Di malam yang gelap, dinginnya angin malam begitu terasa ketika berhasil menyentuh kulit. Di dalam ruangan serba putih, terdapat Harsa yang sedang menatap lurus pada satu titik yang ada di dinding ruangan itu.
Hembusan nafas lirih pun terdengar, setetes butiran bening mengalir dari ujung matanya. Rasanya sangat menyakitkan, Ia benar-benar lelah dengan hidupnya. Harsa bimbang, ia tak tau harus bagaimana. Di satu sisi, ia ingin menyelesaikan hidupnya. Namun disisi lain, ia tak mau meninggalkan keenam sahabatnya.
Di ruangan itu, Harsa sendiri. Tak ada siapa-siapa lagi di sana. Naka dan Jovan pulang ke kost-an untuk membersihkan diri, Renjana dan Leo sedang mencari makan, Gevin sedang menunaikan ibadah di masjid dan Melvin di toilet.
"Maaf, gue belum bisa terbuka soal ini. Gue bingung harus mulai darimana." Gumamnya seraya terisak.
"Sa, lo mau makan dulu?." Tanya Melvin yang baru saja kaluar dari toilet, lalu ia berjalan cepat menghampiri Harsa yang sedang menangis.
"Hey? Kenapa? Ada yang sakit? Apanya yang sakit? Bilang sama gue." Panik Melvin.
"Gue gak papa kok." Lalu ia tersenyum getir.
"Gak mungkin lo baik-baik aja." Ucap Melvin cemas.
"Gue emang gak baik-baik aja, Bang." Batin Harsa berucap lirih.
"Mungkin kok, ini buktinya gue gak papa." Sahut Harsa tersenyum manis.
"Ck! Serius, Sa.." Ucap Melvin terdengar merengek.
"Gue mau ngomong sesuatu." Ucap Harsa tiba-tiba, lalu ia terdiam seketika.
"Apa? Lo mau ngomong apa?." Tanya Melvin dengan lembut.
"Tapi nanti aja, nunggu yang lain, biar sekalian." Ucap Harsa tersenyum.
"Ya udah kalo gitu."
Tepat pukul sembilan malam, keenamnya berkumpul di ruangan Harsa. Terlihat semua berjalan dengan baik-baik saja, dan kesempatan itulah yang Harsa ambil untuk mengatakan hal penting kepada keenam sahabatnya. Hembusan nafas terdengar begitu panjang, sungguh ia takut untuk memulai pembicaraan. "Gue mau ngomong sesuatu sama kalian." Ucap Harsa pada akhirnya.
"Apa itu? Ngomong aja." Tanya Renjana dengan lembut.
"Tapi gue bingung harus mulai darimana." Sahutnya.
"Lah? Rangkum dulu sok." Ucap Gevin lalu terkekeh.
"Oke, sebelumnya gue mau minta maaf sama kalian. Tapi sepertinya gue perlu ngomongin ini, sebelum terlambat." Ucap Harsa sendu.
"Apaan sih? Mulai ngawur nih omongannya." Ucap Jovan tidak santai.
"Dengerin.." Pinta Harsa sedikit merengek.
"Iya sok."
"Kalo semisalnya gue pergi duluan, kalian gak papa 'kan?." Tanya Harsa yang membuat semuanya terdiam.
"Maksud lo?." Tanya Naka menuntut penjelasan.
"Seperti yang pernah gue bilang sama kalian. Umur itu gak ada yang tau, dan jujur gue udah gak kuat. Gue gak mau ngerepotin kalian terus, gue gak mau nyusahin kalian. Gue sakit.. Gue gak kuat. Sesak rasanya, dada gue sakit. Dan gue udah berhasil mendapatkan kebahagiaan, lewat kalian. Gue selalu berharap buat sembuh, tapi gue gak bisa ngapa-ngapain. Terimakasih buat semuanya, kalian harus tetap bahagia walaupun gak ada gue di antara kalian. Gue selalu berdoa sama Tuhan, gue selalu minta kebahagiaan buat kalian, kesehatan buat kalian. Gue gak pernah peduli lagi sama kebahagiaan gue, karena sekarang gue udah punya alasan buat bahagia, yaitu kalian."
"Terimakasih karena kalian selalu ada disamping gue, terimakasih atas semua yang udah kalian kasih ke gue. Maaf karena gue gak bisa jadi apa yang kalian harapkan, maaf karena gue sering ngecewain kalian, maaf karena gue selalu bikin kalian repot dan maaf karena gue selalu bikin kalian kesal." Tutur Harsa seraya menjatuhkan air matanya, dadanya terasa sesak membuat Harsa menarik nafasnya dalam lalu membuangnya perlahan.

KAMU SEDANG MEMBACA
Our Home
Genç KurguKatanya.. Orang asing akan menjadi keluarga, dan keluarga akan menjadi asing. Itu ternyata memang bener adanya. Kami adalah 7 mimpi yang berusaha untuk bangkit dan berdiri di kaki kami sendiri. Dibawah derasnya air hujan, kami tertawa guna menutupi...