Makan malam di isi oleh suara Dera seperti biasanya namun lebih semangat karena kehadiran Ciya. Gadis berbalut kostum kucing itu duduk dengan tenang sambil memakan makanan nya. Dera juga tak henti-hentinya menaruh beberapa potong daging atau kentang ke piring Ciya yang membuat Devan menegurnya."Sayang Ciya nanti akan kekenyangan kalau makan sebanyak itu, lagipula dokter sudah bilang kan kalau Ciya harus makan secukupnya dengan teratur untuk menghindari asam lambung."
Dera tertawa. "Maafkan mama ya sayang, mama terlalu bersemangat." Ciya menggeleng. "Ciya suka kok di perhatiin mama, sukaaa bangettt!"
Lagi-lagi Dera tertawa. Mencubit pelan kedua pipi tirus Ciya, Dera kembali menaruh satu potong daging. "Ini yang terakhir, setelah itu Ciya baru minum obat." ucap nya.
.
.
."Lo mau caper kan sama keluarga gue?!" tuduh Senja kepada Ciya yang sedang menonton televisi. Dera sedang mencuci piring bersama dengan pelayan. Sedangkan Devan berada di ruang kerjanya. Seperti nya pria itu benar-benar sibuk.
"Enggak kok.." jawab Ciya dengan berkaca-kaca.
"Halah ngaku aja lo!" sentak Senja yang membuat Ciya mengeluarkan air mata buaya nya. Sembari menggeleng seperti orang yang ketakutan Ciya menggeser tubuhnya tapi karena tersandung karpet ia jatuh.
"Astaga Ciya!" seru Dera yang baru datang. Wanita itu mengangkat Ciya sambil menatap tajam Senja.
"Ada apa Dera?" tanya Devan yang baru datang. Ia terkejut mendengar suara istrinya yang memanggil nama Ciya. Dengan cepat ia ke ruang tengah.
"Ciya jatuh di dorong Senja." jawab Dera. Senja tentu saja kaget, "Enggak! Aku enggak ada dorong dia ma!"
Ciya yang menangis pura-pura memeluk leher Dera. "I-ini salah aku .. bukan salah kak Senja." lirih nya. "Ta-tadi aku jatuh kesandung." sambung nya.
Devan mengambil alih Ciya dan membawanya keluar di ikuti oleh Dera. Senja menatap kepergian kedua orangtuanya sambil menggigit bibir menahan tangis. Kenapa jadi seperti ini?
Di kamar Devan dan Dera. Ciya di baringkan di tengah-tengah ranjang, kedua orang dewasa itu mengapit Ciya.
"Tidur ya," ujar Dera. Tangan wanita itu menepuk-nepuk lembut pantat Ciya. Devan juga mencoba menidurkan Ckya dengan mengusap kepala nya.
"Ciya pulang aja ya.."
Usapan Devan terhenti. "Apa?" tanya pria itu tajam.
"Ci-ciya mau pulang.." Devan menarik tubuh Ciya agar menghadap nya. "Jangan pernah katakan itu lagi Ciya atau kaki mu akan papa patah kan!"
Mendengar tangisan Ciya semakin kencang, Dera memukul kepala suaminya. "Kamu ini apa-apaan sih, Ciya jadi takut!"
"Ssttt.. Ciya kan sudah jadi anak mama sama papa jadi harus tinggal di sini selama nya." Wanita itu memeluk dan menciumi pipi Ciya.
"Tapi ... Ta-tapi kak Senja.."
"Kak Senja biar papa yang mengurus nya. Sekarang lebih baik Ciya tidur karena besok Ciya akan ikut ke kantor papa."
Devan menghapus jejak air mata Ciya. Dirinya juga mencium pipi anak angkatnya itu. Ciya yang di peluk memejamkan mata. Hatinya berbunga-bunga, tidak masalah kalau ia belum meluluhkan hati para tokoh lain. Karena masih ada waktu.
***
Ciya memainkan game offline yang ia install di I-pad milik Devan. Sudah sejam dia duduk di ruangan Devan sendirian karena pria itu sedang meeting. Karena sudah tidak tahan dengan rasa bosan, Ciya keluar dari ruangan itu.
"Kak Abin?"
Sabin menoleh ke arah seseorang yang memanggil namanya, ternyata itu adalah Ciya adik angkat Senja. Ciya berjalan dengan agak cepat tapi karena tersandung kaki nya sendiri, ia jatuh. Sabin dengan cepat meraih tubuh Ciya.
"Ma-makasih kak." cicit Ciya, gugup.
Sabin berdehem, dengan cepat ia melepaskan rengkuhan tangannya dari pinggang Ciya. "Lain kali hati-hati." kata Sabin.
"Kak Abin ngapain di kantor papa?"
Sabin sebenarnya ingin langsung pergi namun melihat wajah polos Ciya, ia mengurungkan niatnya. "Rapat nya belum selesai, mau jalan-jalan?" tawar Sabin. Ciya tentu saja mengangguk dengan cepat.
"Kak Abin ikut rapat juga? Tapi pakai seragam emang boleh?"
Mereka sekarang berada di taman yang masih ada di area perkantoran. Lebih tepatnya taman buatan, ada juga danau kecil buatan yang di tumbuhi teratai.
"Mengantarkan berkas yang ketinggalan."
Ciya mengangguk-angguk tanda mengerti. "Kak Abin rasanya sekolah itu gimana?"
Sabin beralih menatap wajah Ciya masih berekspresi polos seakan tak memiliki dosa. "Lo gak pernah sekolah?"
Ekspresi polos itu berubah menjadi sendu. "Ciya gak pernah rasain sekolah soalnya Ciya gak punya uang.."
Seketika Sabin merasa menyesal karena menanyakan itu. Ia mengangkat tangannya mengusap dahi Ciya. "Mau sekolah gak?"
"Hah?" Ciya menatap Sabin dengan bingung. "Ciya mau sekolah gak? Gimana kalau sekolah di tempat ... kakak?" tanya Sabin ragu. Entah kenapa Sabin merasa senang saat dirinya di panggil Abin.
"Ciya!"
"Papa!" Ciya langsung menubruk tubuh Devan. Memeluk erat pria itu sambil tersenyum namun cemberut kemudian. "Papa lama banget!" rajuk Ciya. Devan terkekeh kecil tapi berekspresi datar saat melihat ke arah Sabin di sana.
"Ayah mu sudah pulang tuan muda Nugroho." datar Devan. Mengusir keberadaan pemuda itu. Sabin tersenyum miring. Devan tak pernah segalak ini saat ia dekat dengan Senja. "Kalau begitu saya izin undur diri tuan Pratama. Ah, Ciya katanya ingin merasakan sekolah."
Devan menyembunyikan wajah Ciya di dadanya saat Sabin melewati dirinya. Ciya kemudian mendongak. "Bolehkan pa, Ciya sekolah?"
Devan mana tahan kalau Ciya mengeluarkan tatapan memohon seperti anak kucing ini. "Boleh, tapi Ciya homeschooling dulu untuk mengejar ketinggalan kelas nya ya."
Ciya mengangguk-angguk. "Oke!"
Tbc
Maaf ya, kalau alurnya ngebosenin (´-﹏-')
A/n : kostum itu bukan cuma buat bayi ya, ada juga yang versi orang gede nya^^
Contoh :
![](https://img.wattpad.com/cover/375826052-288-k962872.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Figuran Pick Me [✓]
Fantasi18+ Mati karena peluru nyasar lalu jiwa bertransmigrasi ke dalam raga seorang yang ternyata adalah seorang figuran tanpa nama yang miskin. Ciya pun bertekad untuk merubah takdir nya memanfaatkan wajah polos raga barunya ini. "Demi kehidupan lebih l...