10

17.6K 1K 10
                                    


Karena Senja tak memiliki kawan sesama perempuan sejak awal membuat ia begitu bergantung kepada pertemanan nya dengan Sabin dkk. Lagipula Senja tak berniat untuk menjalin pertemanan dengan perempuan, bagi nya itu merepotkan.

"Kak, Ciya nebeng ya. Papa gak bisa jemput katanya,"

Bel pulang sekolah sudah berbunyi lebih dari 5 menitan. "Gue gak bisa!" tolak Senja.

"Ta-tapi papa gak bisa jemput Ciya,"

"Mandiri dong, pesan taksi kek!" Senja berjalan menuju mobilnya. Meninggalkan Ciya yang hampir menangis di parkiran.

Sabin dkk hari ini tidak terlihat di parkiran, bukan karena mereka pulang lebih dahulu tapi karena sedang latihan basket.

"Loh Ciya belum pulang?"

"Papa gak bisa jemput.." lirih Ciya. Mata gadis itu berembun. Gadis yang menegur Ciya itu ingin sekali melahap pipi Ciya yang kemerah-merahan itu.

"Pulang sama gue yuk, gue bawa mobil." ajak nya.

"Ala bisa nyetir?" Gadis dengan nama lengkap Alana Puteri itu terkekeh geli melihat kepolosan teman sekelasnya ini.

"Bisa dong, gimana mau gak?"

Ciya mengangguk. "Yok let's go!" pekik Alana.

Mobil sport itu sampai ke depan gerbang mansion Pratama dengan mulus tanpa hambatan. Ciya di antarkan dengan selamat. "Terimakasih ya Ala," ucap Ciya tulus.

Alana mengangguk. "Sama-sama imut!"

Ciya masuk setelah mobil Alana menjauh dari depan gerbang. Menghela nafas berat sebentar, Ciya kemudian masuk dengan ekspresi polos nya.

Melihat suasana rumah yang sunyi membuat Ciya bingung. "Nyonya sedang ke kantor tuan Devan, nona muda. Katanya mengantarkan berkas penting." ujar kepala pelayan yang tiba-tiba menghampiri Ciya yang belum naik masuk ke kamar. Fyi, Ciya selama ini tidur bersama dengan Devan dan Dera jadi Ciya belum memiliki kamar pribadi.

"Kalo kak Senja?"

"Non Senja juga belum pulang,"

Ciya mengangguk sambil tersenyum. "Terimakasih bi, tolong siapkan makan siang ya. Ciya lapar," pinta nya dengan senyum canggung. Kepala pelayan itu langsung mengiyakan dengan cepat.

Ciya yang sudah masuk ke dalam kamar langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang. Membuka benda pipih miliknya yang di belikan Devan itu. Ciya memiliki handphone pribadi setelah merengek kepada Devan selama seharian penuh.

"Kayaknya aku harus minta kamar pribadi deh," gumam Ciya. Jari kecilnya sibuk menggulir layar. Matanya pun bergerak liar mengamati gambar yang terpampang di layar tersebut.

"Gimana kalau ini aku praktekin besok?" gumamnya sambil tertawa kecil. Ciya menyimpan video itu ke galeri nya. Video dua orang yang berciuman bibir dengan mesra. "Kira-kira siapa ya?" pikir nya bingung.

"Gimana kalau Junen?" smirk Ciya. Dengan cepat Ciya mengirimkan pesan kepada Junen. Mengajak nya untuk jalan-jalan saat akhir pekan besok.

Setelah mendapatkan balasan 'ya' dari Junen, Ciya melompat dari ranjang. Ia segera mencari baju santainya. Ciya yang sudah melepaskan seluruh seragam nya berdecak kesal saat melihat tubuhnya di cermin. Tubuh yang terlalu mungil membuat dada berukuran tak seberapa. Tubuh ini pun juga belum menstruasi. "Semoga saat mens nanti aku tidak merasakan sakit perut dan pinggang!" bisik Ciya.

Ia segera memakai pakaiannya saat mendengar panggilan kepala pelayan di balik pintu. Ciya akhirnya makan sendirian.

.
.
.

Figuran Pick Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang