C8 : Kesepakatan

1.2K 65 9
                                    

Jika kamis adalah hari paling melelahkan, maka jumat merupakan neraka. Umpatan samar terdengar hampir mengiring perjalanan Arum menuju kelasnya di lantai 4. Perjalanan pagi itu terasa begitu lama karena Arum tidak bisa menghalang semua ucapan kasar itu untuk tidak memenuhi pikirannya. Sepanjang langkahnya, Arum sibuk menegarkan dirinya agar tidak mudah goyah dan kembali menangis seperti sebelum – sebelumnya.

Kamu kuat. Dua kata itu adalah hal yang ia rapalkan bagai doa, walau sejujurnya itu tidak berefek banyak pada hatinya yang sudah terlanjur terluka.

Bak adegan dalam film yang sering ditontonnya, seember air kotor seketika mengguyur Arum dari atas ketika dirinya baru saja membuka pintu kelas. Gadis itu berdiri termenung dengan mata terpejam, kenapa selalu begini? Kenapa hari – hari empat bulan terakhir menuju kelulusan Arum harus menghadapi situasi semacam ini tanpa hentinya.

“Apa kemarin belum puas? Kenapa kalian nggak sekalian aja bunuh aku biar kalian nggak perlu liat aku lagi?” Arum memandang semua teman sekelasnya yang sama sekali bukan teman itu dengan mata nyalang.

“Kalau lo meninggal, kita jadi nggak punya mainan lagi dong.”  Itu Isabel yang berbicara, ada seringaian di wajahnya.

Arum maju, berdiri tepat didepan siswi itu dengan kedua tangan yang mengepal.

Plak!

Ada rasa puas yang sedikit meringankan beban dihati Arum, ketika tangan kanannya melayang keras menampar pipi Isabel. Rasanya benar – benar puas hingga Arum ingin melakukannya lagi dan lagi.

Dengan dada bergemuruh Arum berucap, “Sebenernya satu tamparan itu bukan apa – apa dibanding semua yang udah kamu lakuin ke aku. Tapi aku cukup baik, nggak mempermalukkan kamu di depan semua orang lebih jauh lagi. Karena kalau aku ngelakuin hal itu, aku sama aja kayak kamu. Orang jahat yang suka nindas.”

Selepas itu Arum berbalik, meninggalkan kelas. Hari ini bisa dipastikan dia akan bolos kelas lagi. Sedangkan Isabel mengeram marah, “Berani banget cewek cupu itu nampar gue? Sialan!”

Isabel diikuti dengan Amelia berjalan cepat menyusul Arum yang sudah menjauh, “Arum! Berani banget lo nampar gue?! Stop! Atau lo bener – bener bakal habis ditangan gue hari ini!”

Teriakan Isabela menggema menarik perhatian mereka – mereka yang berlalu – lalang di koridor. Arum tentu mendengar, langkahnya yang cepat berganti dengan sebuah larian. Gadis itu menerobos paksa kerumunan siswa – siswi yang dengan sengaja menghalang langkahnya.

“Minggir!”

Katakan saja bahwa Arum cupu karena memilih menghindar daripada melawan, tapi gadis itu tidak mau merasakan derita yang sama lagi karena ia tahu betul watak dari teman sekelasnya itu. Isabel merupakan salah satu murid yang berkuasa di SMA TELUMGA, dia punya banyak teman lainnya yang bisa dia jadikan ‘budak’ tanpa paksaan. Yang pastinya Isabel akan menggunakan mereka semua untuk menyiksa dirinya, sama seperti yang sudah Arum alami ketika dirinya masih duduk di bangku kelas XI.

Arum sudah tahu bahwa bermacam – macam dengan Isabel hanya akan mendatangkan penderitaan, untuk itulah Arum memilih menghindar dari pada melawan.

Arum berbelok arah, berlari masuk ke dalam kawasan toilet. Ia melirik sebentar ke arah kanan juga kiri, terlalu beresiko jika dirinya masuk ke dalam toilet perempuan, Isabel pasti akan dengan sangat mudah menemukannya. Untuk itu, Arum berbalik ke arah kiri, memasuki toilet pria yang terlihat sepi. Gadis itu bersembunyi dibalik dinding, tempat yang ia rasa sangat pas untuk bersembunyi. Bahunya tampak naik – turun dengan nafas yang sedikit tersengal.

Arum mengintip sedikit memastikan tidak ada orang yang masuk. Naas ketika dirinya menghadap kedepan gadis itu dikejutkan dengan keberadaan Rama yang kini tengah menatapnya. Gadis itu menegapkan posisinya.

TANYA GENGSITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang