Bab 32

370 47 4
                                    

Yang menunggu lanjutan cerita Ayu dan Aryo, selamat membaca...

Boleh donk minta vote or komen. Oh ya yang suka baca Psychological thriller romance, boleh mampir ke cerita  Hidden Evidence.....


Mungkin ini menjadi bulan teremosional sepanjang aku bekerja di perusahaan Bu Hardjo, bulan terakhir  bekerja di sini. Pengajuan resign sudah kulakukan dua minggu lalu dan tidak ada seorang pun di kantor ini yang kuberitahu. Kalaupun akhirnya penyebar, itu pasti karena Pak Aryo yang mengabarkan pada Pak Hendri dan Bu Mita, lalu menyebar ke semua karyawan.

Pak Hendri memanggilku ke ruangannya,"Benar Yu, kamu resign, mau pindah ke Jakarta?"

"Iya Pak."

"Bukan karena di sini ada masalah kan? Maksud Bapak, bukan karena sikap saya atau Pak Aryo kan? Atau jangan-jangan Bu Hardjo ya? Yu, semua kebijakan perusahaan sekarang ada di tangan Pak Aryo, jadi kalau Bu Hardjo mengkritik atau berkomentar macam-macam soal pekerjaan kamu, nggak usah dianggap atau sebaiknya dibicarakan ke Pak Aryo." Karyawan senior di kantor ini sudah hapal mulut tajam Bu Hardjo, jadi Pak Hendri mengira aku resign karena perkataan Bu Hardjo yang menyinggung.

"Nggak kok Pak, saya nggak ada masalah sama sekali sama Bu Hardjo. Saya hanya ingin mencari pengalaman baru."

Pak Hendri menatapku agak lama seperti memastikan jawabanku memang benar sebelum dia mengangguk-ngangguk dan berkata,"Semoga sukses ya Yu, di Jakarta, kalau ke Yogya, mampir main ke sini."

Ucapan tulus Pak Hendri membuat aku terharu.

Sudah jelas aku resign bukan karena ada masalah dengan pekerjaan atau masalah personal dengan Bu Hardjo, tapi karena keputusan resign ini, sepertinya hubungan aku dan Bu Hardjo jadi memiliki masalah, itu yang kurasa. Setelah seminggu mengajukan resign, aku menemui Bu Hardjo dan mengatakan jika aku resign dari perusahaannya. Sebenarnya tidak ada keharusan  lapor ke Bu Hardjo karena perusahaan sudah dipegang Pak Aryo tapi aku melakukannya sebagai bentuk kesopanan, Bu Hardjo yang menawariku bekerja di sini.

Bu Hardjo terlihat kaget ketika aku mengatakannya,"Kenapa Yu?" tanyanya dengan kening berkerut, bukan hanya ekspresi kaget, aku juga melihat gurat kekesalan di wajahnya.

"Mencari pengalaman Bu."

"Memang di sini kamu nggak dapat pengalaman." Suara Bu Hardjo mulai ketus.

Aku diam saja.

"Diminta pacarmu pindah ke Jakarta ya? Ibumu pernah cerita kalau pacarmu kerja di Jakarta."

Aku tidak mengiakan, tidak juga menyangkal, aku menanggapi dengan senyum tipis.

Bu Hardjo menghela nafas,"Ya, semoga kamu sukses di Jakarta, Yu," katanya dengan bibir sedikit merenggut dan mata mendelik, ciri khasnya, dan sukses membuat aku merasa menjadi orang tidak tahu berterima kasih, tidak tahu berbalas budi. Tapi keputusanku sudah bulat, pindah kerja.

"Terima kasih banyak, Bu, sudah memberi kesempatan saya kerja di sini," ucapku.

Bu Hardjo mengiayakan setelah menghela nafas dengan garis bibir yang masih cemberut. Aku paham jika Bu Hardjo kesal.

"Yu, benar kamu mau resign? Pindah ke Jakarta?" tanya Bu Mita ketika kami bertemu di pantri.

"Iya Bu."

"Kamu masih muda, memang harus nyari pengalaman banyak-banyak kalau mau maju. Semoga kerasan di sana, Yu." Bu Mita mengusap-ngusap pundakku. Aku yang dasarnya mudah terharu, jadi ingin menangis mendapat perlakuan seperti ini.

Complicated BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang