C14 : Kecewa

9.5K 348 4
                                        


Happy Reading~

“Non Arum kenapa tumben baru pulang?” Tanya Bi Ida, salah satu asisten rumah tangga di rumahnya ketika dirinya baru saja memasuki pekarangan rumah.

Arum meringis kecil, “Itu … Tadi soalnya masih diskusi kelompok karena ada tambahan materi untuk presentasi besok. Jadi telat pulang deh, hehehe."

Arum merutuk, astaga kenapa dia jadi pintar berbohong begini?

Bi Ida mengangguk saja sembari tersenyum, “Oh begitu, Non. Dari tadi Bu Rina marah – marah karena Non Arum belum pulang. Untung aja Den Kusuma dateng, jadi Bu Rina lebih kalem.” Bisik BI Ida memberi Arum informasi.

Arum terkejut, “Akus? Dia dateng kesini?” Bukan kemarahan mama tirinya itu yang Arum khawatirkan, tapi justru kedatangan Akus ke rumahnya.

Bi Ida mengangguk, “Iya, Non. Den Kusuma datengnya dari jam tiga, nyariin Non. Tapi Nonnya nggak ada. Den Kusumanya masih nunggu di dalem.”

Hal ini tambah membuat Arum terkejut, “Masih nungguin aku dari jam tiga? Aduh, aku masuk dulu ya, Bi.”

Arum berjalan cepat memasuki rumah dan langsung menemukan Akus yang tengah duduk di sofa dengan ditemani oleh Jana, kakak kandung Arum. Mereka tampak berbincang, Arum sangat berharap agar sahabatnya itu tidak menceritakan kejadian siang tadi pada sang kakak.

Arum segera mendekat pada keduanya, lalu melempar senyum pada sang kakak yang terlebih dahulu menyadari kedatangannya.

“Nah, ini Arum baru dateng. Darimana aja kamu? Katanya cuma sampe jam dua, tapi ini hampir jam lima baru pulang.” Sindir Jana.

Arum tersenyum tak enak, “Maaf kak, tadi soalnya …” Ia melirik pada Akus sebentar, kemudian melanjutkan pembelaannya. “Ada diskusi kelompok tentang materi yang baru ditambahin untuk presentasi besok.”

Jana mengulum bibirnya kedalam, mengangguk maklum. “Nggak apa – apa. Tapi lain kali kalau mau pulang telat setidaknya kabarin, terus juga hp kamu kenapa nggak bisa dihubungi?”

“Hp Arum batrainya habis, Kak. Maaf ya udah bikin khawatir.” Ucap Arum lagi. Jana adalah perempuan yang tegas namun penyayang, tipikal anak perempuan pertama kebanyakan. Arum sangat tahu jika Jana sudah menampilkan wajah serius artinya kakak kandungnya itu tengah khawatir, walau terkadang Arum juga akan gelagapan setiap kali melihat wajah serius sang kakak yang terkesan datar dan marah.

Jana mengangguk, “Iyaudah, lain kali jangan diulangin. Kakak ke kamar Bunda dulu, kamu temenin Kusuma, dari jam tiga dia nungguin kamu.”

Arum melirik Akus yang masih tetap mempertahankan wajah datarnya, ia kemudian kembali manatap pada sang kakak lalu mengangguk. “Iya, Kak. Nanti Arum nyusul.”

Jana mengangguk dan berdiri, “Yaudah Kakak ke atas dulu.”

Selepas kepergian Jana, Arum tidak tahu harus memulai percakapan seperti apa. Suasana menjadi canggung sebab Akus yang masih bergeming dan bungkam. Ini adalah pertama kalinya Arum terlibat suasana seperti ini dengan Akus yang notabenenya merupakan sahabat kecilnya.

Arum memejamkan mata sejenak sembari menarik nafas, lalu duduk di satu sofa dengan Akus. “Akus maafin aku karena udah bikin kamu khawatir. Tapi aku baik – baik aja, kamu bisa liat sendiri. Rama nggak ngelakuin hal macem – macem sama aku.”

Arum tidak mau bertele – tele, ia tahu bahwa percakapan mereka akan berpusat pada Rama. Jadi menurutnya lebih baik langsung menuju intinya saja, sebab jika tidak hal tersebut bisa membuat Akus semakin marah.

TANYA GENGSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang