03

23.1K 1.1K 22
                                    

⚜️


Ciya duduk sendirian di karpet bulu ruang tengah. Devan sudah pergi ke kantor karena ada urusan penting, Dera juga keluar karena harus berkumpul dengan teman sosialita nya. Ciya di tinggalkan dengan beberapa pelayan dan bodyguard.

Perhatian Ciya teralihkan karena ada suara rame-rame dari luar. Senyum nya mengembang sempurna melihat kedatangan segerombolan anak remaja yang memakai seragam sekolah.

Ciya berjalan menghampiri mereka. "Kak Senja!" panggil nya dengan ceria. Orang-orang itu menatap Ciya bingung.

"Adik lo Se? Imut banget!"

Mendapatkan tatapan datar dari Senja, Ciya tersenyum kikuk. Dalam hati ia sungguh merasa kesal. Ingin sekali ia menjambak rambut anak ingusan seperti Senja ini. Tokoh fiksi saja belagu.

"Papa sama mama lagi di luar kak," ucap Ciya. Sengaja untuk menarik perhatian. "Gue udah tau!" ketus Senja.

"Masuk guys gue ganti baju dulu."

Ciya ingin sekali memukul Senja. "Kalian teman-teman kak Senja?" Daripada kesal dengan Senja. Lebih baik Ciya cari muka saja dengan mereka. Karena mereka adalah tokoh penting di sini. Male lead dan juga teman-teman nya.

"Kenalin aku Raciya. Adik angkat kak Senja, kalian siapa?"

"Gue Junen Abigail panggil aja abang ganteng." goda Junen sambil mengedipkan matanya.

Puk

"Gak usah ganjen lo kadal gurun! Kenalin neng, aa paling tampan di sini. Razerdian Fatih." Berbeda dengan Junen yang tampangnya seperti playboy abal-abal. Wajah Razer tipekal cowok softboy.

"Kalo gue Guntur Aryoga, ini kembaran gue Awan Aryoga. Panggil senyaman lo aja." Walau namanya Guntur tapi sikapnya berlawanan arah dengan nama nya itu. Guntur tidak berisik tapi kalem. Kalau Awan lebih ke cuek dan tidak peduli dengan sekitar kecuali Senja.

"Dia ... Sabinta Nugroho." sambung Guntur. "Sorry ya Ciya, orang nya emang gitu." imbuh Junen tak enak.

"Enggak papa kok. Kalian mau minum gak? Ciya ambilin deh." Kekesalan Ciya yang awalnya mulai mereda muncul kembali karena melihat respon Sabin yang acuh.

"Eh gak usah," tolak Razer. Pasalnya, Ciya itu kecil. Takut tak kuat mengangkat nampan. "Di bantuin bibi pelayan kok, tunggu di sini ya!"

Belum sempat Razer menahan, Ciya sudah berlari kecil menuju dapur. Junen tertawa melihat itu. "Lucu banget anying!"

Guntur mendelik mendengar ucapan temannya. "Dasar pedofil lo!" hina nya sambil melempar bantal sofa.

Senja yang sudah berganti pakaian turun lalu duduk di samping Sabin. Yang tentunya di sambut Sabin dengan senang hati.

"Caelah pacaran terus, gak ingat tempat!" cibir Junen.

"Main game kuy!" ajak Razer yang langsung di angguki mereka. Mereka pun mabar kecuali Senja. Gadis itu lebih memilih untuk melihat Sabin yang main game dengan lihai.

"Senja! Kamu ini keterlaluan sekali membiarkan Ciya membawa nampan, dia baru keluar dari rumah sakit."

Devan merebut nampan di tangan Ciya lalu meletakkannya di atas meja dengan tidak santai. "Aku tidak menyuruh dia!" jawab Senja. Ciya memegang lengan Devan membuat pria itu menoleh. "Papa jangan marah. Ini kemauan Senja kok."

"Tetep aja, harusnya dia larang kamu! Sekarang masuk kamar,"

Ciya menggeleng. Ia belum mendekati para tokoh, rugi kalau membiarkan mereka lolos hari ini. "Raciya Pratama masuk ke kamar!" titah Devan, mutlak. Dengan terpaksa Ciya menurut.

"Senja, papa sudah bilang di chat kan? Ciya bakal jadi adik kamu. Jadi kamu harus jaga Ciya," ujar Devan.

"Aku gak butuh adik pa!"

Sabin menyentuh bahu Senja. "Om, seharusnya ambil keputusan jangan sepihak. Harus dengerin pendapat Sen―"

Devan dengan datar langsung memotong ucapan Sabin. "Orang luar tidak layak mengomentari urusan keluarga ku. Dan apa ini Senja? Kamu membawa banyak laki-laki ke dalam rumah? Kamu tidak berpikir konsekuensi dari pandangan tetangga?"

"Pa mereka teman-teman Senja!"

"Apa susah nya memiliki teman perempuan Senja?! Bukankah mama sudah pernah bilang, jangan lagi berteman dengan anak laki-laki!"

"Om maaf nih menyela, tapi kami mau kerja kelompok," sela Awan agar Senja tidak terpojok. Ucapan Awan di iyakan oleh mereka. Ciya yang mengintip di balik tembok berdecak kesal. Rupanya mereka sudah sangat dekat dengan Senja, sampai-sampai rela berbondong seperti itu.

Tak ingin membuat suasana hatinya semakin buruk. Ciya lekas masuk ke kamar menunggu kedatangan Dera.

"Lain kali kerjakan di tempat lain! Saya tidak mau mendapatkan rumor menjijikkan." sarkas Devan. Pria itu berjalan meninggalkan ruang tengah.

"Se lo gak papa?" tanya Guntur. Senja menggeleng, "maaf ya kalian harus jadi dengar itu dari papa aku."

"Gak masalah Se, santai aja!" sahut Razer sambil tersenyum. "Ayo, katanya mau ngerjain tugas?" jahil Junen kepada Awan.

"Ck," decakan Awan membuat Junen tertawa di ikuti yang lain.

"Loh apa ini kok rame?" Dera kaget melihat keadaan ruang tengah yang terlihat agak berantakan. Beberapa kulit kacang berserak di lantai.

"Kita tadi kerja kelompok tante," jawab Razer, melirik Awan. Awan yang di lirik mendegus. Tidak bosan kah mereka mengejeknya sejak tadi?

"Jangan lupa bereskan ya, soalnya nanti ada semut. Takut Ciya jadi bentol-bentol." Setelah mengatakan itu Dera berlalu meninggalkan mereka.

Senja termenung di tempatnya. Biasanya mama nya kalau pulang dari luar selalu memeluk atau mencium nya walau Senja menolak.

"Se, kita pulang dulu ya udah sore banget nih."

Lamunan Senja buyar. Ia mengangguk sambil tersenyum. "Hati-hati jangan ngebut ya!"

Sebelum Sabin pergi, laki-laki itu menyempatkan diri untuk mencium kening Senja yang langsung di soraki oleh teman-temannya.

"Ingat tempat woy!"

"Jadian aja udah Bin!"

"Kiw kiw!"

Sabin mengabaikan itu. "Kalo ada apa-apa telepon aku ya." Senja mengangguk menanggapi ucapan Sabin karena merasa malu akibat tingkah Sabin.

Senja melambaikan tangannya mengiringi kepergian Sabin dkk. Senyumnya tak luntur sampai ia masuk ke kamar.

"Kali ini kamu bisa tersenyum manis Senja, tapi liat aja ke depannya kamu akan sering menangis." gumam Ciya yang keluar dari kamarnya dengan alasan ingin menemui Dera.

Tbc

Figuran Pick Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang