33

18.2K 913 24
                                        


"Kalian gak tinggal di kota ini lagi? Bagaimana dengan sekolah Alicia?!" amuk Dera.

Saat kedatangan Alicia dan Fredi yang ingin pamit kepada Ciya tapi mereka malah bertemu dengan Dera. Ternyata Ciya sedang berkencan bersama salah satu pacar nya.

"Sayang tenang lah." ujar Devan. Dia juga kaget, bagaimana tidak kaget Alicia masih sangat muda. Devan cukup merasa beruntung putri nya tidak terpikat dengan yang tua.

"Benar, Alicia baru masuk sekolah. Lagipula perusahaan itu memerlukan seseorang untuk menangani nya kan? Karena kamu yang melakukan keributan, saran ku Fredi urus sisanya. Karena kedua putra Abigail sekarang sedang di Amerika." tukas Devan.

"Padahal rencana Alicia mau nikah mud―Awshh! Tante sakit!" jerit Alicia saat telinga nya di jewer oleh Dera.

Drttt drttt

"Halo?"

"Apa?! Kirim alamat nya, saya akan ke sana!"

"Ada apa mas?"

Devan menatap wajah Dera dengan berkaca-kaca. "Alicia dan Awan kecelakaan."

Deg

****

Awan menyetir dengan santai. Lagu romantis juga ia putar agar suasananya tidak terlalu sunyi. Karena Ciya masih dalam mode ngambek.

"Sayang, kamu marah nya cukup sama mereka berdua aja dong jangan sama aku juga," ujar Awan.

Ciya cemberut. "Enggak! Pokoknya Ciya ngambek sama kalian!"

Awan terkekeh kecil. "Ngambek tapi mau aja di ajak jalan," goda Awan sambil menjawil dagu Ciya.

"Apa sih!" tepis Ciya. Awan semakin tertawa dan gencar menggoda Ciya.

"KAK AWAS!!" pekik Ciya tiba-tiba karena ada truk besar yang melaju ke arah mereka. Awan banting stir membuat mobil bagian sampingnya yang terhantam oleh truk itu.

Mobil awan terguling di aspal. Truk besar itu langsung meninggalkan lokasi.

.
.
.

"Keduanya kritis, yang paling parah adalah pasien perempuan. Pinggang nya retak, lehernya patah dan kaki kirinya juga patah. Kami dengan berat hati mengatakan kalau putri anda koma pak." jelas dokter.

Dera melemas mendengar itu. "Mas ... Ciya, mas!"

"Dia akan baik-baik saja sayang, putri kita kuat!"

Guntur dan Sabin menatap kosong lantai rumah sakit mendengar kenyataan itu. Hati mereka sungguh sakit, tidak cukup kah membuat kedua sahabat mereka pergi jauh ke negara lain tanpa bisa komunikasi. Sekarang kekasih dan satu lagi sahabat nya koma.

"Om soal kecelakaan ini biar saya aja yang nyelidiki. Ok cukup urus Ciya," ujar Sabin.

Devan mengangguk. "Tolong ya, Sabin.."

"Lo juga cukup fokus sama keadaan Awan, gue sanggup kok lakuin ini sendirian."

Guntur mengangguk lemah. Dia memang harus berada di samping Awan karena keluarganya saat ini juga masih fokus kepada keadaan Kamila di sana. Kalau kedua orangtuanya ke sini bisa gawat, Kamila bisa saja memendam rasa benci kepada Ciya. Jadi untuk menjaga kemungkinan-kemungkinan yang tidak di inginkan kecelakaan ini di rahasiakan secara rapat.

.
.

"Bagus, sisa nya akan aku transfer nanti."

"Sudah aku duga, ini pasti ada campur tangan dari ibu."

Dwi berbalik menatap terkejut ke arah Sabin yang bersedekap dada. Juga Alden yang dalam keadaan marah.

"Mas aku melakukan ini untuk kebaikan Sabin, kamu juga tidak merestui hubungan keduanya kan ak―"

"Dengan melenyapkan nyawa anak orang begitu Dwi? Apa otak mu tak berfungsi! Bukan hanya gadis itu yang sekarat tapi putra dari William Albert juga sekarat!"

Dwi menjatuhkan ponsel nya. Siapa yang tidak mengenal William Albert, pembisnis bertangan dingin. Tak kenal siapapun, kalau berani mengusik maka akan di lenyapkan.

"A-aku.."

"Tapi ibu termasuk orang yang beruntung karena om William tidak akan tahu tentang ini," ujar Sabin.

"Maksu kamu?"

"Om William tidak akan tahu karena kami sepakat merahasiakan ini tapi ibu harus musnah dulu."

Alden memalingkan wajahnya tak mau menatap wajah istrinya yang ketakutan akibat Sabin. "Selesaikan dengan cepat Sabin,"

"Mas!" panggil Dwi.

"Akhh! MAS TOLONG AKU! ARGHH SABIN RAMBUT IBU SAKIT!"

"MAS TOLONG AKU!"

"ARGHH!"

Alden keluar meninggalkan mansion nya. Tidak sanggup dirinya mendengar jeritan istri nya yang di siksa terlebih pelakunya adalah putranya sendiri.

Mengehentikan mobilnya di jembatan. Alden memilih untuk melompat ke bawah sana. Lebih baik dirinya mati daripada harus melihat wajah putranya yang sudah membunuh istrinya.

****

"Kak Awan, ini bunga buat di ruangan Ciya."

Alicia memberikan buket kecil bunga mawar kepada Awan. Lelaki itu sudah sadar seminggu setelah koma. Tapi tidak dengan Ciya, gadis itu masih koma bahkan sekarang sudah berlalu 5 tahun lamanya.

"Kapan lo lahiran?" tanya Awan.

"Sebulan lagi kak," Alicia mengelus perutnya yang buncit. Dia sudah menikah dengan Fredi setelah dirinya lulus.

"Selamat pagi bumil!" sapa Mika. Masih ingat si cupu? Mika sudah hidup bebas, maksudnya dirinya sudah sukses di bawah naungan Dipka. Tentu saja Mika harus terjerat dengan pria itu.

"Mika tumben mampir ke toko aku, pasti kabur dari kak Dipka kan?" tebak Alicia jengah. Mika menyengir.

"Gue ke RS dulu,"

"Oke kak hati-hati ya!"

Mika menatap punggung Awan dengan prihatin. "Kasian deh,"

"Harusnya kamu lebih kasian sama aku Mika! Pasti nanti pacar kamu itu ngamuk lagi di toko bunga aku!"

"Dia bukan pacar ku!"

"Siapa yang kamu bilang bukan pacar kelinci nakal,"

"Pergi kamu pedofil!" teriak Mika kepada Dipkta yang ada di hadapannya itu.

Sedangkan Alicia langsung berkacak pinggang. "Pergi kalian sebelum aku pukulin pakai parang!"

Dipka menggendong Mika ala karung beras. Membawa nya keluar dari toko bunga milik Alicia. Kemarahan bumil satu itu menakutkan.

Tbc

Yahahaha kena time skip 5 taon ಡ⁠ ͜⁠ ⁠ʖ⁠ ⁠ಡ

Figuran Pick Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang