Bab 8

352 46 5
                                    

Terima kasih yang masih mengikuti cerita ini, boleh komen dan voet ya ....


Semalam aku tidak bisa tidur nyenyak. Memikirkan cara mengolah data yang dikirim Pak Aryo. Sampai-sampai terbawa mimpi. Aku kuliah keguruan jurusan ips dan kini dipaksa belajar statistik, bayangkan betapa pusingnya!

Aku datang ke kantor lebih pagi. Menonton ulang video youtube tentang statistik dasar. Beberapa mulai aku mengerti, setelah ditonton berulang-ulang kali. Dengan menahan malu aku meminta bantuan Andini lagi. Kali ini mencoba fokus dan konsentrasi saat Andini menjelaskan sambil memasuk-masukkan data ke dalam tabel excel, bahkan merekam penjelasan Andini.

"Makasih ya An, jadi merepotkan." Aku menyalaminya. Dalam hati berjanji akan mentraktir Andini makan siang nanti.

"Iya Mba sama-sama. Nggak ngerepotin kok." Andini tersenyum manis, menampakkan lesung pipinya.

Aku segera mengirimkaan laporan melalui email pada Pak Aryo. Sesaat bisa menarik nafas lega tapi tak lama karena telepon interkom di meja berdering. Aku menduga itu Pak Aryo, seketika jantungku berdebar kencang, ada kesalahan apa lagi?

"Yu, ke ruangan saya ya." Selalu tanpa basa-basi dan dengan nada tergesa. Aku membayangkan air muka Pak Aryo, merenggut dengan kening berkerut, menampakkan kekesalan karena aku melakukan kesalahan yang sama.

"Baik Pak." Sebelum beranjak, aku meneguk air minum yang selalu di sediakan office boy setiap pagi di meja hingga tandas selain haus berharap segelas air bisa meredakan rasa gugup dan takut menghadapi Pak Aryo.

Aku mengetuk pintu ruangan Pak Aryo sebelum membukanya berlahan, berjalan pelan bukan sekedar kesopanan tapi memang memperlambat. Pak Aryo tengah menatap layar laptop, dari caranya mengerutkan kening dan garis wajah masamnya aku menduga, ada yang tidak beres. Seketika jantungku seperti mau lepas dari tempatnya. Tenang Yu, tenang.

"Siang Pak," kataku sambil menarik kursi di depannya dan duduk dengan hati-hati, takut suara derit kursi menambah kemarahannya.

"Siang. Ini tidak cocok rumusnya," Pak Aryo membalikkan laptop hingga menghadapku. Rahangnya mengetat, menahan marah. Jika aku diibaratkan es krim, situasi ini membuat aku meleleh.

"Coba kamu hitung pakai kalkulator, hasilnya ini dan ini beda, harusnya sama. Rumusnya harus berlaku untuk semua row, inikan tinggal di klik seperti ini. Membuat rumus ini hanya pake logika matematika dasar lho, masa begini saja tidak bisa," Pak Aryo berdecak sambil menggeleng-gelengkan kepala, rasa jengkel tergambar jelas di wajahnya. "Coba kamu belajar, beli buku tentang statistik excel atau lihat tutorialnya di youtube. Perbaiki, sore saya tunggu laporannya." Pak Aryo membalikkan kembali laptopnya. Tanpa berkata apa-apa dia kembali fokus pada layar laptopnya.

Aku menelan ludah. Rasa maluku sudah sampai pada titiknya jadi rasanya ingin menghilang dari hadapan Pak Aryo, sayangnya ini bukan dunia sihir."Baik Pak." Aku berdiri dan keluar dari ruangannya. Aku tidak paham di mana letak salahnya, aku mengerjakan sesuai yang diajarkan Andini. Tapi memang aku hanya paham sebagian yang Andini jelaskan. Sebenarnya malu meminta Andini menjelaskan lagi tapi mau tidak mau, harus meminta bantuan Andini lagi.

"Andini mana Bu?" tanyaku pada Bu Mita begitu masuk ruangan karena meja Andini kosong.

"Baru saja pulang, dia ijin masuk setengah hari, ada bimbingan di kampus katanya."

"Oh." Duh, bagaimana ini?! Mati aku! Aku duduk di kursi meja kerja dengan lemas.

"Ada apa Yu?" tanya Bu Mita.

"Ehm, nggak ada apa-apa Bu." Aku buru-buru menegakkan punggung, mengembalikan perhatian pada laptop, membuka file yang dikoreksi Pak Aryo, mengamati dan mengingat-ngingat kesalahan yang dijelaskan Pak Aryo tapi tetap saja tidak paham. Aku menatap deretan angka di layar laptop dengan putus asa, rasanya mau menangis. Reaksiku mungkin berlebihan tapi itulah yang dirasakan saat ini.

Teringat obrolan dengan Mas Angga, gaji besar akan sesuai dengan job desk dan resikonya. Dan waktu curhat tentang pekerjaanku, Mas Angga tertawa dan berkata,"Memang seperti itu Yu, kalau bekerja di perusahaan pasti ada pressurenya, apalagi pekerjaanmu tidak sesuai basic pengetahuan yang kamu miliki, jadi adaptasinya agak sulit."

Apakah Pak Aryo tidak membaca CV ku, di sana jelas tertulis, dengan bukti ijasah, aku lulusan keguruan bidang studi geographi.

Sebentar-sebentar tadi Pak Aryo bilang, logika matematika dasar. Jadi mungkin Rara paham. Rara guru matematika di sekolah, dia lulusan sarjana keguruan jurusan matematika.

Aku mengirimi Rara pesan.

Ra, kamu paham statistik dan excel ya

           Kalau yang basic bisa, memangnya kenapa

Kerjaan kantorku Ra, aku ora mudeng.

           Bisa ya ketemuan sepulang kerja atau aku ke rumahmu

Ok

Karena tidak ada yang dapat dilakukan dengan data-data itu tanpa bantuan Andini, aku menunggu jam pulang dengan membaca-baca tulisan yang menjelaskan tentang excel dan statistik dasar di google dan tidak semua aku pahami. Yang aku pahami hanya rata-rata, nilai tengah, sementara mendapat nilai deviasi dari kumpulan data? Rasanya aku baru tahu. Makin banyak membaca malah bertambah pusing. Melihat deretan angka-angka mulai membuat perutku mual. Mual dalam arti sebenarnya sehingga aku harus meredakannya dengan secangkir teh hangat. Aku menghabiskan beberapa menit di pantri, sampai tehku habis.

Aku menarik nafas lega ketika akhirnya jam menunjuk angka 4.30, jam pulang, membereskan meja dan tas lalu mengirim email ke Pak Aryo, mengabarkan jika laporan baru selesai besok pagi. Tanpa menunggu email balasan, aku mematikan laptop dan bergegas pulang dengan langkah pelan terutama saat melintas di depan ruangan Pak Aryo.

Tanpa diduga pintu ruangan Pak Aryo tiba-tiba terbuka dan dia di sana, menatapku. Langkahku terhenti seketika, bersamaan dengan detak jantung yang tiba-tiba kencang."Pak," Aku mengangguk sambil memaksakan senyum ke arah Pak Aryo. Kurasakan telapak tangan jadi basah dan muka terasa panas.

"Laporannya mana Yu?"
"Belum selesai Pak, tadi saya..."

"Kok sudah pulang?" potong Pak Aryo dengan kening berkerut.

"Saya kerjakan di rumah Pak, besok selesai. Saya tadi kirim email ke Bapak..."

Tanpa menunggu kalimatku selesai Pak Aryo memutar kursi rodanya, berbalik sambil menggeleng-gelengkan kepala dengan decakan kesal.

Untuk beberapa saat aku terpaku.

"Kenapa Yu," tepukan Bu Mita membuat aku geragapan.

"Nggak apa-apa Bu." Aku menjajari langkah Bu Mita keluar kantor.

"Jangan dimasukkan hati kalau Pak Aryo marah-marah," katanya setengah berbisik.

"Iya Bu."

"Maklumin aja. Di manapun kerja pasti akan bertemu bos atau rekan kerja seperti itu."

Jangan dimasukkan ke hati, mudah diucapkan tapi sulit dilakukan.

***

Ceritanya Ayu ini dominan otak kanan ya, kemampuan logika matematisnya kurang, mereka kurang suka soal hitung-hitungan atau main logika– agak lemot gitulah, bukan bodoh tapi karena bakat mereka tidak disitu kalaupun akhirnya mereka bisa memecahkan soal logis matematis, otak mereka perlu bekerja dua kali lipat (belajar berulang-ulang) dari orang yang dominan otak kiri.

Orang dominan otak kiri, pikirannya logis, jago matematika dan hitung-hitungan lain kayak fisika dan kimia.


Complicated BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang