17

15.5K 864 15
                                    

Di kantor polisi suasananya sangat tegang. Devan yang mengeluarkan aura membunuh nya sejak sampai tadi membuat beberapa polisi terintimidasi.

Sedangkan William dan Soraya berusaha keras untuk menenangkan Kamila yang menjerit-jerit.

PLAK!

"DIAM KAMILA!"

Semua orang terkejut. Siapa yang tidak terkejut melihat Soraya yang tadinya lembut malah berubah menjadi galak.

"Sampai kapan kamu mengelak hah?! Semua bukti sudah ada! Menyesal aku menuruti keinginan mu untuk ke Indonesia!"

Soraya benar-benar terlihat marah, William saja hanya bisa mengusap bahu istrinya tidak berani mengeluarkan satu kalimat apapun.

"Aku benar-benar tidak melakukan apapun!"

PLAKK!

Kali ini tamparan Soraya benar-benar sangat keras karena Kamila yang tersungkur di lantai.

"Sayang sudah!" tekan William. Dia tidak ingin keributan semakin besar dan menjalar ke mana-mana.

Setelah di rasa kondisi sudah lebih tenang polisi angkat bicara. "Maaf sebelumnya pak bu, kami tidak bisa menahan Kamila."

"Apa maksudmu!" murka Devan.

"Begini pak, pelaku masih di bawah umur. Dan hukum tidak berlaku kepada orang yang belum legal secara hukum." jelas polisi itu.

Devan hampir saja membalikkan meja kalau tidak di cegah oleh Junen. "Ciya akan sedih kalau om terluka," bisik Junen. Terpaksa ia membawa nama Ciya karena kalau tidak begitu Junen jamin orang yang ada di sini akan habis oleh Devan.

Devan berdecak. "Aku tidak tau mau tahu, anak itu harus di berikan hukuman setimpal!"

"Kami akan menghukumnya om. Tenang saja," sahut Awan. "Benar om. Kami akan menghukumnya setimpal dengan apa yang dia lakukan sama anak om." tambah Guntur.

"Tidak bisa! Mami gak izinkan kalian menyentuh Kamila sedikitpun!"

"Mami ingin melindungi pembunuh itu?!" sentak Awan. Soraya menggeleng, "Mami sendiri yang akan menghukumnya."

"Gak bisa! Harus aku yang hukum dia!" marah Guntur.

"Kita pulang, bicarakan ini di rumah. Mari pak Devan, saya akan bicara dengan anda di rumah saya." ujar William menengahi.

Setelah berpamitan dengan kepolisian mereka pulang, menuju kediaman William.

.
.
.

"Jadi?" tanya Devan datar. Ia sungguh ingin pulang, malas sekali berada di sini.

"Aku sendiri yang akan menghukum anak ini," ujar Soraya.

"Mi aku gak salah!" Kamila masih membantah keras perbuatannya membuat Soraya benar-benar marah.

"TUTUP MULUT KAMU MILA! AKU BENAR-BENAR MENYESAL MELAHIRKAN ANAK SEPERTI KAMU!"

"TIDAK BERMORAL SEDIKITPUN! SEPERTI JALANG HAUS BELAIAN! TIDAK BEROTAK KAMU MILA!"

"ADIK MANA YANG MENYUKAI KAKAK KANDUNG NYA SENDIRI!!"

Soraya berteriak sambil menangis. Teriakkan nya membuat semua orang kaget termasuk William. Dia tidak tahu apapun tentang ini.

"Sayang apa maksud mu?" tanya William bingung. Soraya terduduk di sofa dengan tangisnya. Lalu menceritakan kejadian yang membuat ia memutuskan untuk membawa Kamila menyusul William ke luar negeri.

Awan, Guntur dan Kamila kecil sedang bermain kemah-kemahan di taman belakang rumah mereka. Itu adalah permainan yang mereka lakukan sejak lama setiap akhir pekan. Termasuk kedua orangtuanya, namun karena akhir-akhir ini perusahaan cabang luar negeri milik William bermasalah ketiga nya hanya bermain dengan Soraya.

"Mami lihat Awan udah panggang dagingnya dengan sempurna!"

"Aku juga udah panggang jamurnya dengan sempurna!"

Soraya menatap kedua putranya yang sudah berusia 14 tahun itu dengan bangga. Sejak dulu, Soraya mengajarkan kepada keduanya tentang ilmu memasak.

"Di mana adik?"

"Biar mami cari ya, anak itu pasti mengangkut mainan nya lagi."

Soraya meninggalkan Awan dan Guntur. Masuk ke dalam rumah untuk mencari putri nya namun saat sampai di kamar putrinya, ia melihat sesuatu yang tidak pantas.

Soraya menatap tak percaya ke arah Kamila yang saat itu masih berumur 13 tahun sedang melakukan hal di luar nalar. Putri nya sedang menonton film biru atau istilah nya video dewasa.

Soraya ingin menegur Kamila namun yang membuat ia terkejut lagi adalah Kamila yang melakukan masturbasi dengan tangannya. Air mata Soraya luruh saat itu juga, ia merasa menjadi ibu yang gagal dalam mendidik anak.

"Kamila!"

Kamila yang sedang fokus melakukan kegiatannya begitu terkejut melihat Soraya yang berdiri di depannya. "Ma-mi.."

"Gara-gara kejadian itu aku membawa nya menyusul mu ke sana." isak Soraya. "Kamila ... Dia melakukan itu menyebut nama kedua putra ku, William.."

William menegang lalu Awan dan Guntur mual.

Prang!

"Dasar menjijikkan!" hina Awan. Lelaki itu melemparkan vas bunga ke kepala Kamila. "Lepaskan aku sialan! Biar ku bunuh jalang itu!" teriak Awan saat tubuhnya di tahan oleh Junen.

Devan yang melihat keributan itu memilih mundur saja. Dirinya tidak perlu turun tangan, karena sudah pasti orang-orang di sini akan memberikan hukuman kepada gadis itu.

"Kamu antarkan saya pulang," pinta Devan kepada Junen. Dengan senang hati pemuda itu menyetujui.

Sepeninggal Junen dan Devan. Awan kembali mengamuk, melemparkan benda apapun kepada Kamila membuat gadis itu benar-benar kewalahan. Hanya bisa berteriak minta ampun dan tolong.

Guntur dan William benar-benar kewalahan menangani Awan. Pemuda itu sudah masuk dalam mode mengamuk tingkat iblis. Soraya pun hanya bisa menangis sambil menyalahkan dirinya sendiri atas peristiwa ini.

"MATI LO ANJING!"

PRANG!

Beruntung sekali lemparan guci besar itu melesat karena Guntur yang menerjang tubuh Awan. "Udah cukup anjing!" umpat Guntur mengunci kedua lengan kembarannya. Guntur juga terpaksa menduduki tubuh Awan agar lelaki itu benar-benar tidak bisa bergerak lagi.

"Lebih baik papi urus dia! Kalau perlu bawa pergi dari sini selama nya!"

William menggendong Kamila dan Kamila yang masih tersadar memeluk leher William dengan erat. Gadis itu benar-benar ketakutan melihat kakaknya mengamuk. Lebih menakutkan daripada Soraya.

***

Di tempat lain, sebuah gedung apartemen yang kamarnya di huni oleh seorang gadis seumuran Ciya sedang menatap tulisan yang baru muncul secara beraturan bak semut yang mengambil formasi di buku yang dia pegang sambil tersenyum miring. "Ah, bahagia sekali hati ini melihat kedua tokoh bodoh itu hancur..!"

Namun senyum miring akan kemenangan itu hanya bertahan sebentar karena sudah tergantikan oleh rasa kekesalan.

"Sekarang hanya menciptakan kehancuran dari seorang Raciya saja. Entah bagaimana tokoh sampingan seperti dia mendadak menjadi primadona di novel buatan ku sendiri, tcih!"

Tbc


Figuran Pick Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang