16

15.6K 874 1
                                    


Kamila menatap Guntur dengan takut-takut. Menyadari pisau yang masih ada di tangannya, Kamila segera membuang itu. Namun mau apa di kata kalau perbuatan nya sudah Guntur lihat dari awal.

"Gue udah panggil polis,"

Kamila menggeleng ribut. "Enggak, jangan! A-aku di sini karena Senja mau rencanain penculikan buat Ciya!" kilah nya tak mengaku.

"Kita udah lihat dari awal kali," cibir Junen dengan datar. Lelaki itu menatap malas ke arah Kamila yang panik.

"Kak Mila gak ngelakuin ini!"

Guntur bergeming. Dia menatap Senja yang masih membuka matanya namun dengan nafas yang putus-putus.

"Kenapa lo lakuin ini?" tanya Guntur kemudian. Kamila lagi-lagi menggeleng cepat membantah tuduhan itu. "Enggak! Aku gak ngelakuin apapun!" sentak nya nyaring.

Sirene ambulans dan polisi terdengar. "Kak please percaya sama Mila, Mila gak lakuin apapun!!"

"Lo pikir kita buta?!" bentak Razer.

Bugh!

"Akh!"

Kamila terduduk di lantai karena kakinya di tendang oleh Razer. "Sebenarnya gue mau bunuh lo jalang, tapi karena lo adik Guntur gue diem aja!" ujar Razer sebelum ia meninggalkan lokasi itu.

Junen menahan lengan Guntur yang berniat untuk mengikuti Razer. "Biarin dia sendirian, dia mau nenangin emosi nya." ucap Junen. "Lagian kita harus berurusan sama polisi dulu." sambung nya.

Guntur menghela nafas. Ia dengan cepat mengunci kedua tangan Kamila. Menyerahkan kepada pihak berwajib untuk di proses.

"Orang tua lo gimana?" tanya Junen. Bagaimana pun pasti nya kedua orang sahabat nya itu merasakan kesedihan mendengar kabar kalau putri mereka masuk penjara.

"Gue udah kirim pesan," jawab Guntur. Lelaki itu terlihat biasa saja di permukaan. Namun Junen tahu, sahabat nya itu sama seperti Razer. Menahan emosi agar tidak menyakiti Kamila.

"Gue bakal nemenin Senja, lo ikut aja ke kantor polisi." Guntur mengangguk atas usulan Junen.

.
.
.

Soraya yang sedang menyuapi Ciya dengan puding susu buatan nya itu menatap heran suaminya. "Kenapa, apa terjadi sesuatu lagi dengan perusahaan?" ujar Soraya bingung.

William menggeleng, ekspresi nya terlihat seperti orang yang marah, kecewa dan sedih sekaligus.

"Kamila ada di kantor polisi bersama Guntur."

Trang!

Soraya menjatuhkan sendok ke piring membuat mulut Ciya yang terbuka menjadi terkatup.

"Mas ayok kita ke sana!"

William mengangguk. Tanpa mengatakan sepatah kata pun kedua pasutri itu keluar. Dan selang beberapa menit mereka pergi, Razer datang.

"Kak?"

Ciya menatap bertanya kepada Razer yang tiba-tiba memeluk perutnya dengan erat. "Kakak kenapa?"

Awan mendengus kasar. Tidak bisakah dia berduaan dengan Ciya sekali saja? Perasaan terlalu banyak pengganggu. Haruskah Awan singkirkan? Tapi kalau ia singkirkan nanti Ciya akan sedih.

"Kakak merindukan mu," ucap Razer namun Ciya tak bisa mendengar itu dengan benar karena wajah Razer benar-benar nempel di perutnya.

"Di mana kak Junen?" tanya Ciya. Apakah lelaki itu ikut ke kantor polisi?

"Menemani Senja ke rumah sakit."

"Rumah sakit?! Kak Senja kenapa? ... Kak antar aku ke sana ayok!"

Detik itu juga Razer menyesal mengatakan itu. "Baiklah, pakai jaket dulu." Razer melepaskan jaket miliknya lalu memakaikan ke tubuh Ciya. Membuat gadis itu tenggelam dalam balutan jaket yang kebesaran.

Figuran Pick Me [✓]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang