Setelah beberapa kali absen makan siang di luar kantor, akhirnya hari ini aku bisa makan siang bareng Bu Mita, Andini dan beberapa karyawan perempuan lain dari divisi marketing dan sales. Kami memilih kios soto yang tidak jauh dari kantor. Soto dengan kuahnya yang segar dan gurih selalu cocok untuk segala suasana, termasuk saat suasana hati sedang galau.
Ya aku sedikit galau karena Mas Angga membatalkan kepulangannya. Kalau dihitung-hitung sudah 10 bulan kami tidak bertemu. Kemungkinan kami bertemu saat lebaran nanti. Ya jarak Yogya – Jakarta tidak bisa dibilang dekat, pulang pergi bisa memakan waktu satu hari, uang transportasi lumayan. Begini ya rasanya LDR. Padahal ingin bertemu, ada banyak yang ingin kuceritakan terutama soal kantor dan pekerjaan, ya semacam curhat sekaligus sharing. Ngobrol di telepon rasanya berbeda.
"Suasana kantornya nyaman kan Yu, nggak ada drama saling sikut?" tanya Mas Angga di percakapan lewat telepon beberapa hari lalu.
"Nyaman, kebanyakan karyawan usianya udah senior." Ya namanya perusahaan keluarga, pengelolaan karyawan masih kekeluargaan termasuk dirinya yang bekerja di sini karena kekeluargaan. Kenyataan yang selalu membuat tak enak hati. Untunglah sedikit demi sedikit aku mulai menunjukkan kemampuan diri jika aku mampu bekerja di sini, bisa menyelesaikan pekerjaan dengan baik, setelah melewati drama statistik berminggu-minggu. "Syukurlah."
"Sotonya Mba," sapaan pramusaji sambil meletakkan semangkuk soto yang meruapkan uang panas dengan aroma bawang goreng membuyarkan lamunanku.
"Mba ini sambalnya sama jeruknya," Andini mendorong piring berisi potongan jeruk sambal dan botol sambal.
"Gimana Yu ke Semarang kemarin, sempet jalan-jalan nggak?" tanya Bu Mita.
"Nggak Bu, waktunya padat, itu juga beli oleh-oleh di toko dekat hotel bareng Pak Andre." Aku menceritakan secara singkat rangkaian kegiatan ke Semarang kemarin. Tentu saja tanpa penjelasan apa yang aku presentasikan dan siapa klien kami.
"Oh sama Pak Andre juga ke sananya?" tanya Andini dengan mata berbinar.
"Iya, perusahaan tempat Pak Andre bekerja jadi rekanan perusahaan Pak Aryo dalam projek ini."
"Perusahaan kita memang selalu memakai jasa perusahaan tempat Pak Andre bekerja, sejak masih di pegang Pak Hardjo. Pak Andre dan Pak Aryo itu masih ada hubungan saudara tapi Ibu lupa dari Bapak atau Ibu Hardjo. Pak Andre dan Pak Aryo kalau nggak salah satu kampus juga waktu kuliah di Jakarta tapi beda jurusan."
Penjelasan bu Mita menjawab keherananku selama ini karena melihat keakraban Pak Andre dan Pak Aryo lebih dari sekedar rekan kerja, malah beberapa kali aku mendengar Pak Andre hanya memanggil Aryo atau Yo, tanpa embel-embel Pak, biasanya saat mereka berdua bicara. Aku menuangkan satu sendok kuah soto ke piring nasi, mencampurnya dengan sesendok nasi dan menyuapnya. Sementara bu Mita kulihat menuangkan semua kuah soto ke dalam nasinya. Cara memakan soto memang ada dua versi dan itu tergantung selera dan kebiasaan. Seperti halnya makan bubur ada yang suka diaduk ada yang tidak.
"Selesai kuliah Pak Andre bekerja di Jakarta tapi hanya sebentar, pulang ke sini bekerja di perusahaan Omnya ini, Pak Aryo bekerja di Jakarta. Setelah kecelakaan itu baru Pak Aryo ke sini." Bu Mita menjelaskan tanpa kami minta. Tidak mudah mencari pekerjaan dengan kondisi disabilitas di negara ini, sistemnya belum mendukung, beruntung Pak Aryo lahir dari keluarga pengusaha jadi bisa tetap berkarya malah lebih maksimal. Perusahaan ini setiap waktu menampakkan kemajuan. Pak Aryo sudah membuat divisi marketing khusus untuk batik, sebelumnya tidak ada, penjualan lebih mengandalkan dari mulut ke mulut dan pelanggan lama. Pak Aryo juga yang memberi ide pusat batik di Klaten dibuka untuk kunjungan eduwisata eksklusif artinya kunjungan harus dengan perjanjian, dibatasi jumlah dan berbayar dengan imbalan diajarkan membatik dan mendapat cerita tentang sejarah batik di Jawa. Perusahaan kontraktornya sudah berekspansi ke Semarang, sebelumnya hanya Yogya, Klaten dan Solo.
Dari hati terdalam sebenarnya aku mengagumi Pak Aryo tapi sikap ketusnya bikin ill feel.
***
Aku janji bertemu dengan Rara sepulang kantor. Kalau dihitung-hitung sudah hampir sebulan kami tidak bertemu. Kami sama-sama sibuk. Gaya banget ya mengaku sibuk, ledek diriku sendiri dalam hati.
"Makasih ya Yu, oleh-olehnya. Gimana perjalanan ke Semarang kemarin?"
Aku menceritakan secara singkat pekerjaan ke Semarang.
"Jadi bosmu sudah nggak galak lagi Yu."
"Berkurang tapi masih begitu, ketus."
"Jadi penasaran sama Bos kamu. Aku cari di LinkedIn akh, siapa nama lengkapnya."
"Ya ampun Ra, kepo banget sih."
"Habisnya kamu sering ngomongin dia, kan jadi penasaran."
"Siapa nama lengkapnya?"
Aku menuliskan nama lengkap Pak Aryo di tisu dan menyerahkannya pada Rara, aku khawatr jika dibicarakan ada yang mendengar dan kenal Pak Aryo.
Kulihat Rara mengetikkan nama ke aplikasi pencarian LinkedIn.
"Nih langsung dapat." Rara menyodorkan ponselnya ke tengah hingga aku juga bisa melihat profil Pak Aryo. Selama ini aku tidak kepikiran mencari tahu data Pak Aryo. Ya tapi buat apa juga, aku sudah tahu Pak Aryo bosku anak Bu Hardjo.
Aku membaca profilnya, tanggal lahir, pendidikan dan forto folio pekerjaannya. Ternyata usianya sedikit lebih muda dari dugaanku.
"Ini sih ganteng banget Yu," komentar Rara. Kami menatap foto Pak Aryo yang mengenakan jas dan dasi. Sepertinya foto lama karena terlihat lebih muda. Ya Pak Aryo memang tampan.
"Aku nggak terlalu memperhatikan Ra. Maksudku ya biasa aja, mungkin karena aku sudah punya Mas Angga ditambah lagi Pak Aryo sering bikin bête."
"Dia sudah punya pacar Yu?'
"Mana kutahu."
"Kalau tidak kecelakaan kayaknya banyak perempuan yang ngantri." Entah bagaimana ucapan Rara membuat suasana hatiku berubah sendu. Membayangkan jatuhnya mental Pak Aryo ketika tahu kecelakaan yang dialami membuatnya cacat. Bukan tidak mungkin dia ditinggalkan pacarnya.
Dulu aku berpikir kaya itu banyak uang, ternyata kesempurnaa fisik yang kita miliki adalah kekayaan terbesar dalam hidup ini selain keimanan. Aku jadi ingat potongan ceramah yang kudengar dari televisi saat Ibu tengah menonton, Gusti Allah sebaik-baik pengatur dan perencana hidup, kita tidak perna tahu hikmah dibalik suatu musibah.
Aku menyeruput teh hangatku pelan-pelan. Dalam hati melantunkan harapan semoga Pak Aryo diberi kekuatan dan ketabahan menjalani takdirnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Complicated Boss
ChickLitCerita dengan genre chicklit, komedi romantis. Romantika working girls, bukan drama cinta ala CEO. Waktu selalu punya cara membuat kejutan tak terduga, terutama dalam hal melibatkan perasaan..... Saat jatuh cinta dalam diam dan diam-diam. Sayangnya...