Sepanjang perjalanan menuju kelasnya, Arum dibuat tak berkutik ketika semua murid yang berada di koridor melirik dirinya. Apa yang salah? Pikirnya menerka.
Perutnya sudah tidak kram dan sesakit sebelumnya. Di UKS tadi, Arum sempat terlelap karena hangat minyak kayu putih yang sedikit menetralisir rasa sakitnya. Tapi ketika ia membuka mata dan terbangun, UKS tampak sepi tak berpenghuni. Dia tidak tahu kapan Rama pergi meninggalkan UKS, tapi setidaknya Arum sedikit bersyukur sebab hari ini Rama tidak semenuntut biasanya, pemuda Rajendra itu tampak sedikit lunak hari ini.
Arum masih melanjutkan langkahnya ketika suara Dela terdengar dari arah belakang. Gadis itut hanya menoleh sebentar dengan senyumannya.
“Astaga Arum! Kamu lagi datang bulan ya?” tanya Dela langsung.
Meski sedikit heran karena pertanyaan random Dela, gadis mungil itu tetap mengangguk sebagai respon.
“Duh pantes rok kamu merah – merah gitu.” Katanya yang langsung berdiri di belakang Arum untuk menutupi rok gadis itu yang terdapat bercak merah cukup lebar.
Arum terbelalak, ingin berbalik memandang Dela menuntut penjelasan, tapi gadis tofu yang merupakan sahabatnya itu terlebih dahulu menahan agar Arum tetap pada posisinya.
“Beneran tembus ya?”
Dela mengangguk di belakang sana, “Iya, mana banyak banget lagi. Kamu nggak pakek yang panjang emang?”
Arum menggeleng, “Engga, yang panjang stoknya udah abis. Aku pakek yang ada aja, soalnya tadi pagi itu tiba – tiba dan nggak ada waktu buat beli.”
Dela menghela nafas, “Yaudah ke kamar mandi dulu. Kamu bawa rok cadangan nggak?”
“Iya, bawa.”
“Pembalut?”
“Enggak.”
Dela kembali mengangguk, “Aku anter kamu ke kamar mandi dulu, nanti kamu bersihin dulu deh darahnya. Aku beliin pembalut di Buk Ayan. Oh ya, roknya di loker kamu’kan?”
“Iya.” Mereka berbincang dengan saling membelakangi, terus seperti itu sampai mereka tiba di kamar mandi perempuan.
“Oke, kamu tunggu disini.”
Arum masuk ke salah satu bilik, sedangkan Dela berjalan cepat atau bahkan setara dengan berlari menuju kantin, lalu ke loker Arum. Sayangnya ketika ia hendak menuju kamar mandi, seorang guru menghentikan gadis dengan kulit putih susu itu.
“Dela… Dela, sebentar. Bisa ikut saya ke ruang guru, saya mau membahas mengenai olimpiade minggu depan.” Guru itu bernama Pak Karmi.
“Aduh Pak, harus sekarang banget ya? Saya harus ganterin ini ke temen saya.” Dela menunjukkan totebag hitam di tangannya yang berisi rok milik Arum dan juga dua buah pembalut.
“Iya harus sekarang, saya dari tadi nyari kamu untuk ngomongin ini. Lagi pula temen kamu yang lainnya sudah nunggu lama di sana.” Ujar Pak Karmi lagi.
“Terus ini, temen saya gimana dong Pak?”
Pak Karmi mengedarkan pandangannya sebentar, kemudian mencegat dua orang anak yang dikenalnya. “Kalian sini sebentar.”
Dua orang yang dipanggil oleh Pak Karmi mendekat, sedangkan Dela seketika merenggut tak suka. Bagaimana mungkin dia akan tersenyum jika murid yang gurunya panggil itu adalah Rama dan Ega yang memang sedang lewat.
“Kenapa, Pak?” itu Ega yang bertanya.
“Saya minta tolong anterin ini ke temennya Dela, saya ada keperluan mendesak sama anak ini. Nggak bisa ditunda, karena saya harus ke kampus.”
Dela terbelalak, “Aduh Pak biar saya aja deh. Sebentar doang kok Pak.”
“Udah kamu diam.”
Dela diam, tidak mau melawan lagi.
“Siapa nama temen kamu?” Pak Karmi bertanya pada Dela.
“Arum Pak, dia lagi ada di kamar mandi lantai empat.”
“Yaudah, kasih totebagnya ke mereka.”
Dela ragu, dia masih menggenggam totebag ditangannya erat. “Aduh Pak, ini kalau bapak ngizinin saya dari tadi, pasti saya udah balik ke sini loh Pak.”
“Maka dari itu, jangan ngulur waktu lagi. Kasih ke mereka.”
Dela akhirnya memberikan totebag tersebut pada dua pemuda itu, yang diterima oleh Ega. “Tolong kasih ke Arum, dia lagi ada dikamar mandi.”
“Yasudah Dela, ikut saya.” Pak Karmi baru berjalan satu langkah, tapi seolah ingat sesuatu ia pun berhenti. “Oh ya, saya hampir lupa. Ega, kamu juga ikut dengan saya. Saya ada beberapa hal yang perlu dibahas dengan kamu.”
Ega tersenyum, “Baik, Pak. Nih Ram, kasih ke Arum.” Tanpa beban Ega mengoper totebag tersebut kepada Rama.
“Si bangsat.” Umpatnya kecil pada Ega yang sudah berjalan menjauh dengan Pak Karmi juga Dela.
Rama menghela nafas tak ikhlas, kemudian mulai berjalan menaiki tangga menuju toilet. Rama berbelok ke arah kanan, toilet perempuan. Dia merutuk ketika beberapa siswi meliriknya sambil tertawa samar.
Rama menatap dua bilik yang tertutup, ia tidak tahu yang mana bilik tempat Arum berada. Ega sialan. Umpatnya dalam hati. Rama berniat mengetuk salah satu dari dua bilik itu, tapi sebelum ia melakukannya, bilik tersebut sudah terlebih dahulu terbuka. Yang keluar dari sana bukan Arum, melainkan siswi lainnya yang terlihat kaget melihat keberadaan Rama di area khusus perempuan.
Jika bilik yang tadi ia tuju bukan Arum, berarti Arum berada di bilik lainnya. Rama menghela nafas lalu mulai mengetuk.
Tok! Tok! Tok!
“Siapa? Dela ya? Sebentar Del, masih ngebilas.” Jawab penghuni dalam bilik itu.
Rama menghela nafas, tak berniat menjawab. Ia malah bersender pada dinding keramik.
“Del kamu beli yang panjang’kan?”
Rama sedikit bingung karena tak mengerti konteks dari ucapan Arum. Panjang? Apanya yang panjang? Pemuda itu lantas membuka totebag ditangannya, tapi tak berselang lama langsung menutup totebag itu. Rama mengerti sekarang, dia mengerti konteks dari ‘panjang’ yang Arum maksud.
Pintu bilik sedikit terbuka, lalu diikuti dengan kepala Arum yang menyembul dari dalam sana. “Del, kok malah diem si…h?” Arum melongo ketika mendapati keberadaan Rama, bukan Dela.
“Nih, yang panjang.” Pipi Arum rasanya begitu panas ketika mendengar Rama mengatakan hal tersebut diikuti dengan sebuah totebag yang pemuda itu sodorkan. Demi nenek Tapasya dari serial India yang sering ditonton oleh Mama Rina, Arum benar – benar malu.
“M-makasih.” Arum segera merampas totebag itu dan menutup pintu bilik. Bersandar dibalik pintu dengan jantung yang berdebar tak karuan. Astaga, Arum ingin menghilang dari bumi. Bagaimana bisa barang keramat yang harusnya dibawa oleh Dela, malah berakhir ditangan Rama?
Arum tidak habis pikir dengan semua ini. Arum benar – benar akan menuntut penjelasan dari Dela setelah ini.
***
malu bgt ga sih kl jadi arum 😭
see on the next chapterr, jangan lupa voment yaa ♡♡

KAMU SEDANG MEMBACA
TANYA GENGSI
Literatura Feminina19+ | Arum tahu bahwa hidupnya tidak akan baik-baik saja setelah ia sah menjadi istri Rama, si pelaku pembullyan saat dirinya masih duduk di bangku Sekolah Menengah Atas. ___________ Arkasa Rajendra Rama adalah sosok laki-laki yang mati-matian Arum...