Happy Reading 📚
Acara kelulusan benar – benar menjadi awal perubahan yang Arum tunjukkan pada publik. Bagaimana tidak, kedatangannya menjadi sorotan yang cukup menarik atensi para peserta angkatannya. Arum datang bersama Dela dengan penuh percaya diri. Dagunya yang terbiasa tertunduk tampak tertegak dengan seutas senyum yang menimbulkan celah manis pada kedua pipinya.
Kebaya brokat berwarna kuning keemasan yang penuh payetan terlihat sangat indah dipadukkan dengan kamen batik yang memiliki belahan pada ujung mata kaki hingga lutut kiri. Arum tampak sangat anggun dengan soft make up dan tatanan rambut yang indah. Gadis itu benar – benar menarik perhatian banyak orang pada sesi pertama acara graduation tersebut.
Arum tidak bisa menampik bahwa sebenarnya ia cukup gugup ketika semua sorot mata memperhatikan dirinya saat ia berjalan pelan menuju panggung untuk menerima samir dan raport kelulusannya. Arum dapat merasakan aura tenang yang seolah menghujamnya ketika pasang – pasang mata itu menatapnya dengan saksama.
Arum bersalaman dengan sederet guru yang berjejer saat samir sudah melingkar disepanjang lehernya dan raport sudah diterimanya. Ia kemudian menghadap ke depan sebentar, menatap lautan para siswa dan siswi yang memfokuskan pandangan padanya.
Arum tersenyum teduh, detik demi detik yang ia ambil ketika menatap para teman seangkatannya itu mendatangkan kilasan memori tentang bagaimana dirinya menghabiskan tiga tahun penuh di SMA TELUMGA. Hari – hari yang sangat melelahkan, dan Arum sudah berhasil melewatinya. Ia menarik nafas sejenak, kemudian membungkuk sebentar dengan seutas senyuman yang masih terpatri di bibirnya.
“Arum, kamu sadar nggak sih dari tadi kamu itu diliatin sama anak – anak yang lain? Fotografer dibelakang juga kayak pada lomba – lomba ngambil foto kamu.” Girang Dela hiperbolis ketika Arum sudah mendudukkan dirinya di kursi.
Arum tersenyum sedikit malu, “Nggak semuanya juga, Del. Banyak yang nggak peduli kok.”
Dela berdecak, “Nggak peduli darimananya, tuh liat si brandal.” Dela terang – terangan menunjuk kumpulan siswa pentolan sekolah yang memang sedari tadi memperhatikan mereka dengan berbisik.
Arum lantas terbelalak, ia segera menurunkan tangan Dela yang menuding. Astaga kenapa temannya yang satu ini kelewat barbar?
“Jangan nunjuk – nunjuk gitu, Del.” Ujarnya pelan, sedikit melirik pada meja yang diisi para pentolan sekolah.
Dela mengedikkan bahu acuh, ia menyeruput air mineral miliknya. “Biasa aja kali, Rum. Lagian emang bener mereka ngeliatin kamu dari tadi.”
Menghela nafas Arum menjawab, “Tapi tetep aja, nanti dikiranya nggak sopan.”
Arum bukannya tidak sadar jika dia diperhatikan sejak mendatangi aula ini, hanya saja Arum sendiri berusaha menanamkan pemikiran bahwa tidak ada yang mau bersusah payah memperhatikan dirinya, tidak satupun. Itu dia lakukan agar dirinya tidak gugup, sebab Arum sendiri tidak suka menjadi pusat perhatian.
“Gila cantiknya calon istri gue, ck ck ck …” Arkan geleng – geleng kepala sendiri sembari memperhatikkan Arum yang duduk seberang tiga meja dari tempatnya.
“Ngimpi lo! Mana mau Arum sama manusia modelan kera bekantan kayak lo.” Cibir Bima yang melihat satu sahabatnya mesem – semen sedari tadi.
Arkan yang hayalannya jadi buyar pun melirik sinis pada Bima, “Modelan bekantan gini juga cakepan gue ketimbang lo.” Smirknya.“Dih, pede amat lo Jarwo! Cakepan juga gue kemana – mana.”
"Sopo diem aja!" Cibir Arkan kepada Bima.
Ega memutar bola matanya malas memperhatikan pertengkaran tak berguna antar dua sahabatnya itu, pemuda tersebut melirikkan matanya pada Rama yang memang duduk dihadapannya. Ega mengikuti arah pandang Rama yang ternyata begitu fokus menatap pada dua gadis dimeja yang memang sedang dibicarakan oleh Arkan dan Bima.
KAMU SEDANG MEMBACA
TANYA GENGSI
ChickLit19+ | Arum tahu bahwa hidupnya akan hancur setelah ia sah menjadi istri dari Rama, si pelaku pembullyan terhadapnya saat masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. ___________ Kata orang, masa SMA adalah masa paling menyenangkan, dimana beragam ce...