28

61 8 0
                                    

Pada akhir pekan, di Bandara Kota Utara. Book dan Force berjalan sambil menyeret barang bawaan mereka, sementara Lee Thanat buru-buru mengikuti di belakang.

Book check in terlebih dahulu, lalu menyerahkan boarding pass pada Mr. Lee.

Mr. Lee melihatnya dan berseru, "Kenapa hanya aku yang di kelas ekonomi?!"

Book meliriknya, "sudah bagus aku tidak meminta uang tiket darimu. Terima kalau mau, kalau tidak naik taksi sana."

Mr. Lee segera mengantongi boarding pass, "Baiklah, tidak perlu emosi. Aku akan duduk di kelas ekonomi"

Tidak ada penerbangan langsung dari Kota Utara ke Phu Ruea. Mereka harus terbang ke kota perantara terlebih dahulu lalu naik kereta selama dua jam.

Book dan Force duduk di barisan depan karena mereka berada di kelas bisnis, jadi mereka punya lebih banyak ruang daripada di barisan belakang. Force juga bisa meluruskan kakinya yang panjang.

Mr. Lee duduk sendirian di dekat jendela pesawat, tampak khawatir.

Book sudah lama tidak keluar kota. Begitu pesawat mengudara, ia merasa sedikit tidak nyaman, terutama di telinga kanannya. Setelah beberapa kali perawatan sebelumnya, kondisinya baru mulai membaik, tetapi karena tekanan udaranya menurun, ia merasa telinganya tersumbat lagi.

Force memperhatikan ekspresinya yang tidak biasa dan mengeluarkan sepotong kecil sesuatu dari sakunya, lalu menyerahkannya kepada Book.

"Apa ini?" Book menyipitkan matanya, tidak dapat melihat dengan jelas.

"Permen karet. Kau akan merasa lebih baik jika mengunyahnya."

Book mengambilnya dan memasukkannya ke dalam mulutnya, mengunyahnya beberapa kali, dan memang, telinganya terasa jauh lebih baik.

"Bagaimana kau tahu?" Book menoleh untuk bertanya kepadanya.

"Permen karet?

"Ya." Book ingat Force telah memberitahunya bahwa ia tidak banyak naik pesawat sejak ia masih kecil.

"Aku melihatnya di internet tadi malam." Force masih sedikit malu, mengusap daun telinganya.

Dengan kelegaan dari permen karet, Book nyaris tidak berhasil melewati penerbangan tiga jam itu. Namun setelah turun dari pesawat dan bertahan dalam perjalanan kereta yang bergelombang, raut wajahnya menjadi lebih buruk. Jika bukan karena Force yang mendukungnya, dia mungkin tidak akan sampai ke Phu Ruea.

Akhirnya saat senja tiba mereka bertiga tiba di tempat tujuan.

Phu Ruea sedikit lebih kumuh daripada yang dibayangkan Book. Kota kecil itu dikelilingi oleh gunung besar, dengan pemandangan alam yang lumayan, tetapi industri pariwisatanya biasa saja. Meskipun seharusnya saat itu adalah musim puncak di musim panas, masih sangat sedikit orang di stasiun kereta itu.

Force telah memesan akomodasi secara online sebelumnya, tidak jauh dari kebun anggur yang akan mereka tuju, di setengah lereng Gunung Ruea.

Situs web pemesanan mengatakan itu adalah hotel bintang tiga, tetapi ketika Force berjalan melewati gerbang hotel, dia merasa seperti telah ditipu.

Meja resepsionis yang remang-remang itu memiliki lampu gantung kuno yang tergantung di sana, bergoyang-goyang seolah-olah akan jatuh dari langit-langit kapan saja.

Saat berikutnya mereka melangkah ke meja resepsionis, Force melihat bayangan hitam berlari melewati sudut. Dia segera berbalik untuk melihat Book, untungnya Book tidak memperhatikan bayangan hitam itu, kalau tidak, mungkin akan terjadi keributan di meja resepsionis.

Si resepsionis mengambil kartu identitas mereka dan memeriksa jumlah kamar.

"Total dua kamar, kan?" Si resepsionis mendongak dan bertanya kepada Force.

✅[BL] Your Cosy Touch (ForceBook)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang