.

Gevin tersenyum tipis dengan apa yang Leo lakukan, lalu ia merangkul pundak Leo dan menyusul yang lain.

"Berangkat, Melv?." Tanya Tio yang sedang menyiram bunga.

"Iya, Bang."

"Jangan lesu gitu dong, semangat! Buat Asa bangga di sana." Ucap Satria yang sedang memotong rumput.

"Kalian harus kuat. Buktikan bahwa kalian bisa." Sahut Agam yang menyapu halaman.

"Iya, Bang. Kita berangkat dulu ya? Assalamu'alaikum." Ucap Melvin lalu mereka pun pergi.

"Mereka anak-anak hebat, semoga kebahagiaan selalu memihak pada kalian setelah ini." Gumam Tio.

Di sinilah mereka saat ini, di tempat yang tenang namun banyak mengubur kenangan. Keenamnya berjongkok tepat di hadapan gundukan tanah yang baru kemarin menjadi saksi bisu histerisnya tangisan persahabatan yang kehilangan satu cahayanya.

Jovan menaburkan bunga-bunga diatas tanah tersebut dan Renjana yang menaruh buket bunga lavender kesukaan Harsa. Keenamnya berdoa sesuai kepercayaan masing-masing lalu Naka memberikan sedikit air pada gundukan itu. Setelahnya, mereka pun berpamitan untuk berangkat ke sekolah.

Our HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang