34 || Mencari pendonor.

701 60 7
                                        

Harsa terbaring lemas dengan tubuhnya yang dipenuhi alat-alat medis, ia dinyatakan koma. Melvin dan yang lainnya sungguh tak tega melihat Harsa yang seperti itu. Sudah hampir tiga hari Harsa tak membuka matanya. Apakah mimpinya lebih indah dari kenyataannya? Entahlah, biar nanti mereka tanyakan pada Harsa jika ia sudah membuka matanya.

"Apa yang sebenarnya terjadi sama lo, Sa? Kenapa lo bisa kayak gini? Bangun yuk? Gue capek nangis terus." Naka menggenggam tangan Harsa dengan air mata yang tak surut.

"Bangun, Sa.. Please, buka mata lo." Lirih Naka.

"Na, makan dulu gih. Nanti lo ikutan sakit kalo gak makan." Renjana terus membujuk Naka untuk makan, namun anak itu susah untuk dibujuk.

"Nanti aja."

"Sekarang, Na."

"Asa bangun gue makan."

"Na- huft.. Dah lah." Akhirnya Renjana pun pasrah.



Empat hari

Lima hari

Satu minggu, dan Harsa masih setia dengan mimpinya. Keenamnya bergantian untuk menjaga Harsa seperti, Naka Melvin Leo Gevin sekolah, Renjana dan Jovan menjaga Harsa. Begitu pun seterusnya.

Hari ini adalah hari minggu, dan mereka pun menjaga Harsa dengan full formasi. Jujur mereka lelah jika harus terus bolak-balik antara kost-an dan rumah sakit, untung saja Harsa berada di rumah sakit Jakarta jadi mereka tak harus, Jakarta-Bandung.

"Sa, lo gak ada niatan buat bangun gitu? Lihat si Naka, udah hampir seminggu dia gak makan. Bangun yuk?." Ucap Renjana mengusap wajah tenang Harsa dengan lembut.

"Kost-an sepi gak ada lo." Ungkap Jovan yang berdiri disamping Renjana.

"Iya Bang, gak ada yang gelut sama Bang Ren soalnya." Celetuk Leo yang mendapatkan pukulan ringan di pundaknya.

Tak lama kemudian, mereka melihat pergerakan dari jari-jemari Harsa dan hal itu membuat mereka bahagia seketika.

"Na! Jari Asa gerak nih, panggil Dokter gih dari pada bengong terus." Titah Renjana.

"Serius?." Tanya Naka memastikan.

"Iya." Dan senyum Naka pun mengembangkan seketika, lalu anak itu berlari untuk memanggil Dokter.

"Sa?." Panggil Melvin yang membuat mata Harsa perlahan terbuka.

"Alhamdulillah ya Allah!."

Harsa menggencarkan matanya, ia merasa matanya itu sangat berat untuk terbuka sempurna. Rasa sakit menghantam kepalanya sehingga remaja yang terbaring lemas itu meringis seraya menyentuh bagian kepalanya yang tertutup gulungan perban.

"Shh.."

"Diem dulu, jangan banyak gerak." Cegah Jovan ketika Harsa hendak bangkit dari terbaringnya.

Tak lama setelah itu, Naka pun kembali dengan Dokter yang mengikutinya di belakang. Dengan segera Dokter itu memeriksa keadaan Harsa membuat yang lain mundur beberapa langkah.

"Halo? Boleh saya bertanya?." Tanya Dokter itu untuk sekedar memastikan, alih-alih takut Harsa lupa ingatan.

Harsa terdiam, ia tak menjawab pertanyaan Dokter itu. "Namanya siapa?." Tanya Dokter dengan lembut.

Harsa menatap Dokter itu dalam diam, ia masih mencerna pertanyaan Dokter tersebut. "H-har-sa." Jawabnya terbata-bata dan hampir tidak terdengar karena tertahan oleh alat bantu pernapasan yang berupa masker oksigen.

"Siapa mereka?." Tanya Dokter seraya menunjuk Melvin dkk.

"N-na-ka, J-jovan, Leo, R-ren, Mel-vin, G-gevin." Jawab Harsa dengan susah payah.

Our HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang