Kicauan burung peliharaan papa dipagi hari menyapa indra pendengaran seorang remaja yang sibuk bergelung selimut kesayangannya, telinganya ia tutup dengan bantal agar tidak mendengar suara burung diluar sana sebelum selimut tebal miliknya ditarik paksa oleh seseorang.
Hawa dingin langsung menyapa kulit putihnya, tangannya bergerak cepat mengambil kembali selimut dan menutupi tubuhnya sebatas leher tapi lagi-lagi selimut itu ditarik oleh remaja lain yang seumuran dengannya.
Merasa kesal remaja pertama segera duduk, namun pergerakan spontan itu membuat kepalanya sedikit berputar. Melihat sang adik menunduk sambil memijat kepalanya pemuda itu lantas mengambil posisi duduk di samping ranjang menatap khawatir kembarannya yang hanya selisih 5 menit.
"Kau baik-baik saja? Kepalamu pusing? Makanya kalo bangun itu diam dulu jangan langsung duduk seperti itu." Omel Jake tangannya bergerak berniat membantu memijat kepala kembarannya namun ditepis oleh Satya.
"Berisik, udah tau adiknya gak bisa bangun cepet-cepet, masih aja dikerjain" sewot Satya sembari menatap Jake tajam, rasa pusingnya kini sudah hilang.
"Suruh siapa dibangunin gak bangun-bangun. Kak Jay sampai angkat tangan, lagian tidur tuh kayak kebo gak bangun-bangun, heran" dumel Jake, Satya hanya mengerlingkan mata lalu beranjak dari kasur bersiap untuk mandi.
Hari ini adalah hari pertama masuk sekolah setelah libur panjang. Tahun ini juga Jayden, Jake dan Satya memasuki jenjang pendidikan yang lebih tinggi yaitu sekolah menengah atas, hari ini ketiganya akan melaksanakan masa perkenalan lingkungan sekolah di sekolah mereka yang baru. Sedangkan, Sakala dan Julian masing-masing naik kekelas 5 dan 3 sekolah dasar.
"Satya, mandinya jangan lama-lama. Kak Jay udah nunggu dibawah"
Jake meninggalkan kamar kembarannya dan beralih masuk ke kamar samping.
Saat masuk Jake langsung disambut oleh kamar bernuansa biru laut lengkap dengan kasur berbentuk kapal, menggambarkan sang pemilik yang begitu menyukai hamparan birunya laut.
Jake berjalan pelan menghampiri adik bungsunya, tersenyum kala melihat adiknya masih terlelap tergulung selimut tebal dengan nyaman, didahinya masih tertempel plester penurun demam. Kemarin sore suhu tubuh adik bungsunya tiba-tiba naik membuat satu rumah panik bukan kepalang. Papa sampai pulang lebih cepat karena Riki yang rewel dan hanya ingin bersama papa.
Pagi ini Jake di amanati papa untuk membangunkan Riki menyuruhnya sarapan sebelum Jake dan yang lainnya berangkat sekolah. Papa sendiri sudah berangkat ke kantor pagi-pagi sekali sebelum yang lain bangun, beruntung Jake bangun lebih dulu karena kebelet ingin pergi ke kamar mandi.
"Dek, ayo bangun. Sarapan dulu yuk nanti lanjut tidur lagi" Jake menepuk pelan pipi adik bungsunya agar segera bangun.
"Ma menit agi ya, adek masih antuk" Jake menghela nafas membangunkan adik bungsunya sama dengan membangunkan Satya sama-sama sulit untuk dibangunkan.
Jake kemudian mendudukan diri diatas ranjang, mengusap pelan rambut lepek sang adik akibat keringat, ia juga mencium pipinya sayang. Suhu tubuhnya memang masih sedikit hangat tapi setidaknya tidak terlalu tinggi seperti semalam. Jake menjadi tidak tega membangunkan adiknya kalau begini. Tapi jika tidak dibangunkan adiknya pasti tidak mau sarapan apalagi dirinya dan saudara yang lain harus pergi kesekolah.
"Abang sama yang lain hari ini berangkat sekolah, adek gak mau sarapan bareng yang lain?" Jake berusaha merayu Riki agar mau bangun, ia yakin Riki pasti akan bangun dan mengeluh tidak ingin ditinggal sendiri dirumah.
Dan benar saja setelah mengatakan itu, Riki langsung membuka matanya anak itu bahkan langsung duduk, menatap Jake dengan wajah seriusnya.
"Selius? Bukannya sekolah masih ama. Masa dedek ditinggal sendili, nanti kalo adek ada yang awa gimana?" Ujar Riki dengan penuh drama, adik bungsunya terkenal dengan drama dramatisnya, jika sudah sangat dramatis pasti anggota keluarganya tidak tega jika tidak mengikuti kemauannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Precious Family || Enhypen
Storie breviSeandainya waktu dapat kembali diputar, Hilmi tidak ingin kehilangan siapapun. Seandainya Hilmi bisa membagi kasih sayang sama rata pada putra-putranya, ia tidak akan pernah hidup dalam penyesalan. Hilmi mungkin bisa merelakan wanita yang sangat ia...