Terima kasih vote dan komennya ....
Jam satu aku baru kembali ke kantor dan langsung menghadap Pak Aryo. Dia meminta aku mencocokkan data yang kudapat di gudang dengan data yang dia kirim melalui email. Minta dibuatkan dalam bentuk grafik dengan excel, termasuk memasukkan data enam bulan lalu sehingga bisa dilihat kecenderungan kenaikan atau penurunan penjualan, jumlah stok dan omset.
"Jadi dari data dan grafik itu kita bisa lihat kecenderungan kenaikan penjualan berapa persen selama 6 bulan terakhir dan akan terlihat juga bahan di gudang, overstock atau tidak. Pahamkan maksud saya Yu?"
"Iya Pak." Aku paham maksud Pak Aryo tapi tidak terbayangkan bagaimana mengolah datanya dengan excel sehingga menjadi grafik. Biasanya aku menggunakan excel untuk membuat tabel data dan mendapatkan rata-rata nilai sebuah data. Tapi mengolah data menjadi bentuk grafik dengan excel? Aku benar-benar tidak bisa membayangkan cara mengerjakannya!
"Seperti ini," Pak Aryo membalikkan layar laptop hingga menghadapku.
Di sana terlihat gambar grafik.
"Ok, laporan saya tunggu sebelum jam 4 ya, kirim melalui email," kata Pak Aryo lalu perhatiannya kembali pada laptop.
Jantungku berdebar cepat, udara terasa panas padahal AC menyala.
"Kok masih berdiri di sini?"
"Eh iya Pak tapi saya tidak bisa mengerjakannya. Maksud saya, saya paham maksud Bapak tapi cara mengerjakannya tidak bisa. Saya kurang paham membuat grafik dengan excel Pak." Pengakuan yang memalukan. Mukamu terasa panas.
"Waduh," Pak Aryo menatapku dengan terkejut.
Aku menelan ludah yang terasa pahit. Kurasakan jemariku berkeringat. Sangat memalukan di hari pertama kerja aku malah tidak bisa mengerjakan pekerjaan yang didelegasikan. Aku pasti nampak terlihat bodoh di mata Pak Aryo. Lihat saja cara Pak Aryo menarik bibir membentuk senyum sinis lalu menggeleng-gelengkan kepala.
"Coba minta tolong Andini ajarkan. Pelajari soal statistik excel di youtube atau buku, jaman sekarang tidak ada alasan tidak bisa, semua bisa dipelajari di google."
"Baik Pak." Dengan jantung yang masih berdetak kencang aku keluar ruangan Pak Aryo.
Andini terlihat sibuk di depan laptopnya. Merasa tidak enak hati meminta bantuannya tapi jika tidak, aku tidak bisa mengerjakan tugas dari Pak Aryo sama sekali.
"An, lagi sibuk," sapaku basa-basi.
"Biasa aja sih mba."
"Aku mau minta tolong donk."
"Tolong apa?"
"Aku diminta Pak Aryo mengolah data statistik di excel tapi kurang paham caranya."
"Bisa sih tapi bagaimana ya aku lagi mengerjakan ini." Andini menunjuk layar laptopnya.
"Aku tunggu sampai kamu selesai."
Aku berbalik menuju meja kerjaku. Sambil menunggu Andini mengerjakan pekerjaannya aku membuka laman google dan memasukkan kata kunci, membuat grafik dengan excel dari sekumpulan data, keluar beberapa artikel dan video youtube, aku membukanya, mencoba membaca dan menonton tapi tidak satupun yang aku mengerti. Istilah-istilahnya terasa asing di telinga.
"Mana Mba, datanya," tiba-tiba Andini sudah berdiri di sampingku.
"Eh sebentar." Aku menutup laman google dan membuka data yang dikirim Pak Aryo. Aku mempersilahkan Andini duduk. Aku menarik kursi sekaligus tangga dari kayu yang biasa kami gunakan untuk menaik turunkan berkas di lemari.
Andini menjelaskan, bagaimana angka dan rumus di masukkan dalam kolom excel."Ini rumusnya dimasukkan ke sini mba.... rumus ini otomatis berlaku ke semua row... Rumusnya pake logika matematika sederhana aja sebenarnya..." kalimat penjelasan Andini tidak benar-benar aku pahami semuanya. Aku juga lupa bagaimana tadi Andini memasukkan rumus sehingga data menjadi grafik. Rasa putus asa karena tidak memahami penjelasan Andini sepertinya sudah sampai titik puncak membuat kepala pening dan perut lapar.
Akhirnya dengan dibantu Andini aku bisa menyelesaikan tugas dari Pak Aryo, lebih tepatnya Andini yang mengerjakan dan aku menonton. Betapa memalukan. Tapi setidaknya aku bisa menarik nafas lega. Baru saja aku mengirimkan email hasil pekerjaan, telepon interkom di meja berbunyi, terdengar suara dari sebrang sana,"Ayu bisa ke ruangan saya sebentar."
"Baik Pak." Detak jantungku sepanjang hari ini seperti sedang melakukan olahraga, rasanya lelah dan membuat kerongkonganku kering.
Aku masuk ke dalam ruangannya setelah mengetuk pintu, "Selamat sore, Pak." Dengan hati-hati aku duduk di kursi di hadapan Pak Aryo. Kening Pak Aryo berkerut menatap layar laptop.
"Coba jelaskan dan simpulkan hasil kerjamu." Pak Aryo membalikkan layar laptopnya ke arahku, di sana tertera data dari email yang aku kirimkan lengkap dengan grafiknya.
Aku menahan nafas sebelum menariknya pelan-pelan, untuk meredakan kegugupanku.
"Ada kenaikan omset tapi secara kuantitas penjualan tidak naik jika dirata-ratakan selama 6 bulan. Kenaikan dan penurunan fluktuatif dan kecil. Kenaikan omset karena harga produk kita dinaikkan sesuai tingkat inflasi. Untuk stok....." Aku menjelaskan panjang lebar sesuai data yang tersaji. Aku cukup paham membaca data-data itu, yang jadi masalah hanya satu, aku tidak bisa mengolah data tersebut menjadi grafik.
"Menurut pendapatmu bagaimana agar kuantitas penjualan naik?"
"Mungkin kita perlu bekerja sama atau menawarkan produk kita pada perusahaan lain. Selama ini hanya perusahaan yang itu-itu saja. Mungkin bisa dicoba untuk instansi pemerintah Pak."
"Untuk tawaran ke perusahaan lain memang sudah menjadi planning kita. Pilihan bekerja sama dengan instansi pemerintah tidak terlalu menjanjikan. Pemenang tender tidak berdasarkan kualitas produk tapi tergantung kedekatan dan besarnya uang terima kasih yang bisa kita janjikan jadi harga harus kita mark-up. Selain itu biasanya tempo pembayaran lama. Perusahaan ini sudah pernah melakukannya dan kapok. Ada ide lain?"
Oh jadi begitu, pantesan kadang harga pengadaan barang di instansi harganya tidak masuk akal, aku jadi ingat kasus ganti gorden rumah anggota dewan beberapa waktu lalu yang harganya mencapai milyaran rupiah untunglah beritanya viral jadi kabarnya tidak jadi. Jika selama ini aku hanya membaca berita, kini kenyataannya begitu dekat.
"Mungkin bisa menggunakan jasa influencer atau selebgram Pak."
Pak Aryo tersenyum sinis,"Kita bukan bisnis musiman lagipula menggunakan jasa mereka perngaruhnya tidak lama." Pak Aryo menarik laptop.
"Selain penjualan, apalagi yang bisa kamu lihat dari data ini?" Pak Aryo menyandarkan punggungnya ke kursi, melipat kedua tangannya di dada, tatapannya terasa mengintimidasi.
"Jumlah stok."
"Kesimpulannya?"
"Terjadi over stock di bahan baku."
Pak Aryo mengangguk. "Seharusnya ini tidak boleh terjadi, barang harus berputar, bahan baku harus dibeli sesuai yang dibutuhkan untuk membuat barang jadi. Over stock artinya ada uang yang tidak diputar, rugi. Lusa kamu ke Klaten diskusikan dengan Pak Indra soal pembelian bahan baku agar efektif dan sebisa mungkin memakai stok yang ada sebelum membeli bahan baku baru. Target saya dalam enam bulan tidak ada lagi over stock baik bahan baku atau barang jadi. Bagaimana caranya? Tolong kamu pikirkan sama Pak Indra, lalu laporkan pada saya hasilnya."
Aku mengangguk.
Pak Aryo menegakkan punggungnya,"Terima kasih."
"Sama-sama."
"Oh ya saya kirimkan lewat email data lain, tolong dibuatkan seperti ini ya, saya tunggu laporannya besok sebelum makan siang."
What?!! Tentu saja itu hanya kuteriakkan dalam hati, yang pasti tiba-tiba perutku terasa mulas.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Boss
ChickLitCerita dengan genre chicklit, komedi romantis. Romantika working girls, bukan drama cinta ala CEO. Waktu selalu punya cara membuat kejutan tak terduga, terutama dalam hal melibatkan perasaan..... Saat jatuh cinta dalam diam dan diam-diam. Sayangnya...